About

Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Tuhan Rahmat dan salam untuk Nabi Muhammad Saw. Rasul pilihan. Syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat-Nya, karena hanya dengan rahmat-Nya jualah saya dapat membangun sebuah blog ini, dengan suatu harapan agar kita semua selalu dapat menjalin silaturrahmi dan hubungan baik serta berbagi informasi.Dengan adanya blog ini, kita dapat saling bertegur sapa lewat dunia maya. Blog ini sebagai wahana untuk knowledge sharing dan melengkapi kebutuhan kita semua untuk mencari informasi di dunia maya (internet). Besar harapan adanya flashback, masukan serta kritik membangun dalam rangka pengembangan dan pengayaan content dalam blog kami. Semoga memberi banyak manfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

17 Okt 2012

Berdoa Hanya Kepada Allah Semata

Apa hukum berdoa kepada selain Allah?
Al-Hamdulillah. Allah Subhanahu wa Ta'ala dekat dengan para hamba-Nya. Allah mengetahui kedudukan mereka, mengabulkan permohonan mereka dan tidak ada sedikitpun urusan mereka yang tidak Dia ketahui."Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit." (QS. Ali Imran : 5)
  Hanya Allah semata yang menciptakan kita dan memberi rezeki kepada kita. Di tangan-Nya jua-lah kekuasaan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Firman Allah:
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Maa-idah : 120)

Di tangan Allah-lah segala kebaikan. Apabila Allah memberikan perintah dalam Kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya, harus ditaati dan dituruti. Firman Allah:
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al-Anfaal : 24)

Allah yang Maha Kuasa dapat mendengar doa para hamba-Nya di setiap tempat dan waktu dengan pelbagai kebutuhan dan bercorak ragam bahasa mereka. Sebagaimana firman Allah:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah : 186)

Allah telah memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya dengan suara perlahan, dengan tunduk dan pasrah. Firman Allah:
"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.." (QS. Al-A'raaf : 55)

Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki segala kekuasaan dan segala pujian. Dan Allah juga menguasai segala sesuatu. Langit dan bumi serta segala yang terdapat di dalamnya bertasbih kepada Allah, sebagaimana firman Allah:
"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.." (QS. Al-Israa : 44)

Allah telah mengancam orang-orang yang takkabur dan enggan beribadah serta berdoa kepada-Nya dengan Neraka Jahannam. Firman Allah:
"Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk naar Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mukmin : 60)

Berdoa kepada Allah harus dengan cara yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Di antaranya berdoa kepada Allah dengan menjadikan Asma Allah Al-Husna sebagai perantara.
"Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raaf ; 180)

Misalnya kita ucapkan: "Wahai Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) kasihanilah kami; wahai Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun) ampunilah kami; wahai Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi rezeki, berikan rezeki kepada kami," dan sejenisnya.

Apabila seorang hamba berdoa kepada Allah, terkadang Allah memberikan apa yang dia mohon, dan terkadang Allah menghindarikan dirinya dari bahaya yang lebih besar daripada permohonan yang dia minta; atau bisa jadi Allah menyimpan pahala doanya itu hingga Hari Akhir nanti. Karena Allah memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah berfirman:

"Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu." (QS. Al-Mukmin : 60)

Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya semata, dan memperingatkan kita agar tidak beribadah kepada syetan. Allah berfirman:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus." (QS. Yaasin : 60-61)

Berdoa kepada selain Allah untuk memenuhi kebutuhan atau menolak bala atau untuk mencari kesembuhan dari penyakit kesemuanya dapat mengotori akal dan membutakan mata hati. Allah berfirman:
"Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita.." (QS. Al-An'aam : 71)

Sesungguhnya berdoa kepada dzat yang tidak dapat memberikan manfaat dan mudharrat, yang tidak mampu memerintah dan melarang, tidak mampu mendengar dan tidak mampu memperkenankan doa, baik itu dari kalangan para nabi dan rasul, jin atau malaikat, bintang-bintang atau benda langit lainnya, pepohonan dan bebatuan serta orang-orang yang sudah mati, kesemuanya adalah kezhaliman yang besar, merupakan kesesatan dari jalan yang lurus dan perbuatan syirik terhadap Allah yang Maha Agung. Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim". (QS. Yunus : 106)

Juga firman Allah:
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka." (QS. Al-Ahqaaf : 5)

Berdoa kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan merupakan dosa besar, bahkan dosa terbesar. Segala bentuk dosa bisa diampuni oleh Allah bagi siapa yang Allah kehendaki, kecuali dosa syirik. Sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisaa : 48)

Pada Hari Kiamat nanti Allah akan mengumpulkan orang-orang musyrik dan setiap orang yang beribadah kepada-Nya, namun para sesembahan tersebut akan berlepas diri dari mereka, bahkan mengingkari penyembahan mereka. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. ( Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Faathir : 13-15)
Dari kitab Ushul Ad-Dienil Islami oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri

Iman dan Taqwa Landasan Mencapai Kesuksesan

Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan hikmah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah ta’ala:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh"
(QS. Adz Dzariyaat:56-58)

Allah ta’ala telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik.
Sehingga Allah ta’ala pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami."(QS. Al Mu’minuun : 115)

Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah ta’ala tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, kemudian tidak dimintai pertanggungjawaban atas semua perilakunya di dunia ini. Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) surga atau neraka.

Adapun orang-orang kafir dan musyrik dan sejenis mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa mereka diciptakan di kehidupan dunia ini seperti di ciptakannya binatang ternak dan agar meninkmati kehidupan ini seperti kehidupan binatang ternak. Keadaan dan pernyataan mereka menyatakan, seperti yang Allah ta’ala ceritakan:
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa."(Al Jaatsiyah. :24).

Lalu Allah menghukumi mereka dengan firmanNya:
"Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."(QS. Al Jaatsiyah :24)

Allah ta’ala juga mengancam mereka dengan api neraka sebagai tempat kembali mereka dengan sebab keyakinan tersebut, dalam firmanNya:
"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang.Dan neraka adalah tempat tinggal mereka."(QS. Muhammad : 12)

Karena mereka tidak beriman kepada kebangkitan dan hari pembalasan dan tidak juga beriman kepada negeri akherat! Sehingga mereka seperti orang-orang kafir dan munafiq yang Allah ta’ala sifatkan dengan firmanNya:
"Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)"(QS. Al Baqarah : 18)

Sedangkan orang kafir Allah ta’ala nyatakan:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti."
(QS. Al Baqarah : 171)

Maknanya mereka tidak mau mendengarkan kebenaran, dan seandainya mau mendengarkan pun mereka tidak mau menerimanya. Mereka tidak berbicara dengan kebenaran, seandainyapun mereka berbicara tentu tidak akan dikerjakan dan diamalkan. Bahkan mereka memperturutkan kemauan hawa nafsunya sehingga jadilah mereka seperti kedudukan hewan!.
Kemudian Allah ta’ala membuat permisalan lain dalam firmanNya:
"Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja."(QS. Al Baqarah : 171)

Allah ta’ala jadikan mereka seperti onta dan kambing yang dipanggil penggembalanya, namun hewan-hewan tersebut tidak bisa memahami panggilannya, dan mereka hanyalah mendengar suara dan mengikuti sumbernya. Ini adalah permisalan buruk untuk mereka.
Sepatutnya seorang muslim mengambil pelajaran dan menjauhkan diri dari meniru mereka, itu dengan memiliki pandangan jauh, pendengaran yang dapat mengambil manfaat dan akal yang berfikir tentang hal-hal yang bemanfaat.
Demikianlah, seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan proporsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah ta’ala dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu, orang yang paling sukses dan paling mulia di sisi Allah ta’ala adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal"
(QS. Al Hujuraat:13)

Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:

1. I’tishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah ta’ala dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal ini pun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;

2. I’tishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dari seluruh rintangan dan halangan dalam mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab, seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.

Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan:
Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I’tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan di atas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I’tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I’tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan.
[Pernyataan beliau diambil dari kitab Bada’i Al Tafasir Al Jaami’ Litafsir imam Ibni Qayyim Al Jauziyah, karya Yasri Al Sayyid Muhammad, terbitan Dar Ibnul Jauzi 1/506-507.>

Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.

Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah ta’ala anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.
Mudah-mudahan bermanfaat

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Tanya: Bagaimana kedudukan "kesabaran" dalam Islam?  Terhadap apa saja seorang muslim harus bersabar?
 
Jawab:
Mengimani qadha dan qadar termasuk salah satu rukun iman. Iman seorang muslim hanya dapat sempurna apabila ia mengetahui bahwa segala yang menimpanya tidak akan mungkin meleset. Dan segala yang meleset darinya tidak akan mengenainya. Juga bahwa segala sesuatu itu terjadi dengan takdir dan ketentuan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.." (Al-Qamar : 49)
Kesabaran dalam iman itu ibarat kepada pada tubuh. Kesabaran adalah sifat mulia, hasilnya juga terpuji. Orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala yang tidak terputus. Allah berfirman:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas." (Az-Zumar : 10)
Segala musibah dan cobaan yang terjadi di dunia, pada diri, harta, keluarga atau yang lainnya, semua itu sudah diketahui oleh Allah sebelum terjadi dan sudah Allah tuliskan pula dalam Al-lauh Al-Mahfuzh. Firman Allah:
"Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.." (Al-Hadid : 22)
segala musibah yang menimpa manusia, maka itu merupakan kebaikan baginya, mungkin ia mengetahui mungkin juga tidak mengetahuinya. Karena Allah hanya menetapkan takdir yang lebih baik bagi orang tersebut. Sebagaimana firman Allah:
"Katakanlah:"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal". (At-Taubah : 51)
Segala musibah yang terjadi, semuanya dengan ijin Allah. Orang yang beriman kepada Allah akan tahu, bahwa bila Allah menghendaki, musibah itu tak akan terjadi. Akan tetapi Allah menghendakinya, maka musibah itupun terjadi, sebagaimana firman Allah:
"Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu…" (At-Taghaabun : 11)
Segala musibah terjadi dengan ijin Allah. Orang yang beriman kepada Allah, akan diberi petunjuk pada hatinya. Allah itu Maha Pengetahui segala sesuatu. Pahala dari kesabaran adalah Surga. Allah berfirman:
"Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (At-Taghaabun : 11)
Apabila seorang hamba sudah menyadari bahwa musibah itu semuanya berasal dari takdir dan ketentuan Allah, maka ia harus bersabar dan berserahdiri. Pahala kesabaran adalah Surga, sebagaimana firman Allah:
"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) jannah dan (pakaian) sutera.." (Al-Insaan : 12)
Mengajak kepada jalan Allah adalah satu misi yang agung, karena orang yang melakukannya menghadapi banyak cobaan dan rintangan. Oleh sebab itu Allah memerintahkan bersabar dalam mengajak menuju jalan Allah. Firman Allah:
"..Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati.." (Al-Ahqaaf : 35)
Allah telah memberikan bimbingan kepada kaum mukminin apabila mereka terkotak-kotak karena satu persoalan, atau tertimpa satu musibah, hendaknya mereka memanfaatkan kesabaran dan shalat agar Allah menghilangkan kesedihan mereka dan mempercepat datangnya kemenangan mereka. Firman Allah:
"..Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah : 153)
Seorang mukmin wajib bersabar terhadap takdir Allah, bersabar untuk taat kepada Allah dan bersabar untuk menghindari maksiat terhadap Allah. Orang yang bersabar, akan diberikan pahala tanpa batas oleh Allah di Hari Kiamat nanti. Allah berfirman:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas." (Az-Zumar : 10)
Secara khusus, seorang mukmin mendapatkan pahala dalam keadaan susah dan senang. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sungguh ajaib keadaan seorang mukmin, karena seluruh kondisinya adalah baik baginya. Hal itu hanya berlaku bagi seorang mukmin saja. Apabila ia mendapatkan kesenangan, lalu ia bersyukur, itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa musibah, lalu ia bersabar, maka itupun menjadi kebaikan baginya." (HR. Muslim No. 2999)
Allah memberi bimbingan kepada kita apa yang harus kita ucapkan ketika tertimpa musibah. Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang bersabar memiliki kedudukan mulia di sisi Rabb mereka. Firman Allah:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, ((yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah : 155-157)
Sumber: Islamqa
Dari buku Ushuliddien Al-Islami tulisan Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri

Sifat Orang-Orang Yang Beriman

Segala puji bagi Allah Yang Tinggi:
قال الله تعالى:﴿ الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى فَجَعَلَهُ غُثَاء أَحْوَى ﴾
“Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman”. QS. Al-A’la: 2-5.
قال الله تعالى:﴿ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى وَإِن تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى ﴾
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi”. QS. Thaha: 6-7.
Aku memuja Allah Yang Maha Suci, Raja Yang Maha Benar dan Nyata, Yang bersemayam di atas Arasy dan memiliki kerajaan. Rahmat dan ilmuNya meliputi segala sesuatu. Dan kepadaNya-lah orang-orang yang berakal dan berilmu memanjatkan segala btnuk pujian. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali  Allah, yang tiada sekutu bagiNya, Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang rahasia dan tersembunyi.
قال الله تعالى:﴿ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴾
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS. Al-Mujadilah: 7
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, yang menyeru kepada ketaqwaan. Beliau adalah orang yang paling mengenal tuhannya, paling baik dalam beribadah dan taat pada perintah Tuhannya, itulah jalan petunjuk yang diberikan kepadanya. Tidak ada jalan kebikan kecuali dia menunjukkan umatnya pada jalan tersebut dan tidak ada jalan keburukan kecuali beliau memperingatkan umatnya agar mereka tidak tenggelam padanya. Maka sangat pantas jika taat kepada Rasulullah disejajarkan dengan taat kepada Allah, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah:
قال الله تعالى:﴿ مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴾
Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. QS. Al-Nisa’: 80.
Ya Allah!, curahkanlah shalawat dan salam kepada hambaMu dan RasulMu, Muhamad dan kepada keluarga serta seluruh para shahabatnya, sebagai mercusuar dalam bidang ilmu dan petujnjuk, menara keadilan dan ketaqwaan, mereka adalah shahabat terbaik yang membenarkan Rasulullah, mengikuti sunnah beliau dan menjalankan ajaran beliau baik perintah beliau, atau perbuatan dan amal beliau. Allah Yang Maha Tinggi memuji mereka di dalam firmanNya:
قال الله تعالى:﴿ مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴾
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. QS. Al-Fath: 29.
Amma Ba’du
Wahai sekalian manusia bertqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan sadarilah pengawasan Allah dengan kesadaran sebenar-benarnya, kesadaran orang yang memang mendengar dan melihat peringatan. Disebutkan di dalam hadits riwayat Abdullah bin Umar semoga Allah meredhai keduanya: bahwa seorang lelakai yang berwibawa dan tanang masuk kepada Rasulullah shallallau alaihi wa sallam pada saat kami sedang duduk-duduk di sisinya lalu lelaki tersebut bertanya kepadanya: “Wahai Muhammad apakah iman itu?.  Rasulullah shallallau alaihi wa sallam menjawab: Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para rasul dan hari akhir dan beriman kepada qodar Allah, yang baik dan yang buruk”.  Orang tersebut berkata: Engkau benar. Kamipun terheran-heran dengan pertanyaan dan pembenaran yang diucapkannya.  Kemudian dia bertanya kembali: Apakah yang dimasud dengan ihasan?. Beliau menjawab: Engkau menyembah Allah sakan-akan dirimu melihatNya dan jika engkau tidak melihatNya maka sungguh Dia telah melihatmu. Sang penanya berkata kembali: Engkau benar, maka kamipun semakin terheran-heran dengan pertanyaannya dan pembenarannya.  Kemudian dia bertanya kembali:  Wahai Muhammad kapankah kiamat itu terjadi? Rasulullah shallallau alaihi wa sallam menjawab: Tidaklah orang yang ditanya lebih megetahui dari orang yang ditanya. Kemudian lelaki tersebut pergi, lalu Rasulullah shallallau alaihi wa sallam bertanya kepada kami: Apakah kalian mengetahui siapakah yang datang tadi?. Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahuinya. Rasulullah shallallau alaihi wa sallam Menjawab: Ini adalah Jibril dia datang guna mengajarkan kepada kalian tentang perkara agama kalian”. HR. Muslim.
Renungkanlah hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya dan ketahuilah bahwa terlalu lama kalian telah berpaling dari berita besar baik karena merasa berat dan atau karena kebodohan dan sibuk dengan harta dunia yang rendah, sehingga kalian justru lebih mememntingkan perkara yang  memalingkan kalian dari jalan yang lurus dan jalan petunjuk.
Dahulu, para salafus shaleh menyembah Allah sekan-akan mereka melihatNya, namun jika mereka tidak meilhatNya maka mereka tetap ikhlas dalam beribadah, bersyukur terhadap nikmat-nikmatNya, takut kepadaNya sebab Allah senantiasa melihat mereka.
Sesungguhnya perumpamaan keimanan di dalam sanubari seorang muslim sama seperti pohon yang baik, menghasilkan buah yang baik, dan amal shaleh adalah buah dari keimanan, yang akar-akarnya telah tumbuh di dalam qalbu para salafus saleh dan tumbuh subur di dalam hati setiap orang yang beriman setelah mereka, sehingga dengannya mereka disifati dengan sifat keberuntungan yang paling tinggi, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah:
قال الله تعالى:﴿ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴾
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. QS. Al-Mu’minun: 1-11.
Allah Subahnahu Wa Ta’ala menyebutkan pada pembukaan amal saleh mereka bahwa mereka khusyu’ di dalam shalat mereka. Khsyu’an mereka bersemayam di dalam hati mereka dan tercermin di dalam amal mereka. Mereka menundukkan pandangan mereka, menjaga lisan mereka dari perkataan yang sia-sia, menunaikan hak Allah pada harta mereka, menjaga kemaluan mereka, menepati janji-janji mereka dan menunaikan amanah mereka. Mereka meyakini bahwa shalat adalah tiang agama, Yang membedakan mereka dengan yang selain mereka adalah penyebutan awal tentang mereka dengan kata sifat, yaitu khusyu’ dalam shalat, lalu menyebut sifat mereka dengan keteguhan menjealankan shalat, bersabar atasnya, menunaikan shalat tepat pada waktunya, secara berurtan tanpa terputus-putus, maka dengannya mereka berhak mendapat surga Firdaus, di mana mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.

Sungguh benar Rasulullah shallallau alaihi wa sallam di dalam sebuah sabdanya ketika beliau melihat seorang lelaki yang sedang mempermainkan jenggotanya saat shalat:  Seandainya hatinya khusyu’ dalam shalat maka anggota badannyapun juga ikut khusyu’”. HR. Al-Hakim dan Al-Turmudzi.
Dan sabda Rasulullah shallallau alaihi wa sallam:  Bagaimanakah pendapat kalian jika sebuah sungai mengalir di depan pintu salah seorang dari kalian dan dia mandi padanya lima kali sehari apakah ada dari dakinya yang tersisa. Para shahabat menjawab:  Tidak wahai Rasulullah, tidak akan tersisa sedikitpun dari dakinya pada badannya. Lalu Rasulullah shallallau alaihi wa sallam bersabda: Demikianlah dengan shalat yang lima waktu Allah menghapuskan dosa dan kesalahan dengannya”.  Muttafaq Alaihi.

Bertaqwalah wahai para hamba Allah dan ikutilah jejak orang-orang shaleh, arahkanlah segala upaya untuk taat kepada Allah, maka dengannya kalian akan menjadi orang beriman yang beruntung dengan mendapat surga na’im dan ingatlah hari di mana setiap makhluk menghadap Allah dan setiap mereka mendapatkan balasan masing-masing, dan janganalah kalian menjadi orang yang berpaling dari mengingat Allah dan tidak menghendaki kecuali kehidpan dunia, bahkan kalian harus menjadi seperti orang yang difirmankan oleh Allah Subahnahu Wa Ta’ala:
قال الله تعالى:﴿ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَخْبَتُواْ إِلَى رَبِّهِمْ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ الجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga mereka kekal di dalamnya.. QS. Hud: 23.

قال الله تعالى:﴿ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴾
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. QS. Luqman: 33-34.
Semoga Allah memberikan keberkahannya bagiku dan bagi kalian semua di dalam Al-Qur’an yang mulia, dan Allah memberikan manfaat bagiku dan bagi kalian dengan ayat-ayat  Allah Yang Maha Bijaksana yang tertera di dalamnya. Hanya inilah yang bisa aku katakan dan aku memohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian serta seluruh kaum muslimin kepada Allah yang Maha Mulia dari segala dosa. Mohonlah ampun kepadaNya dan bertaubatlah kepada Allah, sebab Dia adalah Zat Yang Pengampun lagi Maha Penyayang.

Khutbah Kedua
Segala puji bagi Allah Yang Maha Tinggi, yang telah menciptakan dan menyempurnakan ciptaanNya, Yang telah menentukan dan memberikan petunjuk, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, semoga Allah mencurahkan shalawat dan kesejahteraan yang besar kepada beliau dan kepada para shabat dan pengkut beliau yang kembali memnundukkan diri di hadapan Allah dan berseserah diri dengan sebenarnya.  Amma Ba’du:

Wahai para hamba Allah, bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa karena keimanan adalah dasar setiap kebaikan dan keberuntungan di dunia dan akherat, dan orang yang kehilangan iman akan kehilangan segala kebaikan dalam agama dan dunia serta akherat, karenanya Allah sering menyebutnya di dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk perintah untuk menjaganya atau melarang perkara yang menjadi lawannya, anjuran dan penjelasan tentang sifat-sifat orang yang beriman dan balasan mereka baik di dunia atau akherat.

Allah mensifati orang-orang yang beriman di dalam kitabNya dengan prilaku mereka yang membenarkan dan tunduk kepada aqidah yang menjadi landasan agama ini, mencintai apa yang dicintai dan diredhai Allah dan mengamalkan perintah Allah, serta menjauhi dan waspada terhadap segala perkara yang dimurkai oleh Allah dengan kembali dan taubat kepadaNya dalam segala keadaan. Dan keimanan mereka membuahkan hasil yang baik dalam amal dan akhlak mereka.
Allah mensifati orang-orang yang beriman dengan sikap mereka yang taat, mendengar perintah dan tunduk baik secara lahir dan batin terhadap perintah Allah dan RasulNya. Allah mensifati mereka bahwa badan mereka mereka gemetar, mata-mata mereka menumpahkan air mata, hati mereka luluh dan tenang saat mendengar ayat-ayat Allah dan mengingat Allah, dan mereka takut kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terang-terangan, serta mereka dikaruniakan nikmat sementara hati mereka takut dan mereka kembali kepada Tuhan mereka.

Allah mensifati mereka dengan sifat khusyu’ dalam segala kondisi mereka dan di dalam shalat secara khusus, mereka memalingkan diri mereka dari perbuatan sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan mereka kecuali atas istri-istri mereka atau budak-budak milik mereka serta mereka menjaga amanah dan perjanjian mereka.
Allah menyifati mereka dengan sifat di mana mereka berjalan di muka bumi dengan tenang, apabila orang-orang bodoh mencomooh, maka mereka menjawabnya dengan kata-kata yang baik, mereka melalui malam-malam mereka dengan sujud dan berdiri dalam ibadah, mereka moderat, bersikap pertengahan dalam segala keadaan hidup mereka, dalam urusan membelanjakan harta mereka  tidak boros, dan tidak pula pelit namun di antara keduanya, dan mereka tidak mempersekutukan Allah, tidak membunuh jiwa kecuali dengan hak, tidak berzina, tidak bersaksi bohong, dan apabila melewati kumpulan yang sia-sia maka mereka melewatinya dengan sikap mulia, dan apabila mereka diingatkan dengan ayat-ayat Allah maka tidak tesungkur dengan tuli dan buta namun mereka tunduk tersungkur bersujud dan menangis, mereka disifat dengan iman yang sempurna yang tidak ada keraguan padanya, berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, dan Allah juga mensifati mereka dengan ikhlas kepada Allah dalam segala perkara yang mereka kerjakan dan tinggalkan.

Inilah sifat-sifat orang beriman yang mulia, sifat orang beriman yang sebenarnya, yang akan selamat dari segala sebab-sebab siksa dan berhak mendapat pahala yang baik, memperoleh setiap kebaikan sebagai balasan keimanan.
Inilah yang bisa aku sampaikan, ucapkanlah shalawat dan salam kepada Rasul yang membawa peringatan berita gembira, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah di dalam firmanNya:

قال الله تعالى:﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. QS. Al-Ahzab: 56

Oleh: Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir

Keutamaan Sholat Berjamaah di Masjid

Masjid merupakan sebuah tempat suci yang tidak asing lagi kedudukannya bagi umat Islam. Masjid selain sebagai pusat ibadah umat Islam, ia pun sebagai lambang kebesaran syiar dakwah Islam. Alhamdulillah, kaum muslimin pun telah terpanggil untuk bahu-membahu membangun masjid-masjid di setiap daerahnya masing-masing. Hampir tidak dijumpai lagi suatu daerah yang mayoritasnya kaum muslimin kosong dari masjid. Bahkan terlihat renovasi bangunan masjid-masjid semakin diperlebar dan diperindah serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas, agar dapat menarik dan membuat nyaman jama’ah. Semoga semua usaha ini menjadi amal ibadah yang barakah karena mengamalkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang membangun masjid karena mengharap wajah Allah, niscaya Allah akan bangunkan baginya semisalnya di al jannah.” (Al Bukhari no. 450)

Tentunya akan lebih barakah lagi bilamana mampu merealisasikan tujuan dibangunnya masjid. Salah satu fungsi dibangunnya masjid adalah menegakkan shalat berjam’ah di dalamnya. Ternyata, bila kita menengok kondisi masjid-masjid yang ada terlihat shaf (barisan) ma’mum semakin maju alias sepi dari jama’ah. Bahkan ada beberapa masjid yang tidak menegakkan shalat berjama’ah lima waktu secara penuh. Kondisi ini seharusnya menjadikan kita tersentuh untuk bisa berupaya dan ikut serta bertanggung jawab dalam mamakmurkan masjid.
Para pembaca, dalam edisi kali ini akan dimuat pembahasan keutamaan dan kedudukan shalat berjama’ah lima waktu di masjid. Semata-mata sebagai nasehat untuk kita bersama dalam mewujudkan kemakmuran masjid-masjid yang merupakan pusat syiar-syiar Islam dan mewujudkan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang benar-benar beriman kepada-Nya.

Memakmurkan Masjid Ciri Khas Orang-Orang Yang Beriman

Ciri khas yang harus dimiliki oleh orang yang beriman adalah tunduk dan patuh memenuhi panggilan-Nya. Ciri khas ini sebagai tanda kebenaran dan kejujuran imannya kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, bila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang dapat menghidupkan hati kalian…” (Al Anfal: 24)

Allah subhanahu wata’ala telah memanggil kaum mu’minin untuk memakmurkan masjid. Siapa yang memenuhi panggilan Allah subhanahu wata’ala ini, maka Allah subhanahu wata’ala bersaksi atas kebenaran dan kejujuran iman dia kepada-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat.” (At Taubah: 18)

Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i (bermadzhab Syafi’i) seorang ulama’ besar dan ahli tafsir berkata: “Allah subhanahu wata’ala bersaksi atas keimanan orang-orang yang mau memakmurkan masjid.” (Al Mishbahul Munir tafsir At Taubah: 18)
Sesungguhnya termasuk syi’ar Islam terbesar adalah memakmurkan masjid-masjid dengan menegakkan shalat berjama’ah. Bila masjid itu sepi atau kosong dari menegakkan shalat berjama’ah pertanda mulai rapuh dan melemahnya kebesaran dan kemulian dakwah Islam.

Keutamaan Mengerjakan Shalat Berjama’ah Di Masjid

Berikut ini beberapa keutamaan mendatangi shalat berjama’ah di masjid, diantaranya:
1. Mendapat naungan dari Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ

Tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka pada suatu hari (kiamat) yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; (diantaranya) Seorang penguasa yang adil, pemuda yang dibesarkan dalam ketaatan kepada Rabbnya, seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, ….” (Muttafaqun alaihi)
2. Mendapat balasan seperti haji
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الحاَجِّ المُحْرِمِ

Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan berwudhu’ untuk shalat lima waktu (secara berjama’ah di masjid), maka pahalanya seperti pahala orang berhaji yang memakai kain ihram.” (HR. Abu Dawud no. 554, dan di hasankan oleh Asy Syaikh Al Albani)
3. Menghapus dosa-dosa dan mengangkat beberapa derajat (Lihat HR. Muslim no. 251)
4. Disediakan baginya Al Jannah (Lihat H.R. Al Bukhari no. 662 dan Muslim no. 669)
5. Mendapat dua puluh lima/dua puluh tujuh derajat dari pada shalat sendirian (Lihat HR. Al Bukhari no. 645-646)
Demikian artikel pendek ini, semoga bermanfaat

Waktu-waktu Yang Terlarang Untuk Shalat

Waktu-waktu yang terlarang untuk shalat :

 1. Ketika matahari terbit sampai tinggi,
2.Saat matahari di tengah langit, ketika tidak ada bayangan benda di timur dan di barat,

3.Ketika matahari hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam
Dan bolehnya shalat pada waktu-waktu yang dilarang
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu berkata:

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيْهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَانَا: حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ الظَّهِيْرَةِ حَتَّى تَمِيْلَ الشَّمْسُ، وَحِيْنَ تَضَيَّف لِلْغُرُوْبِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Ada tiga waktu di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah kami, yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim no. 1926)
Dalam hadits di atas kita pahami ada tiga waktu yang terlarang bagi kita untuk melaksanakan shalat di waktu tersebut, yaitu:

1. Ketika matahari terbit sampai tinggi
2. Saat matahari di tengah langit, ketika tidak ada bayangan benda di timur dan di barat
3. Ketika matahari hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu disebutkan, termasuk waktu yang dilarang untuk shalat adalah setelah shalat subuh sampai matahari tinggi dan setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920)
Adapun sebab dilarangnya shalat di tiga waktu di atas (pada hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu) disebutkan dalam hadits berikut ini:
‘Amr bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan tentang pertemuannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah setelah sebelumnya ia pernah bertemu dengan beliau ketika masih bermukim di Makkah. Saat bertemu di Madinah ini, ‘Amr bertanya kepada beliau tentang shalat maka beliau memberi jawaban:

صَلِّ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِيْنَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ؛ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُوْرَةٌ، حَتَّى يَسْتَقِلَّ الظِّلُّ بِالرُّمْحِ، ثُمَّّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ حِيْنَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ. فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُوْدَةٌ مَحْضُورَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ

“Kerjakanlah shalat subuh kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat ketika matahari terbit sampai tinggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga tombak tidak memiliki bayangan, kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat karena ketika itu neraka Jahannam dinyalakan/dibakar dengan nyala yang sangat. Apabila telah datang bayangan (yang jatuh ke arah timur/saat matahari zawal) shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga engkau mengerjakan shalat ashar (terus boleh mengerjakan shalat sampai selesai shalat ashar, pent.), kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat hingga matahari tenggelam karena matahari tenggelam di antara dua tanduk syaitan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari.” (HR. Muslim no. 1927)

Al-Imam An Nawawi rahimahullahu berkata, “Umat sepakat tentang dibencinya shalat yang dikerjakan tanpa sebab pada waktu-waktu terlarang tersebut. Mereka juga sepakat bolehnya mengerjakan shalat fardhu yang ditunaikan pada waktu-waktu terlarang tersebut. Adapun untuk shalat nawafil (shalat sunnah) yang dikerjakan karena ada sebab, mereka berbeda pendapat. Seperti shalat tahiyatul masjid, sujud tilawah dan sujud syukur, shalat id, shalat kusuf (gerhana), shalat jenazah dan mengqadha shalat yang luput dikerjakan. Mazhab Asy-Syafi’i dan satu kelompok membolehkan semua itu tanpa ada karahah (kemakruhan). Mazhab Abu Hanifah dan yang lainnya memandang semuanya masuk ke dalam larangan karena keumuman hadits-hadits yang melarang. Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dan orang-orang yang sependapat dengannya berargumen bahwa telah tsabit (shahih) dari perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengqadha shalat sunnah yang mengikuti shalat zuhur setelah shalat ashar (1). Ini jelas menunjukkan tentang bolehnya mengqadha shalat sunnah yang luput dikerjakan pada waktunya. Tentunya kebolehan untuk mengerjakan shalat sunnah yang memang pada waktunya lebih utama lagi. Dan mengerjakan shalat faridhah (wajib) yang diqadha karena luput dari waktunya lebih utama lagi. Termasuk dalam kebolehan ini adalah shalat yang dikerjakan karena ada sebab.” (Al-Minhaj, 6/351)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata setelah membawakan ucapan Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu di atas, “Penukilan ijma’ dan kesepakatan oleh Al-Imam Nawawi perlu dikomentari. Karena, selain beliau telah menghikayatkan dari sekelompok salaf tentang bolehnya shalat di waktu-waktu terlarang secara mutlak sementara hadits-hadits yang melarang tersebut mansukh (dihapus hukumnya) –menurut pendapat Dawud dan selainnya dari ahlu zahir, dan ini yang dipastikan oleh Ibnu Hazm rahimahullahu–; ada pula penghikayatan dari kelompok yang lain tentang larangan secara mutlak dalam seluruh shalat. Didapatkan adanya berita yang shahih dari Abu Bakrah dan Ka’b bin Ujrah tentang larangan mengerjakan shalat fardhu pada waktu-waktu terlarang ini. Ulama yang lainnya menghikayatkan adanya ijma’ tentang bolehnya shalat jenazah di waktu-waktu yang makruh. Namun pendapat ini perlu dikomentari dengan penjelasan yang akan datang pada babnya. Ibnu Hazm rahimahullahu dan selainnya ketika menyatakan mansukh-nya hadits yang menyebutkan waktu-waktu terlarang shalat, mereka bersandar dengan hadits:

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى

“Siapa yang mendapati satu rakaat subuh sebelum matahari terbit maka hendaklah ia mengerjakan rakaat yang berikutnya.”
Maka ini menunjukkan bolehnya shalat pada waktu-waktu yang dilarang.
Namun yang lainnya mengatakan, “Pengkhususan (takhshish) lebih utama daripada menganggap adanya naskh. Sehingga pelarangan ini dibawa kepada pemahaman bahwa yang dilarang adalah shalat yang dikerjakan tanpa adanya sebab. Adapun shalat yang memiliki sebab maka dikhususkan dari pelarangan (yakni boleh dilakukan di waktu-waktu terlarang, pent.) dalam rangka menggabungkan di antara dalil-dalil yang ada.” (Fathul Bari, 2/78)

Penulis Taisirul ‘Allam Syarhu ‘Umdatil Ahkam berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang shalat di waktu-waktu terlarang. Jumhur ulama berpandangan dibencinya mengerjakan shalat di waktu tersebut. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang shahih ini dan selainnya. Zahiriyah berpandangan bolehnya shalat di waktu tersebut. Adapun hadits-hadits yang melarang, mereka mengatakannya mansukh. Namun semua hadits yang mereka anggap mansukh, ulama menjadikannya termasuk bab membawa nash yang muthlaq kepada yang muqayyad, atau membangun yang khusus di atas yang umum. Tidak perlu menghukumi mansukh kecuali bila nash-nash tersebut tidak mungkin dikumpulkan/digabungkan. Sementara nash-nash dalam masalah ini mungkin bahkan mudah dikumpulkan.

Kemudian ulama berbeda pendapat lagi, shalat apa sajakah yang dilarang untuk dikerjakan di waktu-waktu tersebut?
Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah berpandangan yang dilarang adalah seluruh shalat sunnah kecuali dua rakaat thawaf. Mereka berdalil dengan keumuman larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits.
Asy-Syafi’iyyah dan satu riwayat dari Al-Imam Ahmad, serta pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan sekelompok muridnya, yang dilarang adalah shalat-shalat sunnah yang dikerjakan tanpa sebab. Adapun yang memiliki sebab seperti shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk masjid, shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu, maka dibolehkan ketika ada sebabnya di waktu apa saja. Dalil mereka dalam hal ini adalah hadits-hadits khusus yang menyebutkan tentang shalat-shalat ini sebagai pengkhususan bagi hadits-hadits yang berisi pelarangan secara umum (2).

Dengan pendapat ini terkumpullah dalil-dalil seluruhnya dan bisa diamalkan seluruh hadits dari dua pihak yang berbeda pendapat.
Kemudian ulama berbeda pendapat lagi, apakah larangan yang ada dimulai pada waktu subuh dari mulai terbitnya fajar kedua atau dimulai dari pengerjaan shalat subuhnya?
Hanafiyyah berpendapat pelarangan dimulai dari waktu terbitnya fajar kedua. Pendapat ini juga masyhur dari mazhab Hanabilah. Mereka berdalil dengan beberapa hadits di antaranya hadits yang diriwayatkan Ashabus Sunan Al-Arba’ah (penulis kitab Sunan yang empat) dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْفَجْرِ إِلاَّ سَجْدَتَيْنِ

“Tidak ada shalat setelah fajar kecuali dua sujud (shalat dua rakaat).”
Hadits ini menunjukkan haramnya mengerjakan shalat sunnah setelah terbitnya fajar kecuali dua rakaat qabliyah fajar. Karena yang dimaukan dari penafian (peniadaan dalam hadits di atas dengan lafadz: “Tidak ada shalat….”-pent.) adalah pelarangan. Mayoritas ulama berpendapat larangan dimulai dari selesai pelaksanaan shalat fajar (yakni tidak ada shalat sunnah yang dikerjakan setelah mengerjakan shalat fajar/subuh, pent.) bukan dimulai dari terbitnya fajar. Mereka berdalil dengan beberapa hadits di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah shalat fajar sampai matahari terbit.”
Juga hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah shalat fajar sampai matahari terbit.”
Juga hadits-hadits selainnya yang banyak lagi shahih.
Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama, ada maqal (masih diperbincangkan). Tidak bisa dihadapkan dengan semisal hadits-hadits ini.” (Taisirul ‘Allam, 1/129)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
________________________________________________________________________
(1) Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata:

صَلَّى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ: شَغَلَنِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنْ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat setelah ashar dan mengatakan, ‘Orang-orang dari Abdul Qais menyibukkan aku dari mengerjakan shalat sunnah dua raka’at setelah zuhur’.” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya, kitab Mawaqitush Shalah, bab Ma Yushalla ba’dal ‘Ashri minal Fawait wa Nahwiha)
(2) Pendapat inilah yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Tahajjud

Tahajjjud (Arabic: تهجد), yang juga disebut sebagai “sholat malam” merupakan suatu sholat sunnah, yang dilakukan oleh pemeluk Islam. Sholat ini bukan merupakan sholat wajib lima waktu yang diharuskan bagi seluruh umat Muslim, walau begitu, nabi Islam, Muhammad S.A.W. diriwayatkan melakukan sholat ini di banyak waktu dan mendorong para sahabatnya untuk melakukannya untuk meraih banyak pahala dan keuntungan.
Bukti-bukti di dalam Al Qur’an akan sholat Tahajjud
Di dalam buku terkenalnya, Fiqh As-Sunnah, Sheikh Sayyid Sabiq memaparkan subyek Tahajjud sebagai berikut:
"Memerintahkan Rasul-Nya untuk melakukan sholat Tahajjud, Allah S.W.T. berfirman yang artinya:
* {Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat Tahajjud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.}* (Al-Israa’ 17:79)
Perintah ini, walau pun ditujukan khusus kepada Muhammad (S.A.W), juga dimaksudkan kepada seluruh umat Muslim, dimana Mohammad (S.A.W) merupakan contoh sempurna dan panduan bagi seluruh umat di dalam segala hal.
Terlebih lagi, melakukan sholat Tahajjud terus-menerus akan mendorong seseorang dalam kebenaran dan menolong seseorang memperoleh karunia dan rahmat Allah S.W.T. Dalam memuji mereka yang melakukan sholat di tengah malam tersebut, Muhammad(S.A.W) mengatakan yang artinya:
* {Dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri}* (Al-Furqan 25:64)
Bukit-bukti di dalam Hadist
Disamping ayat-ayat Al Qur’an tersebut, terdapat juga beberapa hadist (yang diriwayatkan dan dikonfirmasikan secara tradisi dari Mohammad (S.A.W) yang memperkuat akan pentingnya Tahajjud.
Etiket dalam Sholat
Tindakan-tindakan berikut direkomendasikan bagi mereka yang hendak melakukan Sholat Tahajjud:  Setelah pergi tidur,  seseorang harus memiliki niat untuk melakukan Sholat.  Abu Ad-Darda' mengutip Muhammad(S.A.W) yang mengatakan:
“Siapapun yang pergi tidur dengan berkeinginan bangun dan melaksanakan sholat di waktu malam. tetapi, menjadi terlelap dalam tidurnya, gagal melakukan sholat, dia akan dicatat sebagaimana kehendaknya, dan tidurnya akan dihitung sebagai amal (tindakan yang dirahmati)) baginya dari Tuhan-nya.” (An-Nasa'i dan Ibn Majah)
Di waktu bangun, direkomendasikan bagi seseorang untuk membasuh mukanya, menggosok gigi, dan melihat ke langit dan berdoa sebagaimana yang dilaporkan dari Mohammad (S.A.W)
Abu Hudhaifa melaporkan:
"Kapan pun Nabi hendak pergi tidur, beliau akan membaca: (Dengan Nama-Mu, Ya Allah, Aku meninggal dan Aku hidup)." Dan ketika beliau bangun dari tidurnya, beliau akan berkata: (Segala puji adalah bagi Allah yang membuat kami hidup setelah Dia membuat kami mati (tidur) dan kepada-Nya-lah kami dibangkitkan)" (Al-Bukhari)
Seseorang harus memulai dengan dua raka’at pendek dan kemudian dapat berdoa apa pun yang dia harapkan setelahnya. `A’ishah mengatakan:
“Ketika Nabi melaksanakan sholat di waktu tengah malam, beliau akan memulainya dengan dua raka’at pendek.” (Muslim)
Direkomendasikan bagi seseorang untuk membangunkan anggota keluarganya, dimana Abu Hurairah melaporkan bahwa Mohammad (S.A.W) mengatakan:
“Semoga Allah memberkahi seseorang yang bangun di malam hari untuk sholat dan membangunkan istrinya dan siapa pun, jika dia menolak untuk bangun, cipratkan air pada mukanya. Dan semoga Allah memberkahi para wanita yang bangun di malam hari untuk sholat dan membangunkan suaminya dan, jika dia menolaknya, cipratkan air ke wajahnya.” (Ahmad)
Waktu yang direkomendasikan untuk Tahajjud
Tahajjud boleh dilaksanakan di awal sebagian malam, pertengahan sebagian malam, atau di akhir sebagian malam, tetapi diharuskan setelah Sholat Isya’ (sholat malam).
Dalam meng-komentari hal ini, Ibn Hajar mengatakan:
“Tidak ada waktu tertentu dimana Nabi (kedamaian dan keberkahan baginya) akan melaksanakan sholat tengah malamnya, tetapi dia selalu melaksanakan apa pun yang termudah baginya.”
Waktu Terbaik untuk Tahajjud
Adalah terbaik untuk menunda Sholat ini untuk sepertiga malam terkahir. Abu Hurairah mengutip Mohammad(S.A.W) yang mengatakan:
“Tuhan kita turun ke langit terendah selama sepertiga malam terakhir, dan bertanya: ‘Siapa yang akan memanggil-Ku sehingga Aku dapat menjawabnya? Siapa yang akan meminta sesuatu kepada-Ku sehingga Aku dapat memberikan padanya? Siapa yang meminta ampun kepada-Ku sehingga aku dapat mengampuninya?’” (Al-Bukhari)
`Amr ibn `Absah meng-klaim bahwa dia mendengar Mohammad (S.A.W) berkata:
“Yang terdekat bagi seorang hamba datang kepada Tuhan-nya adalah selama tengah malam sebagian malam terakhir. Jika kamu termasuk mereka yang mengingat Allah Yang Maha Esa pada saat tersebut, maka lakukanlah..” (At-Tirmidhi)
Jumlah Raka’at dalam Tahajjud
Sholat Tahajjud tidak disebutkan jumlah raka’at tertentu yang harus dilaksanakan, juga tidak ada batas maksimum yang diperbolehkan dilaksanakan. Sholat ini akan terpenuhi walau jika seseorang hanya melakukan sholat witir satu raka’at setelah sholat Isya’.

Shalat Malam (Tahajjud), Apakah Harus Tidur Dahulu?

Hukum sholat malam adalah sunah muakkad, yaitu mendekati wajib tetapi tidak wajib. Dengan kata lain, shalat malam sangat dianjurkan, itulah sebabnya  para orang saleh terdahulu menjadikan shalat malam sebagai kebiasaan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah subhana wa ta'ala'
”Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” (QS. Al Israa ” 79)

Waktu shalat malam adalah setelah sholat ‘isya sampai dengan sebelum waktu sholat shubuh. Dengan demikian, semua shalat yang dilakukan setelah 'isya (di luar shalat sunat rawatib 2 raka'at setelah 'isya) sampai masuknya waktu shubuh, disebut dengan shalat malam.

Lalu, bagaimana dengan tahajjud? Apakah bedanya dengan shalat malam?
Ibnu Faris berkata, “Adapun orang yang ber-tahajud (اَلْمُتَهَجِّدُ) adalah orang yang salat di waktu malam.” (Lihat Fathul Bari, 3:5, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Cet. 1, Thn. 1419 H/1998 M)
Dari terjemahan tersebut, diketahui bahwa shalat malam dan tahajjud adalah hal yang sama. Hanya beda istilah saja.
Banyak orang yang beranggapan bahwa untuk tahajjud, kita harus tidur terlebih dahulu. Anggapan ini kurang tepat karena tidur bukanlah 'keharusan' atau 'syarat sah'nya tahajjud.

Rasulullah salallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila kamu mengantuk ketika shalat, maka tidurlah terlebih dahulu sampai hilang rasa kantukmu. Karena bila kamu mengantuk dalam shalat, mungkin suatu ketika kamu bermaksud memohon ampunan kepada ALLAH, tetapi ternyata kamu justru memaki-maki diri kamu sendiri."

[HR. Bukhari 205, Muslim 1309]
Tidur terlebih dahulu adalah anjuran, bukan keharusan, karena waktu utama tahajjud adalah 1/3 terakhir malam agar kita tidak mengantuk dan kepayahan. Namun, semampu kita, tidur ataupun tidak tidur terlebih dahulu, shalat malam adalah ibadah yang sangat direkomendasikan karena banyak sekali keutamaannya.

Semoga Allah memudahkan kita mengamalkannya

Sholat : Suatu Tangisan Jiwa Yang Terdalam

Kesombongan dan kebanggaan sering menjadikan seseorang tersebut berlaku sebagai penindas dan tiran. Beberapa orang yang telah membawa pergi kepentingan diri sendiri meng-klaim mereka atas keilahian. Fir'aun, pemberi kebijakan Mesir, merupakan salah satu dari mereka yang menyebutkan:

"Saya adalah Tuhan tertinggi kalian."
Dengan rasa kebesaran dan kebanggaannya, Fir'aun menundukkan orang-orang Israel dan membuat hidup mereka berantakan dan penuh kekacauan.
Tetapi apakah orang-orang ini benar-benar kuat dan besar seperti ego yang dikatakanya? Al Qur'an menceritakan pada kita realitas alami manusia.
"Allah-lah yang Menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia Menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa."(QS. Ar-Rum 30:54)

Kelemahan di awal dan kelemahan di akhir. Ini adalah esensi dari manusia. Manusia sangat lemah dan butuh pertolongan pada saat dilahirkan, dimana keseluruhan keberadaannya tergantung pada orang tua dan keluarganya. Jika dia diabaikan dalam tahun-tahun krusial pertama, dia tidak akan dapat bertahan hidup dengan sendirinya. Dia membutuhkan tangan yang melindungi dan penuh kasih, bukan hanya saat bayi, tetapi juga masa kecilnya, dan bahkan saat tahun-tahun remaja.

Di saat anak ini menginjak tahun-tahun remaja dan kemandiriannya, dia mulai mengambil alih kendali atas hidupnya sendiri. Dia melihat dengan kebanggaan tersendiri akan kuatnya fisik, keelokan rupanya dan bakat-bakat lainnya. Dia mulai menghina kemampuan-kemampuan yang lebih kurang darinya, bahkan mencibir orangtuanya yang mengorbankan kesehatan diri mereka sendiri demi dia. Dia menjadi tidak adil dan kejam, menggunakan kekuatannya dan semangatnya untuk mendominasi yang lainnya.

Dia berpikir dia adalah master, bebas beraksi sesukanya, tetapi apakah remaja ini, keelokan rupa dan kekuatannya akan berlangsung selamanya? Hanya dalam beberapa dekade dia akan mulai kehilangan kekuatannya, kesehatannya akan mulai menurun, rambut mulai memutih dan lambat laun, keremajaannya berubah menjadi tua. Transformasi dari masa muda ke masa tua ini berjalan lambat, tetapi akan tetap ada. Di tahap kedua adalah makin jauhnya, kurangnya rahmat, dan mengubah setiap orang muda menjadi lebih tua. Seorang Diktator Muda satu saat akan menjadi lemah dan tak berdaya seperti saat dia dilahirkan. Tetapi saat tersebut tidak akan ada lagi orang tua yang akan mengasuhnya, jika, seperti yang sering terjadi, dia akan ditolak oleh keluarganya sendiri, masa depannya akan menjadi seorang yang kesepian di dalam rumah yang ditinggali beberapa orang.

"Kelemahan di awal, kelemahan di akhir."
Pesan ini sangat jelas: Master sesungguhnya adalah Allah. Hanya Dia-lah yang Maha Esa. Hanya Dia-lah yang Maha Besar.

Allah u Akbar - Allah Maha Besar.
Melalui pesan yang jelas dalam benaknya ini, seseorang menyadari bahwa dia harus memperlihatkan kerendahan hati-nya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakannya. Dan cara apa yang lebih baik untuk memperlihatkan kerendahan hati seseorang dibanding berdiri seperti seorang hamba-Nya untuk ruku' dan sujud kepada-Nya, untuk mengangkat tangannya berdoa memohon kepada-Nya.

Sholat bukanlah suatu hal yang memaksa seseorang, tetapi lebih kepada tangisan setiap lubuk hati terdalam yang mengenal Penciptanya. Memang benar tetapi ini suatu bukti kecil atas rasa terima kasih untuk seluruh karunia terbaik yang tak terhingga yang diberikan kepada umat manusia oleh Sang Pencipta.

Di setiap hari kehidupan kita, kita tersenyum dan mengucapkan terima kasih untuk sebuah kebaikan kecil yang orang lain perbuat pada kita, lalu bagaimana dengan berterima kasih kepada Allah. Yang dengan Rahmat-Nya yang tak terbatas, menyediakan setiap kebutuhan kita. Lihatlah keindahan dan kesempurnaan bumi di sekitarnya dan bersungkurlah untuk berterima kasih pada-Nya

Apa Yang Baik adalah Sholat

Di dalam salah satu Surat Edaranya Sayyidina Umar ibn Khattab (RadiAllahu Anhu) mengirimkan instruksi kepada seluruh administratornya dan berkata,
“Menurut pendapatku, Sholat (Dijelaskan sebagai penyembahan atau do’a dalam Islam. Kata prayer (dalam bahasa Inggris) yang berarti doa itu sendiri, bagaimana pun, juga digunakan untuk permohonan atau doa dan karenanya dihindarkan di dalam artikel ini) merupakan hal yang sangat penting akan kewajibanmu. Siapa pun yang menjaga dengan baik dan mengamankannya berarti mengamankan agamanya dan siapa pun yang melalaikannya akan melalaikan hal lain bahkan lebih banyak. Dia kemudian menambahkan instruksi-intruksi tentang waktu Sholat lima waktu dan pelajaran melawan rasa kantuk sebelum Isha.
(Muwatta Imam Malik, Hadist No. 5)

Surat dari pembuat kebijakan luas Maharaja kepada pemerintahan resminya ini – dapatkah kita sebut sebagai Perintah Eksekutif -- memberikan kita untuk lebih banyak bercermin atas sesuatu. Untuk sholat yang merupakan hampir keseluruhan perintah dalam Shariah. Kenyatannya hal ini juga kelalaian atas kewajiban di kehidupan kita saat ini.

Bahkan seorang anak sekolah muslim mengetahui bahwa Sholat adalah tiang agama. Apa yang Sayyidina Umar (radiAllahu anhu) mengekspresikan bahwa itu adalah benar pada segala tingkatan dan di segala keadaan, dari privat sampai publik. Sekali seseorang tidak dapat membangun kehidupan yang Islami, komunitas Islam, institusi Islam, atau pemerintahan Islam ketika melalaikan atau memperlemah tiang ini. Ini merupakan penilaian status luar biasa bahwa tidak seperti kebijakan lainnya perintah untuk Sholat diberikan oleh Allah Yang Maha Tinggi kepada Nabi Muhammad (SAW) selama perjalanan yang penuh keajaiban ke Surga atau Mi’raj. Sangat tepat sekali, untuk Sholat yang merupakan meraj bagi orang-orang yang beriman.

Pertama memulai sholat dengan berdiri menghadap Ka’bah atau Rumah Allah, mengisolasikan dirinya dari hubungan keduniawian, dan kemudian menyapa Allah langsung: “ Ya Allah, Engkau Yang Maha Suci dan (aku mulai) dengan memuja Engkau. Nama-Mu di Berkati dan Kebesaran-Mu adalah Yang Maha Tinggi. Dan tidak ada yang lain yang lebih berharga disembah kecuali Engkau.” Selama sholat orang yang beriman tersebut mengulangi berdiri, ruku, dan sujud kepada Allah.  Setiap tindakan ini membawanya lebih dekat dan lebih dekat lagi kepada Master dan Penciptanya yang mengisi dirinya dengan perasaan-perasaan cinta, ketaatan, dan kepatuhan. Posisi duduk bahkan juga termasuk rekreasii percakapan yang membawa ke tempat antara Nabi (SAW) dan Allah selama perjalanan ke Surga.

Nabi (SAW): “Seluruh sapaan, berkat, dan tindakan baik adalah untuk Allah.”
Allah: “Kedamaian besertamu wahai Nabi, dan yang dirahmati, dan yang diberkati Allah.”
“Kedamaian beserta kita dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada dewa (Tuhan) kecuali Allah.”
“Dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Kedekatan ini adalah pemberian yang lebih bernilai untuk orang yang beriman. Ini merupakan sumber dari seluruh kekuatan dalam menjalani hidup. Ini merupakan sungai yang memandikan dan membersihkannya dari seluruh dosa dan kontaminasi. Dalam kesulitan hidup, ini merupakan sumber hiburan dan kekuatan. Ini merupakan kebijakan dari kehidupan muslim, jadwal harian orang yang beriman yang dibangun dari sholat lima waktu. Ini merupakan sumber kesenangan dan kebahagiaan, makanan dan pen-sucian spiritual. Ini merupakan kunci untuk mencapai seluruh kesuksesan. Merupakan kunci menuju Surga.

Di pihak lain, kelalaian akan sholat adalah kunci ke Neraka. Dalam Al Qur’sn dikatakan, Celakalah wahai orang-orang yang lalai dalam sholat mereka.” Hadist mengatakan: “Sholat berdiri antara manusia dan kekafiran.” Hadits lainnya mengatakan: “Sholat adalah tiang agama.  Siapa pun yang merusaknya maka telah merusak agamanya.” Hadits lainnya menginformasikan kita bahwa sholat adalah hal pertama yang mana akan dipertanyakan setelah kematian. Seseorang yang menggagalkan hal ini memiliki sedikit kesempatan untuk mendapatkan sisanya. Kemudian hadits lainnya memperingatkan kita bahwa seseorang yang melalaikan sholatnya telah berjalan pergi meninggalkan lindungan Allah. Kita dapat mengerti kekejaman akan kehilangan hanya satu sholat dalam hadits tersebut yang mengatakan bahwa seperti seseorang yang kehilangan seluruh keluarganya dan kemakmurannya!

Di dalam kehadiran akan seluruh persuasi dan pelajaran tentang sholat di dalam Qur’an dan hadits, seseorang kagum bagaimana seorang bijak yang beriman di dilalaikan dalam hal ini. Kepada orang yang meng-klaim sebagai seorang yang beriman padahal ia tidak melaksanakan sholat sebagaimana mestinya lima waktu sehari, kita harus bertanya: Apa penilaianmu? Lebih dari seorang yang berpikir akan hal tersebut maka akan lebih baginya untuk menyadari bahwa tidak ada yang lain. Sama sekali tidak ada.

Seseorang tidak dapat membela bahwa dia tidak mengetahui tentang kewajibannya atau luar biasa pentingya. Bahkan jika muslim bahkan tidak pernah membuka Qur’an atau hadits seumur hidupnya, dia tidak dapat mengetahui akan panggilan untuk sholat yang datang dari setiap masjid di seluruh dunia dalam lima kali sehari. Dimana selalu mengingatkannya berulangkali: “Marilah Sholat, Mari Mencapai Kemenangan.”

Distribusi masjid di dunia saat ini adalah seperti suatu panggilan untuk sholat dapat didengar diseputar waktu yang tidak ada hentinya dimana selalu bergerak di belahan dunia. Di satu tempat dapat memulai dengan adzan subuh di Indonesia dan diikuti jeda waktu kemudian di Malaysia, Bangladesh, India, Pakistan, Afghanistan, Iran, Iraq, Saudi Arabia dan Mesir dan lain-lainnya. Pada saat tersebut Adzan Dzuhur sudah dimulai di Indonesia. 24 (dua puluh empat) jam kemudian saat Muazzin di Indonesia memperdengarkan kembali untuk Adzan Subuh, Muazzin di Afrika memperdengarkan adzan untuk Isya. Bagaimana seseorang dapat membela diri dengan mengabaikan hal ini sebagai panggilan massal dan berkelanjutan yang universal?

Seseorang tidak dapat membela kewajibannya yang terlalu sulit atas penggunaan waktu. Ketika kewajiban selebihnya apakah seseorang dalam keadaah sehat atau sakit, dan apakah hari ini hujan atau terang-benderang, Shariah membawa menjabarkan panjang lebar untuk mengakomodasi keadaan ini. Jika kamu tidak dapat berdiri, kamu dapa melakukannya dengan duduk. Tidak dapat duduk? Kamu dapa melakukannya dengan tidur. Tidak dapat bergerak? Gunakan apapun sikap yang mungkin. Dalam perjalanan? Hanya melakukannya dua kali dibanding yang empat kali. Tidak dapat menemukan arah Kiblat? Gunakan penilaian terbaikmu. Tidak dapat menggunakan air untuk men-sucikan dirimu untuk persiapan sholat? Bertayamumlah.

Sebagaimana orang selalu berdalih untuk mencoba melihat hal yang rasional. Apa yang baik tentang sholat jika pikiran orang tersebut berada di tempat lain? Sebenarnya tugas kita adalah untuk mencoba berkonsentrasi bukan untuk mencapai konsentrasi. Kita melakukan pekerjaan kita jika kita mudah membuat upaya Apa yang baik akan sholat jika seseorang masih berbuat dosa, seperti perumpamaan orang yang mencuri dan sholat? Jawaban mudah adalah hidup kita adalah kombinasi dari baik dan buruk. Tujuan kita adalah untuk meningkatkan kebaikan dan mengurangi atau menghapus keburukan. Dan hal ini tidak akan terjadi dengan menempatkan kebaikan dalam masa tunggu sampai kita dapat keluar dari melakukan kejahatan. Hal ini mungkin juga berguna untuk mengingat bahwa pencurian terbesar adalah sholat itu sendiri