About

Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Tuhan Rahmat dan salam untuk Nabi Muhammad Saw. Rasul pilihan. Syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat-Nya, karena hanya dengan rahmat-Nya jualah saya dapat membangun sebuah blog ini, dengan suatu harapan agar kita semua selalu dapat menjalin silaturrahmi dan hubungan baik serta berbagi informasi.Dengan adanya blog ini, kita dapat saling bertegur sapa lewat dunia maya. Blog ini sebagai wahana untuk knowledge sharing dan melengkapi kebutuhan kita semua untuk mencari informasi di dunia maya (internet). Besar harapan adanya flashback, masukan serta kritik membangun dalam rangka pengembangan dan pengayaan content dalam blog kami. Semoga memberi banyak manfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

23 Okt 2012

Ketika aku harus memilih

Aku pernah berfikir, bahwa setiap manusia pasti ingin memiliki seorang kekasih. Kekasih yang akan terus bersamanya, sehidup semati, dalam suka maupun duka tak akan terpisahkan. Sekarang, aku memilih amal sholeh sebagai kekasihku. Karena ternyata hanya amal sholeh-lah yang akan terus menemaniku, bersamaku, bahkan menemaniku dalam kuburku, kemudian amal sholehku pula lah yang menemaniku menghadap Allah.

Aku pernah berfikir, setiap manusia pastilah punya goresan masalah dengan manusia lain, sehingga wajar jika manusia memiliki musuh masing-masing. Kini aku memilih menjadikan setan sebagai musuh utamaku, sehingga aku lebih memilih melepaskan kebencian, dendam, rasa sakit hati, dan permusuhanku dengan manusia lain.

Aku pernah selalu kagum pada manusia yang cerdas, dan manusia yang berhasil dalam karir, atau kehidupan duniawinya. Sekarang aku mengganti kriteria kekagumanku ketika aku menyadari bahwa manusia hebat dimata Allah, adalah hanya manusia yg bertaqwa. Manusia yg sanggup taat kpd aturan main Allah dlm menjalankan hidup dan kehidupannya.

Dulu aku akan marah dan merasa harga diriku dijatuhkan, ketika orang lain berlaku zhalim padaku, menggunjingkan aku, menyakiti aku dengan kalimat kalimat sindiran yg disengaja untuk menyakitiku. Sekarang aku memilih utk bersyukur dan berterima kasih, ketika meyakini bahwa akan ada transfer pahala dr mereka untukku jika aku mampu bersabar… Dan aku memilih tidak lagi harus khawatir, karena harga diri manusia hanyalah akan jatuh dimataNya, ketika dia rela menggadaikan dirinya untuk mengikuti hasutan setan.

Dulu aku yakin, dgn hanya khatam Al Qur’an berkali kali maka jiwaku akan tercerahkan. Kini aku memilih untuk mengerti dan memaknai artinya dengan menggunakan akalku, dengan mengaktifkan qolbuku dan mengamalkannya dalam keseharianku, maka pencerahan itu baru bisa aku dapatkan.

Ketika aku harus memilih…bantu aku Yaa Allah ya Rabbi, untuk selalu memilih yg benar dimataMu.
Amin

Cintaku Utuh Tak Tersentuh…

Muslimahzone.com – Ku mencintamu utuh tak tersentuh….,

Jika ada yang bertanya, bagaimana aku memandang perkara jodoh, maka akan ku jawab, bagiku sama saja kau menanyakan keyakinanku tentang kematian..

Jodoh dan kematian adalah rahasia-Nya yang tersembunyi dalam tabir keghaiban-Nya, dan tersimpan dengan indah dalam tiap lembar daun di lauhul mahfuzh..

Lalu apa yang ku khawatirkan? Dan kenapa pula ku harus mengejar? Tidak, aku tak sudi.. Ku katakan padamu wahai para wanita perhiasan terindah dunia..

Jangan pernah mengobral murah kehormatanmu untuk hal yang kau sendiri tak yakin kehakikiannya? Pahamkah maksudku?

Ku tanya padamu, pernahkah kau jatuh cinta? Ku akui, akupun juga… Tapi tak pantas bagi kita mengumbar rasa itu.. Rasa yg entah akan berlabuh di mana?Lalu pikirkan, jika dia yang kau cinta, yang mengganggu tidurmu, membuatmu menangis karena rindu, ternyata bukan atau mungkin tak kan pernah menjadi pendampingmu, atau bukan kau yang dia pilih? Tak malukah? Tak malukah?

Lalu, apa masih mampu kau tatap wajah suamimu kelak dengan cinta yang seutuhnya jika ternyata dulu kau pernah menaruh separuh hatimu pada lelaki lain… Wahai para lelaki, tak cemburukah? Tak cemburukah? Tak cemburukah kau jika saat ini wanita yang kau pilih kelak sedang menyerahkan hatinya pada lelaki selainmu, namun ternyata kau yang akan meminangnya.

Tak sakit hatikah bila ketika bersamamu, ternyata dia tengah membandingkanmu dengan sosok lain dalam hatinya? Tak sedihkah? Tak sakitkah? Tak cemburukah? Jika kau, para lelaki, menjawab ‘ya’ maka, itu pula yang kami, wanita, rasakan..

Takkan pernah bosan ku ingatkan, bahwa yang akan berlaku tetaplah ketetapan-Nya…. Sekuat apapun usaha kalian jika tak sejalan dengan kehendak-Nya, maka tak akan pernah terjadi.. . Lalu, buat apa kau mubazirkan waktumu? Untuk apa Kau kuras energi? Kerana apa kau habiskan airmatamu?…. untuk orang yang belum tentu menjadi milikmu? Untuk apa?

Dan ku katakan padamu. Mungkin kau yang akan memilihku belum ku cinta saat itu. Tapi ketahuilah, karena kau memilihku, kau ku cinta… Bukankah jatuh cinta adalah sebuah proses? Akan ada sebab, akan ada hal yang membuatku jatuh cinta padamu, dan kau pun akan mencintaiku.. Dan ketika itu terjadi, semua telah terangkai dengan indah dalam kerangka kehalalan, dalam ikatan pernikahan yang disebut mitsaqan ghalizhan..

Dan tak akan pernah ada ragu ku katakan kuserahkan cintaku UTUH TAK TERSENTUH, padamu.. Hanya padamu.. ya, hanya padamu dan untukmu duhai cintaku….

Subhanallah..

Muslimah dan Rasa Malu

Muslimahzone.com - Hampir diseluruh dunia sepakat bahwa wanita selalu menjadi ikon tunggal kecantikan dengan akumulatif apresiasinya terhadap wajah serta tubuh yang indah. Apresiasi ini mungkin tidak salah, karena secara fitrah wanita hadir dengan sosok yang lembut dan indah. Dari sosok seperti inilah maka sepantasnya muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Mengapa harus Malu?

Rasa malu adalah sifat yang mulia. Rasa malu, seluruhnya adalah kebaikan. Rasulullah SAW merupakan profil yang menjadi panutan dan tauladan dalam perihal rasa malu. Bahkan sampai disebutkan bahwa beliau lebih pemalu dari gadis pingitan yang berada dalam kamarnya. Rasa malu adalah akhlak yang mulia, akhlak yang dimiliki oleh orang-orang yang baik. Setiap orang yang memiliki rasa malu niscaya akan tercegah dari perkara-perkara yang buruk dan jelek yang dimurka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya serta dibenci oleh manusia.

Rasa malu itu sendiri terbagi dua (berdasarkan cara terbentuknya, red), yaitu :

Ada rasa malu yang menjadi sifat pembawaan atau tabiat yang merupakan karunia dan pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini diistilahkan dengan rasa malu yang tidak diupayakan. Bisa jadi ada sebagian orang yang meninggalkan perkara-perkara yang buruk dan jelek bukan karena dia paham dan komitmen kepada agamanya. Akan tetapi lebih disebabkan rasa malu untuk melakukannya. Sehingga dia meninggalkannya bukan karena dorongan agama tapi disebabkan faktor rasa malu yang memang Allah ciptakan pada dirinya. Tabiat ini merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha memiliki keutamaan yang besar.

Pada zaman ini kita masih banyak melihat para muslimah yang masih menghadirkan rasa malu untuk tidak berbuat maksiat, mengumbar aurat, suara atau gerak tubuhnya di depan khalayak yang tak pantas melihat dan mendengarnya. Muslimah seperti inilah yang Allah hadirikan didalam dirinya rasa malu sebagai Rahmat dari-Nya.

Rasa malu yang kedua adalah rasa malu yang bisa diupayakan (dibentuk dengan usaha khusus, red). Maksudnya adalah rasa malu yang lahir karena seseorang selalu merasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu bisa tewujud karena mengenal dzat Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat Nya yang Maha Mulia dan Agung. Dia malu kalau Allah melihatnya berbuat keburukan dan kejelekan. Maka dia berupaya menghindari perkara-perkara yang buruk dan jelek disebabkan rasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun secara tabi’at dan watak, dia bisa dan mungkin biasa melakukan keburukan dan kejelekan tersebut. Ini namanya rasa malu yang diupayakan dan yang dimaksud oleh sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam:

    “Rasa malu itu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Muslimah yang berilmu akan menghiasi dirinya dengan malu kapan dan dimanapun ia berada, dengan Ilmu yang ia mampu mengolah hatinya agar tidak terperosok dalam syubhat-syubhat serta godaan-godaan yang dapat menghilangkan dirinya dengan rasa malu, lisannya senatiasa terjada dengan tutur kata berkualitas serta Dzikrullah dan Malu tetap menghiasinya. Serta tingkahnya yang menunjukkan ketakwaannya kepada Rabbnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam– sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma- pernah melewati seseorang dari kalangan anshar yang tengah menasihati saudaranya mengenai rasa malu. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

    “Biarkan dia, karena sesungguhnya rasa malu itu termasuk dari keimanan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Rasa Malu Yang Baik

Rasa malu yang termasuk dari keimanan adalah rasa malu yang diupayakan karena merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa pun keadaannya, seorang yang punya rasa malu secara tabiat dan kepribadian, memiliki modal dasar untuk menuju rasa malu yang diupayakan karena merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika rasa malu itu dicabut dari seseorang, baik rasa malu secara tabiat dan kepribadian maupun rasa malu yang memang disyari’atkan, maka akan lenyap berbagai kebaikan dari dirinya. Dia akan jatuh pada perbuatan-perbuatan yang buruk dan jelek, baik secara hukum syar’i maupun secara adat kebiasaan manusia. Hari ini kita sangat mudah menyaksikan saudari-saudari muslimah kita yang tampak enteng dengan hiasan kemaksiatan yang dilakukan tanpa adanya rasa malu sediktpun.
Rasa Malu Yang Buruk

Namun disana sesungguhnya ada rasa malu yang tercela. Rasa malu yang tercela –sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah dan yang selainnya- yaitu rasa malu yang menghalangi seseorang untuk menunaikan hak dan kewajiban. Seseorang merasa malu dalam menuntut ilmu sehingga dia mengalami kebodohan dalam agamanya. Seseorang merasa malu untuk beribadah kepada Allah sehingga dia tidak menunaikan kewajibannya terhadap Allah. Seseorang merasa malu untuk menunaikan hak dirinya, hak keluarganya, hak kaum muslimin. Maka semua rasa malu itu adalah rasa malu yang tercela. Karena rasa malu yang seperti ini merupakan kelemahan dan kecerobohan. (lihat Fathul Baari 3/138). Maka sebagai Muslimah yang cerdas, hendaknya kita menghindari diri dari rasa malu yang tidak menguntungkan bagi kualitas ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Sedangkan yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

    “Rasa malu itu tidak membawa kecuali kepada kebaikan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

yaitu rasa malu yang membawa kepada keimanan serta tidak melalaikan hak dan kewajiban. Lalu mengapa rasa malu yang menghalangi seseorang dari kebaikan disebut sebagai rasa malu? Hal itu karena rasa malu ini menyerupai rasa malu yang yang disyari’atkan. Padahal hakekatnya, rasa malu yang menghalangi dari kebaikan adalah tercela di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Manfaat Rasa Malu

Maka muslimah yang mempunyai rasa malu akan terhalangi dari perkara-perkara yang buruk dan jelek, baik rasa malu yang berlaku secara tabi’at maupun rasa malu yang lahir karena keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita mau memperhatikan kondisi dan keadaan manusia secara cermat, niscaya kita akan mendapati realita bahwa berbagai keburukan dan kejelekan terjadi, baik yang berupa kekafiran, kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan, baik yang kecil maupun yang besar, dikarenakan mereka telah kekurangan bahkan kehilangan rasa malu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika rasa malu dengan kedua jenisnya telah hilang dari seseorang maka tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan darinya. Bahkan bisa jadi dirinya telah berubah menjadi syaithan yang terkutuk.

Kita memohon kepada Allah keselamatan dan keampunan dan menjadikan diri kita sebagai Muslimah yang cantik dengan rasa Malu. Wallahu a’lam bish-shawab.

Referensi :
“Kemulian Rasa Malu”, Oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani.

Jika Suatu Saat Nanti Kau Jadi Ibu

Muslimahzone.com - Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, ketahuilah bahwa telah lama umat menantikan ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid. Agar kaulah yang mampu menjawab pertanyaan Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia: “Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?”

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Asma’ binti Abu Bakar yang menjadi inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus berjuang melawan kezaliman. “Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),” kata Asma’ kepada Abdullah bin Zubair. Maka Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid. Namanya abadi dalam sejarah syuhada’ dan kata-kata Asma’ abadi hingga kini.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain. Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”. Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram…”, sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.
 
sumber: Salimah

(zafaran/muslimahzone.com)

Surat Cinta Untuk Saudari Kami Yang Sedang Bekerja di Negeri Seberang

Muslimahzone.com – Bissmillahirrahmanirrahim, As salamu’alaykum warahmatullah wabarakatuhu, Semoga ukhtana di sana dalam keadaan iman yang baik dan raga yang sehat.

Duhai Ukhtana, telah terdengar ke telinga kami isak tangis dan keluhan kalian disana, yang harus bekerja demi alasan yang kalian miliki masing-masing.

Sungguh teriris-iris hati kami ketika mendengar keluh kesah dan isak tangis akibat penderitaan yang kalian alami disana, oleh orang-orang yang tak berbelas kasih.
Duhai Ukhtana, tak ada hadiah yang dapat kami berikan saat ini untuk membuat kalian tersenyum, selain ucapan salam dan do’a dari kami, semoga Allah senantiasa menjaga kalian disana.

Duhai Ukhtana, berita-berita itu sungguh menyesakkan dada-dada kami, mulai dari diskriminasi, perintah melakukan yang haram, dilarangan ibadah, penyiksaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Semua itu telah membakar hati kami dalam kobaran api ingin membalas, namun apa daya sebagian besar dari kami belum bisa berbuat banyak, dan yang mereka mampu berbuat bungkam dalam kesenangan yang fana. Allah Maha Mengetahui.

Duhai Ukhtana, kisah-kisah keteguhan dan perjuangan kalian di negeri seberang telah menjadi tetesan embun penyejuk hati-hati kami dan penyemangat kami. Sungguh mulia, kalian yang berada di tengah-tengah orang kafir namun tetap Istiqomah di jalan Allah.

Duhai Ukhtana, namun tak dipungkiri kami pun kecewa ketika mendengar banyak diantara kalian yang tak sabar dan lebih tunduk terhadap orang-orang kafir demi menyelamatkan dan memuaskan jiwa. Kami sedih, dan kami hanya bisa berdo’a untuk kalian saat ini, karena kami pun belum dapat membebaskan kalian dari tempat yang telah mengambil fitrah kalian sebagai Muslimah.

Duhai Ukhtana, bersabarlah barang sebentar, tetaplah istiqomah di jalan Allah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Duhai Ukhtana, ada kabar gembira untuk kalian, ada sekelompok dari saudara kita yang tengah berjuang di jalan Allah, berjuang menegakkan Syari’at Allah, yang hanya dengan Syari’at Allah para Muslimah akan terjaga dan ditempatkan di tempat yang mulia mendapatkan hak-haknya sebagai layaknya wanita. Maka berdo’alah untuk mereka duhai Ukhtana, agar Allah meneguhkan kaki-kaki mereka di jalan Allah.

Duhai Ukhtana, semoga serangkaian kata dalam surat cinta ini, dapat membuat kalian tersenyum dan tetap teguh dalam Islam walaupun harus tinggal di tengah-tengah orang kafir dan zalim.

Duhai Ukhtana, sesungguhnya takdir Allah tidak pernah salah, berprasangka baiklah kepada Allah, Allah Maha Adil, Allah Maha Bijaksana, Allah tidak akan membebani seseorang melebihi batas kemampuannya. Allah pasti akan membalas dengan hal yang lebih indah jika kalian tetap bersabar.

Kalian tidak pernah sendiri, Allah selalu menyertai kalian.

Kami mencintai kalian karena Allah…

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Alim-Imrah: 102)

Wasalam

Penulis: Saifa Abdillah

Kematian itu Indah

Muslimahzone.com - Kematian itu Indah, bagi siapa saja yang meyakini Allah adalah Rabb semesta alam, para Nabi dan RasulNya, MalaikatNya, KitabNya, hari akhir, segala ketetapan Allah, mereka (muslimin) yang berjalan diatas kebaikan, sehinga kematian adalah waktu yang dinanti-nanti.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri)”. (QS. Ali Imran : 102)

Ada sebuah percakapan menarik antara seorang Ustadz dengan Jama’ahnya. Ustadz bertanya kepada Jama’ahnya, “apakah kalian ingin masuk surga?”

Semua Jama’ah menjawab dengan antusias, “Yaaa”.

Ustadz bertanya lagi, “Apakah kalian ingin mati hari ini?”

Tidak ada satupun yang menjawab, atau bahkan seorangpun tidak ingin mati.

Dengan tersenyum, Ustadz itu berkata, “Lalu bagaimana kita akan pergi ke surga, jika kita tidak pernah mati”. Ustadz melanjutkan dan bertanya, “Apakah kalian ingin saya berdo’a untuk panjangnya hidup kalian?”

Dengan antusias Jama’ah menjawab, “Yaaa”.

Ustadz bertanya lagi, “Berapa lama kalian ingin hidup? seratus tahun? dua ratus atau bahkan seribu tahun?”

Bahkan orang-orang yang berusia 80 tahun sudah tampak aneh, apalagi mereka yang berusia lebih dari seratus tahun.

Pertanyaan belum berakhir, Ustadz masih mengajukan pertanyaan, “Apakah kalian mencintai Allah?”

Jawaban para Jama’ah tentu saja “Yaa”.

Ustadz mengatakan, “Biasanya ketika seseorang jatuh cinta, dia akan selalu rindu untuk bertemu dengan kekasihnya, tidakkah kalian rindu untuk bertemu dengan Allah?”

Semua diam, tidak ada yang menjawab.

Kebanyakan dari kita merasa ngeri membicarakan kematian. Melupakan pembicaraan tentang itu, bahkan kita tidak berani membayangkannya. Hal itu karena kita tidak mempersiapkan untuk peristiwa setelah kematian (akhirat). Padahal, baik kita mempersiapkannya ataupun tidak, pasti kita akan melalui kematian. Siap atau siap, kematian dengan pasti akan datang menyambut kita. Daripada selalu mengelak, alangkah lebih baik mulai sekarang kita berusaha untuk mempersiapkannya diri-diri kita untuk menghadapi kematian.

“Tiap-tiap yang berJiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiyaa: 35)

“Di mana saja kamu berada, niscaya kematian akan menemukanmu, walaupun kamu bersembunyi di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa`: 78)

Esensi dari kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan kembali menuju kepada Allah. Dalam perjalanan singkat ini, ada yang kembali dengan selamat, tetapi ada juga yang jatuh ke dalam neraka. Kebanyakan diantara kita terlalu sibuk dengan urusan dunia bahkan samapi ke titik bahwa dunia ini adalah kehidupan sebenarnya, lupa bahwasannya dunia ini hanyalah tempat singgah untuk mencari rumah sebenarnya (akhirat). Keindahan dunia membuat kebanyakan manusia terlena dan tertidur lelap menapaki jalan kehidupan ini.

“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al- Hadid: 20)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah besabda bahwa orang yang paling cerdas adalah orang yang  selalu mengingat kematian, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’.  (HR. Ibnu Majah).

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari)

Dalam kata lain, orang yang paling cerdas adalah barangsiapa yang memiliki visi yang jauh ke depan. Dengan selalu mengingat visinya dan tujuan hidupnya, dia akan selalu bersemangat dalam setiap langkah yang ditapakinya. Visi hidup seorang muslim adalah untuk kembali dan bertemu dengan Allah. Karena itu dia merasa, saat kematian adalah saat yang paling indah karena dia kan segera bertemu dengan kekasih yang telah dia sangat rindukan.

Terkadang kita takut menghadapi kematian karena kematian akan memisahkan kita dengan orang-orang dan sesuatu yang kita cintai. Orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara-saudara, harta, ini menunjukkan bahwa kita mencintai mereka lebih daripada Allah. Jika kita benar-benar mencintai Allah, maka kematian itu seperti undangan yang penuh kasih dari Allah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang senang bertemu Allah, maka Allahpun senang untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak senang bertemu Allah, maka Allah pun benci untuk bertemu dengannya”. ‘Aisyah bertanya,”Wahai Nabi Allah! Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? Kita semua benci kematian?” Rasulullah menjawab,”Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi kabar gembira tentang rahmat dan ridho Allah serta SurgaNya, maka ia akan senang bertemu Allah. Dan sesungguhnya, orang kafir, apabila diberi kabar tentang azab Allah dan kemurkaanNya, maka ia akan benci untuk bertemu Allah, dan Allahpun membenci bertemu dengannya”.

Meskipun demikian, kita tidak boleh meminta untuk mempercepat kematian kita, tidak membunuh diri tanpa alasan dan tujuan yang dibenarkan syair’at. Kematian yang sia-sia tanpa sebab yang jelas malah akan menjauhkan kita dari Allah. Bunuh diri tanpa alasan dan tujuan yang benar adalah salah satu bentuk keputusasaan dari rahmat Allah, menginginkan untuk segera menemui ajal hanya karena kesulitan dunia menandakan bahwa kita ingin melarikan diri dari kenyataan hidup.

“Tidak boleh salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, tidak juga berdoa agar segera mati sebelum kematian itu menjemputnya. Ketahuilah, sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian meninggal, terputuslah amalnya. Sesungguhnya seorang Mukmin tidak bertambah umurnya kecuali hal itu akan menjadi baik baginya”. (HR Muslim)

Kematian yang baik adalah mati dalam upaya untuk membawa kebaikan bagi kehidupan, mati dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita terbesar, yaitu untuk perdamaian dan kesejahteraan ummat manusia, sebagaimana para Nabi terdahulu dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam serta para sahabatnya dan para pengikut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam yang telah syahid di jalan Allah.

“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke istana-istana yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Ash-Shaff: 12)

Akhirnya, orang-orang yang diselamatkan (masuk surga) adalah mereka yang menyadari bahwa semua kekuasaan dan kekayaan adalah sarana untuk kembali kepada Allah. Tubuh mereka mungkin bermandikan darah, keringat, dibanjiri air mata, bekerja keras untuk menaklukkan dunia tetapi hati mereka tetap terikat untuk yang dicintai, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal yang terpenting adalah, bagaimana kita dapat berusaha keras, berpikir cerdas dan memiliki hati yang tulus.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26)

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’am..

Wahai Pemilik Semesta Alam, ajari kami bagaimana untuk menaklukkan dunia, bukannya tunduk kepada dunia. Ketika gemerlap dunia menyilaukan pandangan kami, ketika limpahan permata dunia menggetarkan hati kami, ingatkan kami Ya Allah! ingatkan bahwa RidhoMu dan kasih sayangMu lebih besar daripada dunia yang fana yang akan kami tinggalkan pada waktu yang Engkau tetapkan, Ya Allah teguhkan kaki-kaki kami dalam menapaki perjuangan di jalanMu sehingga Engkau Ridho kepada kami dan memasukkan kami ke surgaMu yang tertinggi dimana kami dapat melihat wajahMu yang Maha Indah, Aamiin.

Penulis: Siraaj

sumber: Arrahmah.com

Menyemat Cinta di Hati Kekasih

Muslimahzone.com – Ia adalah bagian dari tulang rusukmu, Ia adalah belahan jiwamu, Ia adalah tawanan di tanganmu, Padanya sumber ketenangan, cinta kasih dan ketentraman karena demikanlah Allah menciptakannya untukmu, Ia adalah pakaian bagimu, dan yang terutama dan utama ia adalah amanah yang Allah berikan untukmu, Bagaimanakah engkau memperlakukan amanah itu??

Terlalu banyak wasiat tersebar untuk para istri seakan islam adalah agama yang hanya mengutamakan para suami dan kaum lelaki. Padahal tidaklah demikian,islam membela kaum wanita memuliakan dan mengangkat derajat mereka.Wanita adalah orang yang di sucikan, ibu para ulama, ibu para panglima, dan ibu para pembesar, Bukankah ia adalah ibu Umar,ibu Anas,ibu Umar bin Abdil Aziz, ibu imam Ahmad, ibu imam Syafii, ibu Shalahudin,ibu Ibnu Taymiyah, ibu Ibnul Qayyim dan yang lainnya??  Untuk para suami risalah ini kutulis sebagai penyejuk hati bagi kaum wanita dan para istri.

Wahai hamba Allah yang bertakwa, berbahagialah dan bersyukur pada-Nya atas nikmat istri yang Allah karuniakan kepadamu.Dengannya terjagalah jiwa dan tubuhmu dari melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya.  Ketika habis masa bulan madumu,tiba-tiba kini engkau tidak lagi memiliki waktu. Waktu untuk bergurau dan bercengkrama dengan istri tercinta. Bila sang istri meminta, maka kaupun berkilah betapa lelah dan penatnya hari-harimu disibukkan dengan pekerjaanmu. Rumah hanya menjadi hotel untukmu, datang dan pergi sesuka hatimu, Ketika kepalamu menyentuh bantal engkau mendengkur laksana tiada orang lain di sisimu.

Seakan engkau lupa bahwa sumber teladan kita adalah manusia yang paling sibuk diatas muka bumi pada waktu itu. Beliau memiliki lebih dari 4 orang istri, dan lihatlah dalam sejarah adakah diantara istri- istrinya lepas dari pengawasan beliau? Adakah yang mengeluhkan tentang kesibukan beliau? Beliau shalallahu alaihi wassalam ditimpa berbagai macam persoalan umat dan masalah yang sekiranya diletakkan (dibebankan) kepada banyak orang, niscaya mereka tak akan sanggup mengembannya. Tapi lihatlah ketika sahabat bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha: bagaimana sikap Rasulullah bila menemui kalian? Ia menjawab: Beliau masuk dengan tertawa dan tersenyum.Seakan tidak ada beban di pundak beliau yang mulia, seakan beliau tidak memiliki beban dan persoalan yang berat. Sehingga istri-istri beliau merasa nyaman dan senang bercanda dengan beliau.Dalam kitab Bukhari bab Al-Adab, Zaid bin Tsabit berkata tentang Rasulullah : suka bercanda dengan istrinya, dihormati diluar rumah. Tentu berbeda, sebagian suami kita temukan mereka suka bercanda dan tertawa dengan teman-temannya akan tetapi cemberut dan bermuka masam terhadap keluarganya di rumah.

Wahai para suami Rasulullah telah bersabda: “Sesungguhnya istrimu memiliki hak atasmu” (dikeluarkan oleh Muslim 3652, Ahmad 26917, Abu Dawud 2285). Istri adalah wanita yang lemah lembut, menginginkan kasih sayang, cinta kasih, keramahan dan kebajikan. Karena itu hendaklah suami senantiasa bertakwa kepada Allah dalam menghadapi istri dengan memberikan kasih sayang, kelembutan, kesetiaan dalam menjaganya, memberinya nafkah sesuai dengan kemampuan suami, pakaian dan janji setia. Sebagaimana yang dikumandangkan oleh beliau pada haji Akbar(dalam hadits yang sangat panjang) yaitu ketika mengumumkan hak-hak wanita dan hak seluruh manusia, beliau bersabda: “Allah, Allah, pada wanita karena mereka itu adalah tawanan disisi kalian. Dan saling berpesanlah agar berlaku baik terhadap wanita” (hadits riwayat Tirmidzi, hasan shahih)

Adalah Aisyah ketika ditanya tentang perilaku Rasulullah yang paling membekas dan berkesan dikalbunya sepeninggal beliau maka ia hanya mampu meneteskan airmata seraya berkata:Semua sikap dan perilakunya mengesankan bagiku ( kaana kullu amrihi ‘ajabani). Bagaimana tidak Rasulullah seakan selalu punya waktu untuknya. Rasulullah pernah mengajaknya berlomba lari, beliau Shalallahu alaihi wassalam pernah kalah dan pada kesempatan yang lain beliau memenangkannya sehingga beliau tertawa seraya berkata: “Ini adalah pembalasanku dari kekalahanku yang dulu”. Adakah hal ini dicontoh oleh para suami? Tidaklah harus di lapangan atau dijalan raya cukuplah ketika tidak ada orang lain dirumah kita bisa melakukannya.

Justru yang sering kita dengar dan membuat hati ini miris dan berduka, istri yang lari ketakutan karena dikejar-kejar suaminya yang sedang marah, yang dimana jika kita bertanya bagaimana keadaan rumah tangganya, tiba-tiba airmata yang keluar, tampak kesedihan dan kebencian diwajahnya. Yang hadir adalah rasa takut, jengkel, duka dan lara bila mendengar suaminya di sebut. Sebab yang tergambar dalam benaknya adalah masa-masa yang penuh penderitaan, penganiayaan, dan duka nestapa yang dijalaninya bersama suaminya.Tidakkah para suami membaca hadits ini? Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Rasulullah bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap istrinya” (HR.Tirmidzi, Ibnu Hibban, hadits hasan shahih). Dalam suatu lafazh dari hadits Aisyah di sebutkan: “Yang paling lemah lembut diantara mereka terhadap keluarganya.”(HR. Tirmidzi dan Hakim).Dalam riwayat lain, juga dari Aisyah disebutkan: “Yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada keluargaku” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya).

Ironis memang, dan inilah yang penulis dapati bahkan telah menjadi slogan di negri ini (Saudi Arabia) 3 hal yang senang dilakukan sebagian kaum lelaki disini pertama senang bergonta-ganti telpon genggam (HP) kedua mereka senang bergonta-ganti mobil dan yang ketiga mereka senang bergonta-ganti istri, waliyyadzubillah. Kepada Allah kita memohon pertolongan, istri bagi mereka disamakan dengan telepon genggam dan mobil. Mereka tidak berusaha mengurus rumah tangga dengan baik.

Kecenderungan mereka adalah bersenang-senang dengan para wanita serta mencari kenikmatan dari setiap wanita, sehingga hal itu menjadikan mereka sering melakukan thalak dan nikah.Padahal Rasulullah telah bersabda: “Aku tidak menyukai laki-laki yang senang mencicipi wanita dan wanita yang senang mencicipi laki-laki” (HR. Thabrani dan Daruquthni). Semoga Allah memberi mereka hidayah dan menunjuki mereka kejalan yang lurus, amin.

Hal lain yang sering dilakukan para suami adalah seringnya mereka memukuli para istri ketika mereka sedang emosi atau marah. Mereka beralasan dengan memukul istri maka istri mereka akan takut kepada suami, suami menjadi berwibawa. Padahal bila mereka mau sedikit melirik kepada Rasulullah, beliau adalah manusia yang paling berwibawa akan tetapi tidak pernah ditemukan beliau memukul istri-istrinya tangan beliau hanya digunakan untuk memukul musuh-musuh Allah. Wahai para suami yang senang memukuli istri takutlah kepada Allah dan camkanlah hadits berikut ini: Dari Muawiyah bin Haidah dia berkata: Aku bertanya,Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang diantara kami atas dirinya?Be liau menjawa:”Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau mengenakan pakaian, janganlah memukul muka, janganlah engkau berdoa agar Allah memburukannya dan janganlah engkau menghindarinya kecuali di dalam rumah” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Hibban) dan juga sabda beliau: “Berlemah lembutlah terhadap wanita” (HR. Bukhari {no.6018,6059,6066} dan Muslim {no.5989, 5992})

Wahai para suami, setiap rumah tangga tentu mempunyai problema, karena memang demikianlah sebagai ujian dan cobaan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.Sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga dituntut untuk pandai dan cermat menyiasati apa yang terjadi diantara hubungan mereka berdua.

Kelapangan hati untuk meredam emosi akan membawa pada kebaikan dan keindahan. Kehalusan sikap akan mencairkan hati yang beku dan melunakkan gunung yang keras.Lihatlah bagaimana Rasulullah dalam menghadapi kemarahan Aisyah, beliau justru tersenyum menghadapi hal itu dengan penuh kesabaran dan keagungan. Atau engkau bisa melihat kepada Umar bin khattab amirul mukminin ketika sahabat datang ingin mengadukan perihal istrinya justru ia mendapati suara istri Umar lebih tinggi dan nyaring dibandingkan dengan suara Umar.Karena Umar adalah seorang yang bijak, maka ia berkata: “Kehidupan itu harus ditempuh dengan cara yang ma’ruf. Ia adalah istriku.Ia membuatkan untukku roti, mencucikan pakaianku dan melayaniku. Jika aku tidak berlemah lembut padanya maka kami tidak akan hidup bersama”. Tidakkah engkau menyimak perkataan Umar?? Semoga Allah meridhainya beliau adalah seorang Amir al-Faruq yang tegas dan berwibawa yang ditakuti musuh-musuhnya bahkan iblispun takut berpapasan dengannya.Lihatlah bagaimana ia lemah lembut dan mengalah terhadap kemarahan istrinya.Atau sejenak engkau berkaca pada Ali, dalam hadits shahih, rasulullah datang kerumah Fatimah putrinya untuk menanyakan padanya tentang Ali radhiyallahu anhu. Lalu Fatimah radhiyallahu anha menjawab: “Aku telah marah padanya sehingga ia keluar”.(HR. Bukhari no.436 dan Muslim no.6182).Ali memilih keluar daripada bersitegang dan bertengkar dengan istrinya.

Duhai para suami tercinta, engkau berharap istri-istrimu mencintaimu dengan sepenuh hati. Engkau meminta mereka untuk setia dan taat kepadamu. Engkau meminta mereka agar bakti dan kasihnya tercurah padamu. Engkau mendambakan agar mereka merindukanmu ketika jauh darimu. Tapi engkau lupa menyematkan cinta kasih dihati istri-istrimu??.Cukuplah ayat dibawah ini sebagai penutup dan renungan bagi para suami yang mendambakan kebahagiaan dalam rumah tangga mereka di dunia dan akhirat. “dan pergaulilah mereka dengan cara yang patut kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” {An-Nisaa:19}. Wallahu a’lam bis shawwab.

Sumber Bacaan:

    Al-Qur’an dan Assunnah Bicara Wanita, darul Falah, Jakarta.
     Al-Jami Fi fiqhi An-Nisa,Syaikh Kamil Uwaidah, Daarul Kutub Ilmiyah, Beirut, Lebanon

Mengapa Aku Harus Menikahimu?

Muslimahzone.com - Ini adalah kisah seorang pemuda tampan yang shalih dalam memilih calon istri, kisah ini tak bisa dipastikan fakta atau tidak, namun semoga pelajaran yang ada didalamnya dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama Muslimah yang belum menikah semoga menjadi renungan.

Ia sangat tampan, taat (shalih), berpendidikan baik, orangtuanya menekannya untuk segera menikah.

Mereka, orangtuanya, telah memiliki banyak proposal yang datang, dan dia telah menolaknya semua. Orangtuanya berpikir, mungkin saja ada seseorang yang lain yang berada di pikirannya.

Namun setiap kali orangtuanya membawa seorang wanita ke rumah, pemuda itu selalu mengatakan “dia bukanlah orangnya!”

Pemuda itu menginginkan seorang gadis yang relijius dan mempraktekkan agamanya dengan baik (shalihah). Suatu malam, orangtuanya mengatur sebuah pertemuan untuknya, untuk bertemu dengan seorang gadis, yang relijius, dan mengamalkan agamanya.

Pada malam itu, pemuda itu dan seorang gadis yang dibawa orangtuanya, dibiarkan untuk berbicara, dan saling menanyakan pertanyaan satu sama lainnya, seperti biasa.

Pemuda tampan itu, mengizinkan gadis itu untuk bertanya terlebih dahulu.

Gadis itu menanyakan banyak pertanyaan terhadap pemuda itu, dia menanyakan tentang kehidupan pemuda itu, pendidikannya, teman-temannya, keluarganya, kebiasaannya, hobinya, gaya hidupnya, apa yang ia sukai, masa lalunya, pengalamannya, bahkan ukuran sepatunya…

Si pemuda tampan menjawab semua pertanyaan gadis itu, tanpa melelahkan dan dengan sopan. Dengan tersenyum, gadis itu telah lebih dari satu jam, merasa bosan, karena ia sedari tadi yang bertanya-tanya, dan kemudian meminta pemuda itu, apakah ia ingin bertanya sesuatu padanya?

Pemuda itu mengatakan, baiklah, Saya hanya memiliki 3 pertanyaan. Gadis itu berpikir girang, baiklah hanya 3 pertanyaan, lemparkanlah.

Pemuda itu menanyakan pertanyaan pertama:

Pemuda: Siapakah yang paling kamu cintai di dunia ini, seseorang yang dicintai yang tidak ada yang akan pernah mengalahkannya?

Gadis: Ini adalah pertanyaan mudah, ibuku. (katanya sambil tersenyum)

Pertanyaan ke-2

Pemuda: Kamu bilang, kamu banyak membaca Al-Qur’an, bisakah kamu memberitahuku surat mana yang kamu ketahui artinya?

Gadis: (Mendegar itu wajah si Gadis memerah dan malu), aku belum tahu artinya sama sekali, tetapi aku berharap segera mengetahuinya insya Allah, aku hanya sedikit sibuk.

Pertanyaan ke-3

Pemuda: Saya telah dilamar untuk menikah, dengan gadis-gadis yang jauh lebih cantik daripada dirimu, Mengapa saya harus menikahimu?

Gadis: (Mendengar itu si Gadis marah, dia mengadu ke orangtuanya dengan marah), Aku tidak ingin menikahi pria ini, dia menghina kecantikan dan kepintaranku.

Dan akhirnya orangtua si pemuda sekali lagi tidak mencapai kesepakatan menikah. Kali ini orangtua si pemuda sangat marah, dan mengatakan “mengapa kamu membuat marah gadis itu, keluarganya sangat baik dan menyenangkan, dan mereka relijius seperti yang kamu inginkan. Mengapa kamu bertanya (seperti itu) kepada gadis itu? beritahu kami!”

    Pemuda itu mengatakan, Pertama aku bertanya kepadanya, siapa yang paling kamu cintai? dia menjawab, ibunya. (Orangtuanya mengatakan, “apa yang salah dengan itu?”) pemuda itu menjawab, “Tidaklah dikatakan Muslim, hingga dia mencintai Allah dan RasulNya (shalallahu’alaihi wa sallam) melebihi siapapun di dunia ini”. Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) lebih dari siapapun, dia akan mencintaiku dan menghormatiku, dan tetap setia padaku, karena cinta itu, dan ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kami akan berbagi cinta ini, karena cinta ini adalah yang lebih besar daripada nafsu untuk kecantikan.

    Pemuda itu berkata, kemudian aku bertanya, kamu banyak membaca Al-Qur’an, dapatkan kamu memberitahuku arti dari salah satu surat? dan dia mengatakan tidak, karena belum memiliki waktu. Maka aku pikir semua manusia itu mati, kecuali mereka yang memiliki ilmu. Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu, mengapa Aku harus menikahi seorang wanita yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, dan apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, karena wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, tidak akan memiliki waktu untuk suaminya.

    Pertanyaan ketiga yang aku tanyakan kepadanya, bahwa banyak gadis yang lebih cantik darinya, yang telah melamarku untuk menikah, mengapa Aku harus memilihmu? itulah mengapa dia mengadu, marah. (Orangtua si pemuda mengatakan bahwa itu adalah hal yang menyebalkan untuk dikatakan, mengapa kamu melakukan hal semacam itu, kita harus kembali meminta maaf). Si pemuda mengatakan bahwa Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) mengatakan “jangan marah, jangan marah, jangan marah”, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi shalih, karena kemarahan adalah datangnya dari setan. Jika seorang wanita tidak dapat mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apakah kalian pikir dia akan dapat mengontrol amarah terhadap suaminya??

Pelajaran akhlak dari kisah tersebut adalah, pernikahan berdasarkan:

    Ilmu, bukan hanya penampilan (kecantikan)
    Amal, bukan hanya berceramah atau bukan hanya membaca
    Mudah memaafkan, tidak mudah marah
    Ketaatan/ketundukan/keshalihan, bukan sekedar nafsu

Dan memilih pasangan yang seharusnya:

    Mencitai Allah lebih dari segalanya
    Mencintai Rasulullah (shalallahu ‘alai wa sallam) melebihi manusia manapun
    Memiliki ilmu Islam, dan beramal/berbuat sesuai itu.
    Dapat mengontrol kemarahan
    Dan mudah diajak bermusyawarah, dan semua hal yang sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam.

Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Wanita dinikahi karena empat hal, [pertama] karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466)

(zafaran/muslimahzone.com)

Aku Menanti Namaku Dipanggil ke Surga

Muslimahzone.com – Tulisan ini ditulis oleh seorang Kontributor yang sepertinya tidak ingin disebutkan namanya, kisah berikut hanyalah sebagai penggugah jiwa yang diambil berdasarkan beberapa kenyataan. Terlepas dari itu, semoga tulisan ini dapat menjadi renungan ukhrowi bagi kita semua dan menjadikan kita lebih tunduk kepada Allah. Berikut penuturan kisah Abdullah (hamba Allah).

***

Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada disekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan.

Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia dikumpulkan.

Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku.

“Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku.

“Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku,” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang kukenal. Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan, hari dimana semua manusia akan menerima keputusan akan balasan dari amalnya selama hidup didunia.

Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.

Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku didunia.

Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau jangan- jangan ……… Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang menguasai hari pembalasan.

Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang indah.

Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan.

Terlebih lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah.

“Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku,” pikirku mantap.

Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah- ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku.

Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Alloh melalui Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk kedalam surga sebelum Muhammad masuk.

Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama yang ke surga, diikuti para istri-istri dan keluarga rasul lainnya. Para nabi dan rasul Alloh lainnya pun masuk dalam daftar tersebut.

Yasir dan Sumayyah berjalan tenang dengan predikat Syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu persatu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Alloh akan membuka tabirnya.

Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah.

Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Alloh.

Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran.

Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka.

* Ya Alloh, mereka anak- anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah kuperhatikan. Anak-anak yang selalu menangis kelaparan dimalam hari sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.

* “Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku,” aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangnya ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan.

Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, “Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.

* Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang kehadirannya selalu kutolak,pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan selalu mendapatkan kata “maaf” dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku.

Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tidak kulontarkan, “Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak.”

* Masya Alloh murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga.

* Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah.

“Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan.

Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara,” jelasnya lagi.

Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu Alloh dan berkata, “Ya Alloh, didunia aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surgaMu.

Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara.

“Ibadahmu bukan untuk Alloh, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Alloh, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu,” bergetar tubuhku mendengarnya. Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Alloh.

Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.

Termasuk manakah kita?? tanya pada diri kita masing-masing.

Penulis: Abdullah – Kontributor

Judul asli: Aku dan Surga (Baca dan Renungkanlah)

(zafaran/muslimahzone.com)

Nasehat untuk Hati: Derita Abadi Karena Dengki

Muslimahzone.com - Gelang di tangan orang yang hendak dirampas tidak dapat, cincin di jari sendiri terlucut hilang. Begitulah peribahasa Melayu menggambarkan keadaan orang yang menyimpan rasa dengki. Harapan ingin mendapatkan milik orang tak didapatkan, namun sesuatu yang menjadi milik sendiri dikorbankan. Karena sejatinya pendengki selalu rugi, tak ada keuntungan sedikitpun bagi pendengki. Bahkan, gambaran peribahasa tersebut belum cukup menggambarkan total kerugian orang yang dialami orang yang terjangkiti penyakit dengki.

Derita Para Pendengki

Tak ada yang lebih patut dikasihani melebihi orang yang menderita penyakit dengki. Jika umumnya manusia berpikir dan berbuat untuk sesuatu yang menguntungkan dirinya, atau sekedar menyenangkan hatinya, tidak demikian halnya dengan pendengki. Tak ada keuntungan sedikitpun yang dihasilkan pendengki. Tak ada pula kesenangan hati yang dipanen oleh orang yang hasud.

Kerisauan hati yang tak putus-putus, dialami oleh pendengki saat melihat orang lain mendapat nikmat. Semakin banyak nikmat disandang orang lain, makin menguat gelisah hati pendengki. Ini tidak akan berakhir hingga nikmat tersebut hilang dari orang yang didengki, bahkan terkadang belum terobati juga rasa dengki itu sebelum orang yang didengki tertimpa banyak kerugian. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta’ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, “Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya.” (QS. Ali Imran: 120)

Berbeda dengan kesedihan atau musibah yang dialami oleh orang yang bersabar, kegalauan yang terus menerus dirasakan oleh pendengki adalah musibah berat yang sama sekali tidak mendatangkan pahala, bahkan berpotensi menggerogoti kebaikan, sebagaimana api melalap kayu bakar yang telah kering.

Nabi SAW bersabda, ”Hindarilah oleh kalian hasad, karena hasad bisa memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR Abu Dawud)

Maksud memakan kebaikan adalah menghilangkannya, membakarnya dan menghapus pengaruhnya, seperti yag disebutkan dalam Kitab Faidlul Qadiir. Ini juga menunjukkan bahwa kebaikan itu bisa sirna dalam sekejap jika terbakar oleh kedengkian. Makin besar api kedengkian, makin cepat melalap habis kebaikan. Al-Manawi di dalam at-Taisir bi Syarhi al-Jami’is Shaghir menjelaskan sebab dihilangkannya kebaikan pendengki adalah, “karena orang yang dengki itu berarti menganggap Allah Ta’ala jahil, tidak bisa memberikan sesuatu sesuai dengan proporsinya.” Ia menganggap Allah salah dalam mengalamatkan nikmat dan karunia. Seakan ia lebih tahu dari Allah tentang siapa yang lebih layak untuk mendapatkannya. Sehingga layaklah pendengki dihilangkan kebaikan-kebaikannya. Sungguh rugi para pendengki, selalu risau di dunia, terancam bangkrut di akhirat.

Membahayakan Diri dan Orang Lain

Efek kedengkian semakin parah ketika pendengki berambisi melampiaskan kedengkiannya. Makin kuat kedengkian dan ambisi melampiaskan, makin besar pula dosa dan bahaya yang ditimbulkan. Baik mengenai diri sendiri, maupun orang lain. Bahkan dosa pertama yang dilakukan oleh iblis disebabkan oleh dengki. Dia menganggap dirinya lebih layak mendapat penghormatan daripada Adam. Karenanya, Iblis berani menentang perintah Allah yang menyuruhnya bersujud. Jadilah iblis sebagai makhluk yang terkutuk, dan dipastikan bakal menempati neraka selamanya. Kedengkian berlanjut, Iblis berusaha dan akhirnya berhasil menggelincirkan Adam. Belum puas, Iblis bersumpah untuk menggoda dan menyesatkan semua keturunan Adam selagi mampu. Dari sini lahirlah segala bentuk kemaksiatan dan dosa yang merupakan syi’ar Iblis dan siasatnya untuk menjerumuskan anak Adam. Sekali lagi, ini bermula dari hasad. Maka hendaknya orang yang menaruh kedengkiannya kepada saudaranya segera menyudahi, sebelum melahirkan segala bentuk dosa yang belum terbayangkan sebelumnya.

Pembunuhan pertama yang terjadi di jagad raya yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil juga disebabkan oleh dengki. Qabil tak bisa menerima kenyataan atas nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Habil, saudara kembarnya. Dari sebab yang sepele ini, ketika dipicu oleh dengki, akhirnya berujung kepada pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap saudaranya.

Dan memang, umumnya kedengkian tertuju kepada orang-orang terdekat, saudara, keluarga, teman sejawat, tetangga dan orang-orang yang memiliki ikatan tertentu dengannya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling ingin mendapatkan satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada kepentingan yang mengikat satu sama lain.

Bila Hati Bersih dari Rasa Dengki

Kedengkian bermuara dari hubbud dunya, gandrung terhadap dunia. Baik berupa gila tahta sehingga ia dengki terhadap siapapun yang sedang memegang suatu posisi jabatan yang diinginkan. Atau karena ta’azzuz, gila hormat dan merasa diri lebih mulia. Ia keberatan bila ada orang lain lebih dihormati dari dirinya.

Bagi orang yang memiliki orientasi akhirat, juga ingin damai hatinya di dunia, tentu rasa dengki di hati segera dicampakkannya. Karena tak ada untungnya hati mendengki. Jika ternyata yang kita dengki akhirnya masuk jannah, maka bagaimana mungkin kita sakit hati dan dengki kepada orang yang ternyata menjadi penghuni jannah. Jika ternyata yang didengki masuk neraka, buat apa kita kita iri atas nikmat yang disandang oleh orang yang berakhir dengan pendertaan selamanya. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad bin Sirin, “Apa untungnya saya mendengki orang atas sesuatu dari nikmat dunia, jika ia ahli jannah, maka bagaimana saya akan mendengkinya padahal ia ahli jannah? dan jika ia ahli neraka maka untuk apa dengki terhadap orang yang bakal masuk neraka?”

Bersihnya hati dari rasa dengki juga menjadi andalan amal Saad bin Abi Waqas, sehingga dijanjikan Nabi masuk jannah.

Sahabat Anas bin Malik RDL bercerita, Ketika kami sedang bermajlis bersama Nabi SAW, tiba-tiba belia bersabda, “Sekarang, akan muncul di tengah-tengah kalian salah seorang penghuni jannah.” Tak lama kemudian, seorang Sahabat Anshar di hadapan para sahabat dengan kondisi jenggotnya mengalirkan air bekas wudhunya, kejadian itu terjadi sampai tiga hari. Pada hari ketiga, ia diikuti oleh Abdullah bin Umar ke rumahnya, dengan maksud untuk mengetahui kelebihan amal yang dilakukan orang itu. Akan tetapi Abdullah bin Umar tidak mendapatkan sesuatu yang istimewa pada amalan orang itu.Karena penasaran, beliau bertanya tentang amalan yang menjadi unggulannya. Sahabat Anshar itu menjawab, “Saya tidak memiliki kelebihan apa-apa selain yang kamu lihat. Hanya saja, tidak ada dalam hatiku rasa dendam terhadap sesama muslim dan tidak punya rasa iri (hasad) terhadap sesuatu yang Allah telah berikan kepadanya.”

Allah juga memuji kelebihan sahabat Anshar yang tidak mendengki atas kaum Muhajirin yang mendapatkan banyak keistimewaan,

“Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr 9)

Para ulama ahli tafsir menjelaskan, yang dimaksud dengan,

Yakni, tidak terdapat dalam hati mereka rasa iri dan dengki atas nikmat Allah yang telah diberikan kepada kaum muhajirin, berupa kedudukan, tingkatan, dan penyebutan yang mendahulukan Muhajirin ketimbang penyebutan Anshar.

Ya Allah jagalah hati kami dari sifat iri dan dengki. Amien.

Oleh:  Abu Umar Abdillah

Sumber: http://www.arrisalah.net

Kenalilah Kebahagiaan Jika Ingin Bahagia

Muslimahzone.com – Bahagia, satu kata yang pasti manusia mengetahuinya, namun tidak semua manusia merasakannya.

Jika berbicara tentang kebahagiaan, setiap orang akan melontarkan berbagai alasannya mengapa ia merasa bahagia. Mungkin ada diantara mereka yang berkata “Saya bahagia karena suami saya sangat mencintai saya”, “Saya bahagia karena mempunyai banyak anak”, “Saya bahagia karena mempunyai banyak harta”, “Saya bahagia karena mempunyai ini dan itu”, “Saya bahagia karena memiliki si ini dan si itu” dan sebagainya.

Tetapi, bagaimana kebahagiaan itu yang sebenarnya?

Kebahagiaan adalah satu kata yang diidamkan setiap insan. Namun terkadang kita keliru mengartikan sebuah arti kebahagiaan, sehingga yang kita dapat hanya kebahagiaan semu yang berujung pada kesengsaraan. Banyak yang memandang kebahagiaan ada pada harta berlimpah, istri cantik atau suami tampan dll, namun semua itu tidak bisa mengantarkan pada kebahagiaan hakiki. Jika kita merenungi makna kebahagiaan, kebahagiaan bisa kita menjadi 4 jenis kebahagiaan:

1. Kebahagiaan duniawi

Kebahagiaan jenis ini bisa berupa rasa tenang, lezat atau nikmat, dan aman. Contoh kebahagiaan seperti ini misalnya memiliki harta berlimpah, mendapatkan karunia anak, suami tampan/istri cantik dll. Kebahagiaan ini sangat terbatas dan sewaktu-waktu atau secara tiba-tiba bisa saja terganggu, rusak atau bahkan hilang oleh suatu keadaan yang sudah Allah tetapkan. Kebahagiaan ini berlaku umum baik untuk seorang Mu’min  atau pun Kafir. Misalnya, seseorang mendapat karunia kelahiran anak yang sangat membuat bahagia, kemudian dalam waktu sesaat berubah menjadi kesengsaraan karena si bayi meninggal akibat sakit. Ini hanya hanya sebatas urusan duniawi.

2. Kebahagiaan sejati

Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang tumbuh dari lubuk hati buah dari hasil kedekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Ta’ala lah sumber kebahagiaan sejati. Kedekatan ini terjadi karena peribadatan yang benar, ikhlas dan mengikuti ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikuti Islam yang murni/lurus bukan yang salah atau sesat. Kebahagiaan tidak dapat diganggu atau hilang hanya karena musibah-musibah duniawi, bahkan kebahagiaan inilah yang menjadi penawar hati pahitnya derita dunia. Kebahagiaan ini hanya didapat khusus untuk orang-orang beriman. Inilah yang Allah Ta’ala maskud dalam firman-Nya:

“ Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan“. (Q.S An-Nahl: 97)

3. Kebahagiaan mutlak

Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan mutlak yang tidak diselingi oleh kesengsaraan, derita, gangguan atau kesulitan sekecil apapun juga. Ruh dan raga sudah melebur menjadi suatu wujud yang tak terpisahkan dan tak akan terpisahkan. Kelezatan makanan, minuman, pemandangan dan kenikmatan fisik lainnya menjadi tak terhingga, di Surga nanti, ya..di Surga nanti. Kepayahan di dunia tergantikan dengan kebahagiaan agun yang lestari tak kenal henti, abadi.

Dan ini, hanya teruntuk bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yang mengikuti jalan yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

4. Kebahagiaan memandang Wajah Allah Ta’ala

Inilah kebahagiaan yang mengalahkan kebahagiaan lainnya, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyingkapkan hijab-Nya, sungguh keindahan tiada tara akan didapatkan. Bertemu dengan Allah di akhirat nanti, “bertetangga” dengan-Nya di Surga yang indah, memandang wajah-Nya Yang Maha Indah tak terhingga, adalah kebahagiaan abadi tiada tara, takkan pernah berakhir atau tersisipi kepahitan sedikitpun. Kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan bertemu dan memandang Wajah Allah Rabbul ‘alamin adalah suatu kebahagiaan yang jauh lebih besar melebihi kenikmatan-kenikmatan istana-istana emas di Surga, sungai-sungainya yang bermacam-macam, pohon-pohonnya yang rindang, buah-buahan dan makanan-makanannya yang sangat lezat, kesehatan dan kekuatan yang langgeng abadi, keelokan bidadari yang jelita, serta kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa lainnya yang tak bisa dibayangkan dan dihitung.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (Q.S Al-Qiyamah: 22-35)

Itulah aneka ragam kebahagiaan yang ada, maka berusahalah mengejar kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan semu dengan mengikuti jalan Allah yang lurus. Sebab segala yang bersifat duniawi akan berakhir pada waktunya. Mudah-mudahan akan mengantarkan kita pada kebahagiaan mutlak dan kebahagiaan memandang wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ref: artikel kartu dakwah HASMI

Sakit Hati, Mengapa terjadi?

Apabila ada tiga cawan, yang satunya kosong belum terisi, yang satunya lagi terisi setengahnya, adapun yang ketiganya telah penuh terisi, kiranya cawan yang mana diantara ketiganya yang masih bisa menerima sesuatu? Jawabannya tentu yang masih kosong dan atau yang masih terisi setengahnya. Adapun yang telah penuh maka tidak mungkin lagi bisa menerima sesuatu. Apabila sebuah cawan kita isi dan terus kita isi, maka akankah cawan itu tetap lapang atau bahkan semakin lapang, atau justru cawan itu akan semakin sempit ruangannya?

Kita sepakat bahwa cawan itu akan semakin sempit saja ruangannya seiring dengan semakin bertambahnya isi yang kita masukkan. Tahukah Antum, bahwa ada cawan yang tidak pernah penuh walau terus diisi? Apabila ada cawan yang meski terus diisi tidak akan semakin sempit ruanganya ialah hati.

Hati yang lembut semakin diisi dengan iman dan dengan ilmu yang bermanfaat justru semakin luas dan semakin lapang menghadapi segala sesuatu. Berarti sebaliknya, apabila hati yang lembut ini semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat pasti ia menjadi semakin sesak lagi sempit. Sedangkan sempitnya hati dan sesaknya itulah hakikat sakit hati. Berarti sakit hati akan muncul apabila hati semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Dan ia akan muncul apabila hati terus dikotori oleh sesuatu yang mengotori iman dan meracuninya.

Sakit hati sebab kebakhilan

Salah satu contoh racun hati dan pengekang hati ialah sifat bakhil. Kebakhilan memicu sakit hati. Sebab kebakhilan ialah sebuah sifat yang menahan pemiliknya untuk berbuat kebaikan, dan mencegah pemiliknya dari menuanikan setiap ketaatan dan kemuliaan. Oleh karena kebakhilan itu sedemikian maka wajar apabila sifat bakhil ini memicu sempitnya hati dan memicu sakit hati. Wajar apabila bakhil ini menyempitkan dada dan menghilangkan kesabaran. Wajar apabila ia mencegah lapangnya dada dan mengecilkan serta mengerdilkan jiwa dan meneyedikitkan kegembiraan. Sebaliknya ia justru memicu timbulnya banyak gundah dan gulana. Memicu timbulnya kedukaan dan kepenatan. Sehingga tak kuasa lagi ia menunaikan hajat kebutuhannya dan tidak lagi bisa membantu mendapatkan sesuatu yang dicari. Sebab balasan itu setimpal dengan amalan.

Sakit hati sebab kejelekan dan dosa

Di antara perkara yang memicu timbulnya sakit hati ialah banyaknya kejelekan dan dosa-dosa. Perhatikanlah firman Alloh ta’ala berikut ini:

    Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Alloh itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar: 10)

Pada ayat tersebut Alloh subhanahu wata’ala menyebutkan, sebagaimana pada beberapa ayat semisal lainnya, bahwasannya Dia azza wajalla akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan atas kebajikan-Nya subhanahu wata’ala dengan dua balasan sekaligus, yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Ini berarti bahwa perbuatan baik itu berhak mendapatkan balasan yang disegerakan, dan perbuatan jelek pun akan mendapatkan balasan yang disegerakan, dan memang seharusnya demikian. Bila saja tidak didapati balasan atas orang-orang yang berbuat kebajikan selain dari lapangnya dada dari setiap apa yang mendesak hati sehingga hati tetap luas dan gembira serta merasakan kelezatannya terus menerus bergumul dengan Robbnya subhanahu wata’ala dan terus menerus di dalam ketaatan kepada-Nya azza wajalla, senantiasa berdzikir, menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan-Nya atas ruh dan jiwanya, atas kecintaannya kepada-Nya, juga senantiasa menyebut-nyebut dengan dzikir kepada Robbnya, juga kegembiaraannya pada dzikirnya, maka cukuplah ini merupakan seagung-agungnya kegembiaraan. Bahkan ini lebih agung dibandingkan kegembiaraan seseorang yang didekatkan kepada penguasa atas kekuasaannya sekalipun.

Dan sedangkan apa yang kejelekan dibalas dengannya, berupa sempitnya dada, membatunya hati, buyarnya kehendak hati, kegelapannya dan terpecah belahnya, kegundahan dan gulananya, kedukaan serta ketakutan dan kekhawatirannya sebagaimana inilah yang didapati oleh setiap yang masih memiliki perasaan dan kehidupan, bahkan mungkin ia mendapatinya lebih sangat lagi, semuanya merupakan hukuman yang disegerakan, merupakan neraka dunia dan jahannam yang telah tiba. Inilah hakikat pemicu sakit hati.

Sedangkan menghadap kepada Alloh subhanahu wata’ala, kembali kepada-Nya, rela dengan keputusan qodho’ dan qodar-Nya, penuhnya hati dengan kecintaan kepada-Nya, terbiasa berdzikir menyebut-nyebut-Nya, gembira dan senang dengan mengenal-Nya merupakan pahala yang disegerakan dan surga dunia serta kehidupan yang tidak bisa dinisbatkan kepada sesuatu apapun sampi kepada kehidupan para raja sekalipun. Sehingga hati yang demikia tidak akan pernah dihinggapi sakit dan kesempitan.

Sakit hati sebab berpaling dari mengingat Alloh azza wajalla


Di dalam sebuah ayat Alloh azza wajalla berfirman:

    “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha: 124)

Tentang penghidupan yang sempit dalam ayat ini ada yang menafsirkan artinya ialah adzab kubur. Sedangkan yang lebih tepat maknanya ialah penghidupan yang sempit di dunia serta di alam barzakh sekaligus.

Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh-Nya subhanahu wata’ala dia berhak mendapatkan sempitnya dada dan kesulitan dan kepenatan hidup. Dia berhak mendapatkan besarnya rasa takut dan kekhawatiran hidup. Dia juga berhak mendapatkan perasaan rakus yang sangat terhadap dunia dan sangat letih dibuatnya. Bahkan ia akan begitu berduka saat tidak mendapatkan dunia. Seluruh rasa ini ada sebelum ia mendapatkan dunia maupun setelahnya. Sama dan tak berbeda. Dia juga akan mendapati kepedihan dan penderitaan pada setiap perasaannya sesuai dengan besar dan kecilnya, sangat dan lemahnya. Yaitu setiap  kepedihan dan penderitaan yang tak lagi bisa dirasakan oleh hati sebab hati telah terlalu lelap dibuai olehnya dan telah mabuk kepayang dibuatnya. Tidak sesaat pun dia terjaga melainkan pasti ia akan merasakan dan mendapati kepedihan tersebut. Maka iapun segera berusaha menghilangkannya dengan mabuk yang serupa untuk kedua kalinya. Demikianlah ia selama dan seiring waktu-waktu dalam kehidupannya.

Bila demikian keadaannya, adakah kehidupan yang lebih sempit dibandingkan kehidupan yang demikian ini? Duhai adakah hati yang lembut yang masih bisa merasakannya?

Sehingga, hati-hati orang-orang yang suka menyimpang dari syari’at Islam yang mulia, meninggalkan sunah Rosululloh, berpaling dari al-Qur’an, hati orang-oang yang lalai dari Alloh, hati orang-orang ahli maksiat benar-benar berada di dalam jahim sebelum masuk di dalam neraka jahimil akbar, jahim yang lebih besar. Sedangkan hati orang-orang yang baik lagi taat, patuh kepada Alloh dan kepada Rosul-Nya berada di dalam kenikmatan sebelum di dalam kenikmatan yang lebih besar. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:

    “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada di dalam neraka (jahim). (QS al-Infithor: 13-14)

Bagaimana Terapinya?

Tidak ada terapi membahagiakan hati dan memeliharanya dari sakitnya selain dengan iman dan ilmu yang bermanfaat. Yang paling utama ialah iman dengan tauhid yang baik dan ilmu yang baik.

Tidak ada kegembiraan bagi hati, kelezatan serta kenikmatannya, kebaikan serta kelapangannya, selain dengan menjadikan Alloh azza wajalla sebagai tuhannya, penciptanya, Dia saja satu-satunya. Dia azza wajalla yang diibadahi dengan peribadahan di atas puncak apa yang diinginkannya. Dan Dia azza wajalla yang paling dicinta dari seluruh apa saja yang selain-Nya. Begitulah cara membahagiakan hati dan melindungi diri dari sakit hati. Yaitu dengan mengikhlaskan hidup dengan berbagai rona-ronanya hanya untuk Alloh azza wajalla. Dan dengan mengikhlaskan kematian juga hanya demi Alloh azza wajalla.

    “Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam.” (QS al-An’am: 162)

Semoga Alloh memelihara kita dari jeleknya hati dan dari sakit hati, dan semoga Dia membimbing hati kita menuju ikhlas kepada-Nya pada kehidupan dan kematian kita. Amin.

*****

Dari kitab Syifaul alil, Ighotsatul Lahfan, Madarijus salikin, al-Wabilus Shoyyib dan lainnya, oleh Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah.

Menghidupkan Ruh Iman Dalam Keluarga

Layaknya seorang guru, orang tua memiliki tugas memberikan pendidikan yang baik buat anak-anak mereka. Tidak sekadar mentransfer ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak-anak, namun lebih dari itu mereka harus bisa mendidik dengan pendidikan yang paripurna didasari pola penjernihan akidah, ibadah serta tingkah laku dan karakter anak. Anak-anak harus dijauhkan dan dibersihkan dari apa saja yang mengeruhkan pola beragamanya dengan baik dan benar.

Gambarannya, para orang tua harus bisa menjadikan setiap ucapan yang terucap oleh anak-anak dan seluruh tingkah polahnya merupakan cerminan dari bersihnya hati mereka yang penuh dengan cahaya keimanan. Tugas yang tidak mudah dan tidak ringan ini menjadi kewajiban setiap pasangan suami istri secara bersama-sama. Adapun secara khusus, para suami yang juga para bapak dari anak-anak, memiliki tugas mendidik seluruh anggota keluarganya termasuk istri-istri mereka dengan tugas yang sama seperti di atas.

Dengan menyimak siroh (perjalanan hidup) Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam akan kita ketahui bahwa beliau, di samping sebagai seorang nabi dan rosul, juga sebagai seorang pendidik teladan yang bijaksana, sebagai seorang guru yang tak habis-habisnya mentransfer ilmu, seorang juru pengarah yang lurus nasihatnya, besar kasih sayangnya, yang mencintai dan dicintai, serta begitu tulus keikhlasannya. Semua itu beliau lakukan terhadap para istri beliau, anak-anak, keluarga serta seluruh sahabatnya ridhwanullohi alaihim ajma’in. Sehingga kita bisa dapati seluruh mereka yang terdidik di bawah didikan nubuwwah ini benar-benar menjadi generasi yang unggul dan brilian otaknya sebab telah terasah oleh kelembutan-kelembutan iman dan telah terterangi oleh kilauan-kilauan akhlak terpuji dari hati yang suci.

Adab Pendidik Robbani

Menilik sisi kehidupan rumah tangga Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam, sebagai seorang suami juga sebagai seorang bapak, bagaimana Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam telah berhasil mendidik para istri serta anak-anak beliau dan menanamkan keimanan di hati-hati mereka seluruhnya. Berbagai kelebihan yang kiranya masih begitu jauh untuk bisa kita katakan bahwa hal itu telah dimiliki pula oleh para suami, juga oleh para orang tua dewasa ini, namun hal itu akan kita dapati pada diri beliau dan metode pendidikan beliau. Selalu mengucap salam tatkala berjumpa merupakan satu kelebihan beliau. Sehingga beliau tampil sebagai sosok yang dicintai dan begitu mencintai. Beliau selalu tampil dengan raut muka berseri lagi murah senyum. Bahkan beliau menyebutkan:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di hadapan sesamamu adalah shodaqohmu”. (HR. Tirmidzi 2083, Shohihul Jami’ no. 2908)

Beliau selalu bertutur kata lembut dan sopan. Bahkan tatkala melihat suatu kesalahan pada umatnya sekalipun hanya kalimat yang mulia yang keluar dari lisan beliau yang mulia. Bahkan beliau menyebutkan:
 وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Dan tutur kata yang baik ialah shodaqoh”. (Hadits Muttafaqun alaih)

Beliau begitu jauh dari tutur kata yang jelek, jorok, kotor maupun yang menyakitkan. Belau juga jauh dari perkataan yang menghinakan. Beliau selalu memperhatikan adab-adab yang mulia di hadapan umat beliau, termasuk di hadapan para istri, anak-anak, serta keluarga dan umat beliau seluruhnya. Semua ini memberikan pelajaran tentang metode pendidikan iman yang begitu sempurna yang telah dilakukan oleh beliau Shallallahu alaihi wasallam. Sehingga, sebagai seorang bapak, hendaknya meneladani beliau dalam menciptakan dan menumbuhkan ruh iman di dalam rumah tangga serta keluarga.

Upaya Menghidupkan Ruh Iman

Upaya yang bisa dilakukan oleh seorang bapak guna menumbuhkan ruh iman di rumahnya ialah berdakwah. Ia harus menjadi seorang da’i yang baik. Sebab Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam pun memulai tugasnya dengan berdakwah.

Sebagai kepala rumah tangga, seorang bapak hendaknya memulai dakwahnya dari keluarganya yang paling dekat. Merekalah istri-istri serta anak-anaknya. Kemudian dakwah itu diperluas kepada karib kerabat lalu sahabat serta kawan dekat dan seterusnya sampai masyarakat sekitar. Dari lingkup serta sekup yang kecil seperti ini pulalah Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam mulai berdakwah. Kemudian beliau kembangkan lebih luas lagi dan lebih luas lagi sampai akhirnya meluaslah dakwah beliau bahkan sampai ke berbagai negeri.

Selain itu, ia juga harus memulai pembinaan terhadap para istri serta anak-anaknya dengan menguatkan dan memperkokoh akidah tauhid mereka terlebih dahulu. Ia harus memberikan perhatian yang lebih terhadap arti pentingnya akidah tauhid ini. Hal ini sebagaimana yang menjadi perhatian dan inti dakwah Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam, yang akhirnya beliau berhasil membangun sebuah Daulah Islamiyyah (pemerintahan Islam) yang kokoh. Dan siapa saja yang ingin membangun sebuah rumah tangga yang Islami, maka kewajiban seorang bapak ialah memulai dari pembenahan dan pemantapan akidah tauhid ini. Bila tidak, ia tidak akan berhasil dan bahkan yang ada hanyalah kegagalan semata. Jadi, membangun rumah tangga Islami harus dimulai dari membangun hati, yaitu dengan membangun akidah, selanjutnya menancapkan tonggak-tonggaknya yang telah kokoh itu di atas bumi. Dan hanya dengan menerapkan akidah yang mantap ini pada diri kita sendiri, lalu pada diri para istri kita, keluarga, serta anak-anak kita, pertolongan Alloh akan datang dan akan terbukalah pintu keberhasilan.

Ilmu Agama di Rumah

Tugas berdakwah di rumah bagi para suami sebagai kepala keluarga mengharuskan dirinya pandai-pandai dalam memilih aspek-aspek yang harus diperbaiki. Selain itu, ia harus tahu aspek yang mana yang harus didahulukan untuk segera diperbaiki. Aspek penting yang tidak boleh ia lalaikan itu ialah aspek agama. Ia wajib mengajarkan agama kepada istri, anak serta seluruh keluarga. Alloh Azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (٦)  

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. at-Tahrim [66]: 6)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut menyebutkan bahwa, tentang ayat ini adh-Dhohak dan Muqotil berkata: “Merupakan kewajiban setiap muslim mengajarkan keluarganya dari kerabat dan budak-budaknya akan apa yang diwajibkan oleh Alloh atas mereka dan apa yang dilarang-Nya”.

Di dalam sebuah hadits, Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلُ كُلِّ رَاعٍ عَمَّا اِسْتَرْعَاهُ أَحَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَهُ . حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

“Sesungguhnya Alloh Azza wajalla akan menanya setiap pemimpin tentang apa yang telah ia lakukan terhadap kepemimpinannya, apakah ia memelihara (amanah tersebut) ataukah menyia-nyiakannya. Sampai menanyai juga seorang suami tentang (kepemimpinannya) terhadap keluarganya”.[1]

Dari hadits di atas diketahui akan begitu besarnya tanggung jawab yang dibebankan Alloh di atas pundak para suami. Sehingga begitu pentingnya bagi para suami untuk segera menghidupkan aspek agama di rumahnya. Salah satunya ialah dengan memenuhi kebutuhan keluarga terhadap pengajaran agama.

Rajin Ngaji Sunnah

Apa yang bisa dilakukan oleh para suami untuk menunaikan kewajibannya ini?

Kata seorang bijak, “Orang yang tak punya sesuatu tak mungkin bisa memberi”. Maka, kewajiban para suami ialah rajin ngaji sunnah untuk belajar tentang Islam. Yaitu pengajian yang di dalamnya diajarkan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam yang shohih menurut para ulama ahli hadits, yang pemahaman dua sumber tersebut mengacu kepada pemahaman para ulama salaf. Siapakah para ulama salaf itu? Mereka ialah para sahabat Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam, para tabi’in (pengikut para sahabat), dan para pengikut tabi’in,[2] dan para imam-imam ahlus sunnah wal jama’ah yang terpercaya.

Bina Majelis Ilmu

Selanjutnya seorang suami bisa membina majelis ilmu di rumah. Ia ajarkan ilmu yang telah didapat kepada keluarga di rumah. Programkan waktu meski hanya sekali majelis dalam sepekan untuk menyampaikan ilmu tentang sunnah kepada istri dan anak-anak.

Imam al-Bukhori Rahimahullahu dalam kitab shohihnya pada bab pengajaran seorang suami kepada budak perempuannya dan keluarganya menuliskan sebuah hadits berikut:
ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ … وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ { يَطَؤُهَا } فَأَدَّبَهَا ، فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا ، وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ، ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا ، فَلَهُ أَجْرَانِ

“Tiga golongan orang yang berhak mendapatkan dua pahala: … dan seorang laki-laki yang memiliki budak perempuan lalu ia mendidiknya dengan sebaik-baiknya, mengajarinya dengan sebaik-baiknya pula, kemudian ia memerdekakannya dan menikahinya, maka ia berhak mendapatkan dua pahala”.

Ibnu Hajar al-Asqolani Rahimahullahu mengomentari: “Kesesuaian hadits ini dengan judul bab, dalam (kaitannya dengan) budak perempuan, (ditetapkan) dengan nash. Sedangkan (kaitannya dengan) keluarga (hanya), ditetapkan dengan qiyas. (Hal ini) karena perhatian (seorang suami) terhadap keluarga yang (mereka adalah orang) merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Alloh dan sunnah-sunnah Rosul-Nya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatiannya terhadap budak perempuannya.” (Fathul Bari 1/190)

Ajak Istri dan Keluarga Pergi Ngaji

Tidak semua suami cakap menyampaikan ilmu kepada istri dan keluarganya. Bila hal ini yang ada pada diri seorang suami, maka ia hendaknya membuat majelis al-Qur’an di keluarganya. Berupa majlis belajar membaca al-Qur’an, dan yang lebih dari itu ialah majlis mempelajari makna-makna setiap ayatnya dan termasuk juga majlis menghafal ayat-ayatnya. Tentunya ini lebih mudah baginya. Dan jangan lupa mengajak istri serta anak-anak menghadiri majelis-majelis ilmu, pengajian-pengajian sunnah yang disampaikan oleh para alim ulama sunnah yang terpercaya guna menanamkan wawasan ilmu ajaran Islam pada mereka. Hal ini sebagai ganti atas ketidaksanggupannya mengajarkan ilmu-ilmu yang mereka butuhkan.

Hadirkan Cahaya Ilmu dan Harumnya Kesholihan di Rumah

Ilmu itu laksana cahaya penerang, sedangkan orang-orang sholih laksana minyak yang harum mewangi. Rumah kita dan penghuninya tentu membutuhkan penerang serta aroma yang sedap. Dengan keduanya hidup di rumah akan tenang dan damai. Bagaimana seorang suami bisa menghadirkan cahaya ilmu dan harumnya kesholihan di rumah? Seorang suami bisa mengundang seorang yang alim (berilmu) atau para penuntut ilmu syar’i dan orang-orang sholih ke rumah. Dengan kehadiran mereka tentu saja keluarga kita akan senang menyambutnya. Pembicaraan bersama mereka akan diberkahi, berdiskusi dengan mereka akan memberikan manfaat ilmu, bertanya kepada mereka akan didapati kepuasan dan ketenangan hati. Kebaikan seperti ini tentu bisa didapatkan oleh semua anggota keluarga, termasuk istri dan kerabat wanita yang bisa mendengarkan dari balik tabir rumah.

Atau, bila memungkinkan, seorang suami bisa melakukan suatu hal yang mungkin lebih banyak manfaat serta faedahnya bagi kaum wanita. Tidak hanya bagi istri serta kerabat wanitanya semata, namun bagi para mukminat di sekitarnya. Programkan ngaji sunnah khusus untuk kaum wanita, baik ibu-ibu maupun para pemudi muslimah di rumah. Sebagaimana apa yang dulu pernah dilakukan oleh beberapa sahabat wanita yang mulia.

Imam al-Bukhori Rahimahullahu membuat bab dalam kitab shohihnya, “Apakah dikhususkan suatu hari tertentu bagi kaum wanita untuk mempelajari ilmu?” Lalu beliau membawakan sebuah hadits dari sahabat Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa para sahabat wanita mengadu kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam seraya berkata: “Kami dikalahkan oleh kaum laki-laki dalam berkhidmat kepada engkau, maka tetapkan ada suatu hari khusus buat kami dari kesempatan kapan pun terserah engkau.” Maka Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam pun menjanjikan buat mereka suatu hari untuk menemui mereka, untuk menasihati maupun memerintah mereka”.

Ibnu Hajar al-Asqolani Rahimahullahu berkata: “Dalam riwayat Sahl bin Abi Sholih dari ayahnya dari Abu Huroiroh Radhiyallahu anhu, mirip dengan kisah ini, beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Perjanjian kalian ialah di rumah fulanah.” Maka Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam pun mendatangi mereka dan berceramah kepada mereka. (Fathul Bari 1/195)

Hadirkan Perpustakaan di Rumah

Termasuk hal yang banyak dilalaikan oleh para suami ialah menghadirkan buku-buku serta majalah Islam untuk keluarganya. Padahal dengan menghadirkan keduanya ia telah memberikan banyak manfaat buat keluarganya. Perpustakaan di rumah juga membantunya untuk menjalankan proses pengajaran bagi seluruh anggota keluarga. Para istri juga anak-anak tentunya membutuhkan banyak perbendaharaan ilmu, yang tidak cukup mereka menimbanya dari majelis-majelis ilmu langsung. Apalagi waktu mereka banyak habis di rumah. Hal ini hendaknya menjadi perhatian para suami. Hendaknya ia menyediakan wahana penambah ilmu di rumahnya dan menganjurkan para istri serta anggota keluarga untuk memanfaatkannya sebaik-baiknya. Dan perpustakaan di rumah ialah salah satu yang bisa diusahakan. Dengan adanya perpustakaan di rumah akan menjadikan keluarga rajin membaca dan menambah ilmu sendiri yang sangat banyak faedahnya.

Ibnul Jauzi Rahimahullahu pernah mengatakan: “Jalan pencari kesempurnaan dalam menuntut ilmu ialah membaca buku-buku yang telah ditulis dan diwariskan (oleh para ulama). Maka perbanyaklah membacanya, karena Anda akan melihat kedalaman ilmu seseorang dan semangatnya yang tinggi, serta sesuatu yang tak pernah terlintas di benak Anda, hal yang akan menggerakkan keinginan Anda untuk belajar. Ketahuilah bahwa tidak ada sebuah buku (yang ditulis oleh para ulama’) yang tidak memiliki manfaat”. (Shoidul Khothir I/448)

Koleksi Buku-buku dan Majalah Islam

Perpustakaan di rumah tidak harus besar, namun hendaknya memiliki koleksi buku-buku para ulama yang penting dan majalah-majalah Islam yang ditempatkan di tempat atau ruangan yang mudah dijangkau oleh seluruh anggota keluarga agar mudah dan menarik untuk dibaca.

Hal yang sangat disayangkan, bila di rumah-rumah kaum muslimin tidak tersedia mushaf al-Qur’an barang satu kitab pun. Apalagi al-Qur’an yang dilengkapi terjemahan maknanya, lebih sulit didapati adanya. Malah sebaliknya, justru mereka banyak mengoleksi majalah-majalah, tabloid, maupun surat-surat kabar semisal koran dan bacaan-bacaan lain yang tidak memberi didikan yang baik bagi keluarganya. Padahal al-Qur’an ialah pedoman awal dan utama setiap muslim, dan merupakan tali Alloh yang kokoh bagi kaum muslimin. Akankah ia digantikan dengan majalah-majalah dan bacaan-bacaan tersebut sebagai pedomannya?! Ini merupakan sebesar-besar musibah. Sehingga, selayaknya yang menjadi koleksi wajib di perpustakaan rumah ialah mushaf al-Qur’an dan al-Qur’an yang dilengkapi terjemahannya. Lebih baik lagi bila disediakan lebih dari satu biji, namun disesuaikan jumlah anggota keluarga. Kemudian setelah itu bisa dikoleksi buku-buku yang ditulis oleh para ulama ahlus sunnah wal jamaah, yang meliputi buku-buku penting dalam berbagai bidang ilmu agama. Buku-buku tafsir, hadits, akidah, tauhid, fikih, adab-adab Islamiyyah, akhlak, penyucian jiwa, dan lain-lain. Satu hal yang begitu menggembirakan, saat ini buku-buku para ulama dalam berbagai bidang tersebut telah banyak diterjemahkan dan dijual di banyak toko buku di seluruh daerah negeri ini. Bisa juga dikoleksi CD-CD ceramah yang menebarkan ilmu-ilmu para ulama ahlus sunnah wal jamaah yang juga banyak faedahnya.

Dengan melakukan apa yang telah diuraikan di atas, seorang suami insya Alloh akan bisa menumbuhkan ruh iman dalam keluarganya. Demikian, semoga bermanfaat, wabillahit taufiq.
http://alghoyami.wordpress.com/

[1] Hadits hasan riwayat an-Nasa’i  dalam Sunan al-Kubro no. 9174, Ibnu Hibban dalam Shohihnya no. 4569, 4570 dan lafazh ini miliknya, dan at-Tirmidzi dalam Sunannya no. 1807, dihasankan oleh al-Albani dalam Shohihul Jami’ no. 1774.

[2] Mereka ialah yang disebut oleh Alloh Subhanahu wata’ala di dalam QS. at-Taubah [9]: 100

10 Buhul Cinta

Saat suami istri memulai kehidupan berumah tangga, bahkan beberapa saat sebelum perjanjian kuat ikatan pernikahan diikatkan, mereka telah mulai membayangkan indahnya cinta. Bayangan syahdunya cinta itu akan terus menyertai setiap langkah dan kedekatan mereka. Namun apakah artinya sebuah bayangan cinta bagi sepasang suami istri bila tak kunjung menjadi kenyataan?

Anda sebagai suami dan Anda sebagai istri tentunya mendambakan cinta. Agar cinta tak berupa bayangan dan angan-angan semata, agar indah dan teduhnya cinta menjadi kenyataan, agar kepak sayap-sayap cinta semakin kuat membawa Anda terbang, agar cinta itu sendiri terus tumbuh dan berkembang, ada sepuluh buhul cinta yang hendaknya diperhatikan.

1. Katakan cinta saat Anda butuh cinta

Rasa enggan mengungkapkan cinta bisa menjadi masalah mendasar tandusnya kehidupan berumah tangga. Padahal kita semua tahu bahwa semua kita butuh ungkapan cinta.

Sebagai suami, terkadang tidak memahami bahwa istrinya membawa sifat terpuji, malu. Di saat yang sama ia sangat senang dengan belaian lembut sebuah kata cinta dari suaminya. Namun, berapa banyak suami yang telah memberikan kata cinta sebagai hal yang menyenangkan istrinya? Padahal dengan satu kata cinta para istri akan semakin tahu kedudukannya di hati suaminya, bahkan ia akan berusaha dengan kesungguhannya untuk mempertahankan kedudukannya tersebut sebagai imbalan kata cinta. Sehingga suami yang pintar ialah yang dapat melambungkan istrinya dengan kata-kata cinta.

2. Ungkapkan cinta tak hanya dengan kata-kata

Cinta tak mengenal jarak, cinta tak mengenal waktu. Teleponlah istrimu di saat engkau berjauhan, dan katakan sebuah kata cinta kepadanya. Pinanglah ia untuk kedua kalinya. Ingatkan ia dengan pandangan pertama kalian berdua di saat dulu kau meminangnya.

Kelembutan ungkapan cinta Anda tentu akan membuatnya dapat merasakan kekuatanmu, sedangkan kelembutan tingkah Anda akan membuat Anda terlihat sebagai seorang yang terkuat dalam pandangannya.

Seorang istri sedang sibuk buka tutup rak mungil di dapur. Suaminya yang melihatnya bertanya, “Apa yang sedang kau cari? Biarkan aku membantumu mencarinya.” Istrinya berkata, “Tidak, sudahlah, biar aku mendapatkannya sendiri.” Sesaat kemudian istri pun mendapati sesuatu yang dicarinya, lalu ia genggam erat sambil bergumam, “Alhamdulillah.” Suaminya mencoba ingin tahu, istri menyembunyikannya di balik tubuhnya dengan kedua tangannya, dan saat  suaminya cukup penasaran, sambil tersenyum ia lalu menunjukkannya dan berkata, “Ini hanya sebungkus STMJ instan kesukaanmu yang aku sangat senang menyeduhnya untukmu, suamiku.” Subhanalloh.

3. Berterima kasih dan pujilah ia

Yang tidak berterima kasih kepada sesama tentu tak berterima kasih pula kepada Dzat Yang Maha Kaya. Berterima kasihlah dan pujilah istri Anda dengan sejujur-jujurnya. Bukan pujian berlebihan, sebab kejujuran itu sangat sederhana. Pujilah istri Anda dengan wajah, mata dan kata-kata lembut Anda. Pujilah pakaian serta perhiasannya, parfumnya, kelembutannya serta rasa malunya. Pujilah pekerjaannya, kelelahannya, makanan dan minuman yang ia siapkan untuk Anda dan keluarga.

Pujilah ia di saat sendirian, pujilah ia di saat Anda bersama orang lain dan kabarkanlah kepadanya bahwa Anda telah memujinya di hadapan mereka.

Banyak suami yang hanya bisa menanamkan dogma kepada istrinya bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawabnya dan mematuhinya merupakan kewajibannya. Padahal, hal ini justru membuat istri bermalas-malasan dalam melakukan tanggung jawab dan kewajibannya. Dan suami yang pintar adalah yang pandai menghargai pekerjaan istrinya.

4. Ketahuilah apa yang ia suka

Mengetahui apa yang disuka oleh pasangan merupakan salah satu buhul cinta. Hal ini akan menunjang keharmonisan rumah tangga.

Tanyalah kepada istri atau suami Anda, apa yang dia suka. Apabila Anda telah mengetahuinya, simpan baik-baik dalam memori Anda. Di saat pasangan tidak sedang mengingat-ingatnya, Anda bisa meletakkan sesuatu yang disukainya di hadapannya. Apa yang Anda lakukan ini benar-benar akan menjadi pengganti atas ungkapan perhatian Anda kepada pasangan Anda.

Jangan lupa untuk mengetahui apa yang tidak disukainya. Lalu jangan biarkan sesuatu yang tak disukainya itu ada di dekatnya. Jauhkanlah semua yang tidak dia suka. Dengan begitu, Anda telah memberikan sesuatu yang menggembirakannya.

5. Sempatkan berlomba dengannya

Sesungguhnya Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam ketika usia beliau telah mencapai lima puluh tahun, beliau tetap menyempatkan menghibur istrinya dengan berlomba. Perlombaan yang merupakan canda dan hiburan hati serta penyegar pikiran. Ini dia Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam, suatu hari beliau berlomba adu kecepatan lari dengan istrinya, ‘Aisyah Rodhiallohuanha,[1] padahal beliau adalah manusia yang paling sibuk. Namun beliau tidak menjadikan kesibukan sebagai alasan untuk menelantarkan istri-istrinya.

Selain itu, manfaat perlombaan seperti ini akan menumbuhkan rasa percaya dari para istri tentang cinta suami kepada mereka. Maka hendaknya diketahui bahwa mengalah kepada istri atas sesuatu dari berbagai kesibukan adalah kata terbaik untuk mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Dan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam telah memberikan teladan dalam hal ini.

6. Sekuntum senyuman

Senyuman merupakan wujud dari berbagai ungkapan isi hati. Kebahagiaan, kegembiraan, kesenangan, kedamaian, ketenangan dan berbagai keadaan lainnya. Sebaliknya, apatis, murung, cemberut dan semisalnya adalah bentuk ungkapan hati yang tak baik. Tentunya sangat banyak sebabnya.

Tatkala Anda datang kepada istri Anda dengan wajah diam, apatis, murung dan cemberut, berarti Anda telah memberi tugas istri Anda untuk berpikir tentang berbagai hal yang menjadi sebab keadaan Anda. Sehingga istri Anda tidak akan tenang sampai ia mengetahui sebab kemurungan Anda.

Terlebih lagi tatkala istri Anda tidak juga bisa mendapati sebab kemurungan Anda, artinya ia tidak akan pernah tahu siapa Anda saat ini sebenarnya. Sebabnya ialah Anda sendiri yang selalu murung di hadapan istri Anda, yang akhirnya hal sangat buruk yang telah menimpa Anda pun istri tidak mengetahuinya. Dengan demikian, ketika Anda hendak berkisah tentang kegelisahan serta permasalahan Anda, bisa jadi dan sangat mungkin ia tidak akan memperhatikan Anda sebagaimana yang Anda harapkan. Hal seperti ini akan menjadikan Anda marah, dunia menjadi gelap menurut Anda, lalu Anda mulai berkata, “Beginikah sikap seorang istri yang perhatian terhadap suaminya?” Padahal istri Anda tidak bersalah, sebab ia memang benar-benar tidak mengetahui kondisi hati Anda, kapan Anda bersedih dan kapan Anda senang, karena setiap Anda berjumpa dengan istri Anda, hanya wajah murung dan cemberut yang Anda nampakkan.

Maka tersenyumlah dengan keramahan Anda kepadanya, sehingga ia sempat tahu  keadaan Anda dan bisa membantu Anda.

7. Kreatif saat istri sakit

Sakit yang dimaksud di sini ialah saat istri haid, hamil, nifas maupun sakit yang lainnya.

Ketika sedang haid terkadang seorang wanita mengalami nyeri dan sakit berlebih yang dikeluhkannya. Bahkan saat wanita akan haid, sekitar sepekan sebelum haid, dan di saat ia sedang haid, ia mengalami goncangan-goncangan psikis, goncangan emosional dan kejiwaan yang cukup membuatnya tidak bisa mengontrol perbuatannya sendiri.

Demikian juga saat istri sedang hamil, bahwa kehamilan menyebabkan kelemahan dan susah payah.[2] Kehamilan menyebabkan ganggguan psikis yang tak kalah menyiksa. Terlebih lagi saat istri sedang melahirkan. Kebanyakan istri akan merasa ringan dari penderitaan kehamilan dan melahirkan ini apabila ia selalu didampingi oleh orang yang dapat menenangkan jiwanya, membantunya, menyenagkannya. Maka sudahkah suami memberikan suasana yang sesuai kepada istri di saat ia sedang mengandung dan melahirkan anaknya? Kalimat-kalimat cinta dan motivasi apa yang telah suami berikan untuk istrinya di saat-saat sulit seperti ini? Padahal saat ini istri benar-benar butuh ungkapan yang meringankan beban dan membesarkan semangat berjuang.

Jadi, di manakah suami harus memposisikan dirinya? Sesungguhnya istri Anda di saat-saat seperti ini hanya membutuhkan kesungguhan dan keihklasan Anda dalam memahami sisi kejiwaannya. Dengannya ia ingin mengetahui kadar cinta Anda dengan ungkapan rasa cinta dan kasih sayang Anda di saat seperti ini. Berlemah lembutkah Anda kepadanya? Perhatian Anda yang baik atas apa pun yang Anda harus lakukan saat istri sakit merupakan bekal utama melambungkan cinta. Tak sedikitpun Anda boleh menunjukkan sikap kasar. Tak membolehkan ada kekerasan dan keributan di hadapan istri Anda. Semua Anda hadapi dengan optimis dan penuh suka cita. Sebab duka suami saat istri sakit hanya akan membuat sitri beranggapan bahwa sakitnya hanya membuahkan kebingungan dan susahnya suami. Dan ini sama sekali tidak ada baiknya.

8. Khusus bagi para suami

Mengetahui perkembangan karakter istri seiring bertambahnya usia adalah sangat penting. Sebab setiap tangga usia istri Anda memiliki karakter tersendiri yang dengannya ungkapan cinta pun berbeda-beda.

Menurut para peneliti, wanita di suatu daerah pada usia dua puluhan memiliki karakter selalu ingin dimanja. Jiwanya masih labil dan cenderung kekanak-kanakan. Ia selalu ingin coba-coba hal-hal baru. Bahkan ia ingin mencoba-coba segala sesuatu. Ia gemar keluar jalan-jalan bersama suaminya, dan masih senang menjalin hubungan dengan banyak sahabatnya.

Sedangkan wanita pada usia tiga puluhan ia lebih stabil dan mulai berkurang sikap bersantai-santainya. Baginya yang terpenting adalah bagaimana ia mendapat ketenteraman, baik untuk dirinya, suami maupun anak-anaknya. Ia selalu ingin bisa mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya, bahkan ia akan berusaha semampunya untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk rumah tangga serta anak-anaknya. Waktu-waktunya bisa habis demi kebahagiaan rumah tangga dan anak-anak. Hal ini sesuai dengan karakternya yang telah memasuki usia penuh tanggung jawab. Sehingga ia memahami tanggung jawabnya sebagai seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan sebagai ibu bagi anak-anaknya.

Berbeda lagi dengan wanita di usia empat puluhan. Selain ia telah menghabiskan waktu dan kemampuannya untuk kebahagiaan rumah tangga, ia mulai cenderung ingin membantu suami dalam setiap pekerjaannya. Seiring dengan maksud baiknya tersebut, ia merasa ingin selalu dekat dengan suaminya, sehingga ia selalu ingin untuk turut serta bersama suaminya keluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa keinginannya untuk keluar rumah bersama suaminya untuk berjalan-jalan muncul kembali.

Para suami yang memahami karakter istrinya di setiap tangga usianya akan tahu bahwa setiap tangga memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan cintanya. Maka hal ini perlu dipelajari, lalu direncanakan bagaimana ia bisa memenuhi keinginan-keinginan istrinya.

Pada usia dini pernikahan, kelemahlembutan dan memanjakan istri adalah buhul cintanya. Sedangkan di usia pertengahan, para suami wajib ekstra disiplin dan perhatian yang sungguh-sungguh sampai pada masalah atau hal-hal yang kecil sekalipun. Sebab istri saat ini dalam keseriusan melaksanakan tanggung jawabnya. Dukunglah ia meski dengan sesuatu yang Anda remehkan, sebab bisa jadi sesuatu yang Anda remehkan justru akan melejitkan cintanya.

Berbeda lagi di saat usia telah memasuki empat puluhan, maka perhatian dan kebersamaan Anda sangat ia butuhkan. Di saat ini kebersamaan Anda adalah buhul cinta Anda.

Namun demikian, di daerah tertentu dengan lingkungan yang berbeda pula, kemungkinan karakter seorang wanita akan berbeda lagi meski pada tangga yang sama. Di sinilah pentingnya Anda, para suami, memperhatikan usia dan karakter istri Anda, agar Anda tidak salah dalam mengungkapkan cinta Anda.

9. Siapkan kejutan cinta

Bila setiap hari Anda yang selalu mendapati seluruh sudut rumah bersih, rapi dan segar, maka siapkan bagaimana hari ini istri Anda-lah yang terharu, kaget dan gembira mendapatinya.

Bila setiap hari Anda yang selalu mendapati seluruh pakaian telah bersih, licin dan tertata rapi di lemari baju, maka siapkanlah bagaimana istri Anda hari ini yang mendapatinya.

Bila Anda seorang suami yang pintar memasak, masakan Anda buat keluarga di hari ini bisa menjadi kejutan cinta buat istri Anda.

Semua ini perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila memang Anda telah bisa melakukannya, maka setelah istri gembira, kaget dan terharu atas kejutan Anda, jangan lupa untuk membisikkan dengan perlahan di telinga istri Anda sebuah kalimat, “Akulah yang telah merencanakan dan melakukannya untukmu, karena aku mencintaimu.”

10. Jadilah pakaian untuknya

Fungsi pakaian ialah untuk menutupi. Maksud dari buhul cinta tersebut di akhir tulisan ini ialah, jadilah masing-masing Anda sebagai pakaian bagi yang lainnya, yang bisa menutupi apa yang tak disukai.

Di saat suami istri tidak bisa saling menutupi, maka mungkin sekali pihak ketiga akan masuk dan bisa saja merusak hubungan suami istri tersebut. Sebab di saat itu berarti mulai lemahlah hubungan perasaan antara keduanya.

Seorang istri atau pun suami tidak akan memaafkan apabila aibnya diketahui oleh orang lain sebab pasangannya yang membukanya. Namun tatkala pesan-pesan yang tersampaikan kepada istri atau kepada suami ialah pesan-pesan isyarat bukti cinta, bahwa Anda telah membela dan menutupi aibnya di hadapan orang lain, maka jadilah isyarat ini sebagai buhul cinta. Sebab sama saja artinya Anda telah mengatakan kepada istri atau suami Anda, “Aku mencintaimu, maka aku pun melindungimu.” Barokallohu fiikum.