About

Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Tuhan Rahmat dan salam untuk Nabi Muhammad Saw. Rasul pilihan. Syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat-Nya, karena hanya dengan rahmat-Nya jualah saya dapat membangun sebuah blog ini, dengan suatu harapan agar kita semua selalu dapat menjalin silaturrahmi dan hubungan baik serta berbagi informasi.Dengan adanya blog ini, kita dapat saling bertegur sapa lewat dunia maya. Blog ini sebagai wahana untuk knowledge sharing dan melengkapi kebutuhan kita semua untuk mencari informasi di dunia maya (internet). Besar harapan adanya flashback, masukan serta kritik membangun dalam rangka pengembangan dan pengayaan content dalam blog kami. Semoga memberi banyak manfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

21 Okt 2012

Fakta tentang Kitab Suci Injil.

Kitab ini diturunkan pada Nabi Isa a.s dalam bahasa Yahudi Kuno (Ibrani).

Kitab pertama yang asli telah dimusnahkan oleh Paulus dari Gereja Pauline pada 325 M. Semua naskah Injil yang bertentangan dengan Injil resmi kerajaan Romawi saat itu dibakar. Siapa saja yang memiliki salinan naskah asli dihukum mati. Kitab Injil tertua saat ini ada dalam bahasa Yunani Kuno, bukan Yahudi kuno (Ibrani), yang terdiri dari:

1. Kitab Perjanjian Lama (Old Testament) yang berisi Taurat dan Zabur
2. Kitab Perjanjian Baru (New Testament) yang berisi Injil Markus, Matius, Lukas dan Yahya, perkataan Nabi Isa dan surat pendakwah (Paulus)
Siapakah Yang Menulis Kitab Injil?

Di dalam kitab Injil terdapat 2 bagian yaitu Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru. Namun begituUmat Kristian melarang penganutan terhadap Kitab Perjanjian Lama. Sebelum diadakan usaha-usaha membentuk kitab Perjanjian Baru, kitab Injil terdiri daripada 75 bab/surah. Surah ini dikarang olehperorangan atau kumpulan pendeta. Inilah yang menyebabkan kitab tersebut mengandung banyak pertentangan dan perbedaan yang serius dan nyata. Pengumpul-pengumpul isi kitab tersebut juga tidak hidup pada zaman Nabi Isa atau tatkala Nabi Isa masih hidup. 

Kebanyakan mereka lahir 20-40 tahun setelah peristiwa penyaliban. Kitab Perjanjian Baru ini baru ada setelah persidangan Nicea pada tahun 325 M, di mana seluruh pemuka gereja berkumpul guna menetapkan kembali isi kitab Injil. Hanya 27 risalah saja dari sekian banyak risalah yang "dianggap benar" untuk selanjutnya dijilid menjadi kitab Perjanjian Baru.

Kitab perjanjian ini terdiri dari sejarah dan pelajaran. Bagian sejarah terkandung dalam Injil Matius, Markus, Lukas dan Yahya. Sementara bagian pelajaran terdiri dari 21 risalah ,yaitu: 14 risalah Paulus, 3 risalah Yahya, 2 risalah Petrus, 1 Yakub dan Yahuda.

Injil Markus


Injil Markus adalah kitab kedua Perjanjian Baru. Meskipun ini merupakan kitab kedua, kitab ini dianggap yang tertua oleh para pakar Alkitab. Injil Markus termasuk Injil Sinoptis. Penulis Injil ini adalah Markus, yang disebut juga Yohanes (cf. Kisah Para Rasul 12:12, 12:25, 15:37), kemenakan Barnabas, rekan sekerja Paulus (cf. Kolose 4:10, yang disebut Petrus sebagai "anaknya", kemungkinan besar merujuk pada istilah anak rohani, atau semacam muridnya. (1 Petrus 5:13). Markus menulis Injil ini terutama untuk orang-orang Grika dan bangsa-bangsa lainnya yang berbicara bahasa Yunani di kekaisaran Romawi, berbeda dengan Matius yang menulis untuk orang-orang Yahudi. Hal ini dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan, referensi-referensi Perjanjian Lama yang dicantumkan, penjelasan tentang adat-istiadat orang Yahudi yang ditujukan kepada kaum non-Yahudi. Markus juga menggunakan istilah Anak Allah untuk menyebut Tuhan Yesus (Markus 1:1), bandingkan dengan Matius yang menggunakan istilah Anak Daud (Matius 1:1) dan Lukas yang menggunakan istilah Anak Manusia dan Firman.

Injil Matius


Nama Injil Matius diambil dari nama pendeta Matius dari gereja Alexandria Mesir dalam bahasa Hebrew. Beliau dipercayai sebagai orang pertama yang menghasilkan risalah kandungan sejarah. Hasil karangan Matius ini dikarang 20 – 27 tahun setelah Nabi Isa tiada. Bahkan kitab asli karangan Matius sendiri telah hilang, ini diakui sendiri oleh umat Kristian. Setelah itu injil dalam Bahasa Yunani dijumpai, dan dikatakansebagai Injil karangan Matius. Banyak tokoh Kristian menolak pendapat bahwa Injil ini merupakankarangan Matius, tetapi sebaliknya merupakan karangan gurunya, Petrus.

Injil Lukas


Injil Lukas diambil dari nama pendeta Lukas dari tahun 25 – 30 M. Beliau juga tidak pernah bertemu Nabi Isa. Banyak tokoh Kristian sendiri mengakui bahwa Injil karangan Lukas merupakan fakta palsu yang bukan merupakan ajaran Nabi Isa. Sebenarnya beliau mengarang injil ini disebabkan tekanan gereja waktu itu. Begitu juga dengan Markus dan Yahya. Kesemuanya tidak pernah hidup sezaman dengan Nabi Isa.

Injil Yahya


Kitab Injil Yahya diambil dari nama pendeta Yahya atau lebih dikenal sebagai Yohanes. Beliau merupakanputera saudara perempuan Maryam yaitu ibu Nabi Isa. Yahya mengarang injilnya dalam bahasa Yunani antara tahun 45 – 65 M. Banyak pendeta meragukan kandungan Injil Yohanes ini. Bahkan Encyclopedia Britanica menegaskan bahwa Injil yahya tidak syak lagi di karang oleh seorang mahasiswa Institusi Iskandariah dan bukannya karangan Yahya.

Persoalan mengapa di dalamnya berisi Taurat juga tidak dapat dijawab dengan pasti. Ini mungkin juga merupakan bukti bahwa bangsa Yahudi selalu ingin memalsukan fakta Injil asli, karena mereka, orang-orang Yahudi itu, senang bila dapat menyesatkan kaum Kristian dari ajaran asli Nabi Isa, dan nampaknya mereka berhasil melakukannya.

Persidangan Nicea


Menurut perkiraan para ahli sejarah, kitab Injil yang masih asli belum diikuti campur tangan para pendeta, masih ada hingga 325 M. Namun setelah tahun 325 M, kitab ini mulai dinodai oleh Raja Konstantin Roma melalui mekanisme Persidangan Nicea. Karena semasa persidangan ini terdapat perdebatan dan pertentangan pendapat mengenai ketuhanan dan kenabian Isa, perdebatan dalam ajaran pokok akidahnya. Satu pendapat (Golongan Arius) mengatakan bahwa Nabi Isa hanyalah seorang manusia dan Nabi yang membawa ajaran agama dari Tuhan. Satu pihak lagi mengatakan bahwa Nabi Isa ialah “anak Tuhan”.

Pendapat tentang Isa “anak Tuhan” ini didukung oleh pihak gereja dari Alexandria yang diketuai olehpenolong Bishop Iskandariah bernama Athanasius. Raja Konstantin mempunyai niat tersirat untuk campur tangan dalam hal agama, demi menjaga hak politiknya agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Semasa persidangan tersebut, sebanyak 2048 orang Uskup telah hadir untuk membincangkan perselisihan pendapat mengenai Nabi Isa.

Sebanyak 1730 orang telah setuju bahwa Nabi Isa adalah seorang manusia biasa yang diutus Allah, 318 orang mengatakan bahwa Isa ialah Anak Tuhan. Walau bagaimanapun majoritas pendapat ini ditolak mentah-mentah Raja Konstantin dan mengambil pendapat minoritas, yaitu Nabi Isa adalah seorang anak Tuhan.

Arius ketua pendukung bahwa Nabi Isa bukan anak Tuhan. Arius (250-336 M) adalah salah seorang murid utama Lucian berbangsa Libya yang juga bersama-sama dengan gurunya menegakkan ajaran Tauhid kepada Allah, Arius merupakan seorang presbyter (ketua majelis agama/gereja) digereja Baucalis Alexandria, salah satu gereja tertua dan terpenting di kota itupada tahun 318 M.

Sejak mangkatnya Lucian pada tahun 312 M ditangan orang-orang gereja Paulus, perlawanan Arius terhadap doktrin Trinity semakin memuncak, dan dalam perjuangannya ini, Arius mendapatkan dukungan dua orang saudara Kaisar Constantin yang bernama Constantina dan Licunes.

Penentangan Arius Terhadap Teori Trinitas

“Jika Jesus itu benar-benar anak Tuhan atau Tuhan itu sendiri, maka Bapa harus ada lebih dahulu. Olehkarena itu harus ada “masa” sebelum adanya anak. Artinya anak adalah makhluk. Maka anak itu pun tidak selamanya ada atau tidak abadi. Sedangkan Tuhan yang sebenarnya haruslah abadi, berarti Jesus tidaklah sama dengan Tuhan.“

Atas pandangan Arius tersebut, sebanyak 100 orang pendeta Mesir dan Libya berkumpul untuk mendengar pandangan Arius. Dalam kesempatan ini Arius mengemukakan kembali pendangannya:

“Ada masa sebelum adanya Jesus, sedangkan Tuhan sudah ada sebelumnya. Jesus ada kemudian, dan Jesus hanyalah makhluk biasa yang bisa binasa seperti makhluk-makhluk lainnya. Tetapi Tuhan tidak mungkin binasa!”

Arius memperkuat pendapatnya dengan sejumlah ayat-ayat Bible seperti Yohanes 14:8, “Bapa lebih besar daripada Jesus”; Seandainya kita mengakui bahwa Jesus adalah sama dengan Tuhan, maka kita harus menolak kebenaran ayat Yohanes tersebut.

Pendapat Arius ini secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: "Jika Jesus memang “anak Tuhan”, maka akan segera disertai pengertian bahwa “Bapak Tuhan” haruslah ada terlebih dahulu sebelum adanya sang “Anak”.

Oleh sebab itu tentulah akan terdapat jurang waktu ketika “Anak” belum ada. Oleh karena “Anak” adalah makhluk yang tersusun dari sebuah “esensi” atau makhluk yang tidak selalu ada. Sementara Tuhan merupakan zat yang bersifat mutlak, kekal, tidak terlihat dan berkuasa, maka Jesus tidak mungkin bisa menjadi sifat yang sama sebagaimana sifat Tuhan.

Argumen Arius ini tidak dapat dilawan lagi, maka mulai tahun 321 M Arius dikenal sebagai seorangpresbyter pembangkang. Ia mendapat banyak dukungan dari Uskup-uskup di daerah Timur. Hal ini membuat Alexandria (yang pernah menghukum mati Origen tahun 250 M) menjadi semakin marah.

Arius pula orangnya yang sangat menentang keras keputusan Nicea tahun 325 M, sehingga senantiasa mendapatkan tantangan dari orang-orang gereja Paulus. Pada tahun 336 Arius dibunuh di Constantinopel dalam satu muslihat yang licik.

Setelah pembunuhan ini segala usaha menentang trinitas dilawan habis-habisan. Naskah Injil diseragamkan. Naskah yang tidak sama dengan milik Gereja Pauline dimusnahkan dan dihapuskan dari bumi Kerajaan Romawi. Inilah sejarah awal tersesatnya ajaran Kristian.

Tentang Bible


Dalam persidangan Nicea, beberapa Doktrin diperkenalkan, diantaranya Doktrin Trinitas dan Doktrin Penebusan Dosa. Konsep Trinitas sebenarnya telah direka oleh Athanasius, seorang pegawai Gereja Mesir dari Iskandariah, diterima oleh Majelis Nicaea pada 325 M.

Konsep Trinity [KeEsaan Tiga] ini serupa filsafat Plato, kepercayaan Yunani, "Neo-Platonisme” yang mempercayai “Tiga Kekuatan”. Kemungkinan doktrin trinitas tertulari kepercayaan Yunani kuno ini. Trinity yang di pelopori oleh Paulus merupakan ajaran agama Yunani-Romawi, yaitu kerajaan yang berkuasa di Roma pada masa itu. Jadi paham trinitas dari Katolik Roma atau pun aliran kristen yang lain jelas merupakan hasil proses masuknya ajaran lain dalam ajaran Isa, dan bukannya ajaran asli Nabi Isa sendiri!

Begitu juga dengan Dokrin Penghapusan Dosa yang dipelopori Gereja Alexandria di mana mereka mengatakan bahwa Nabi Isa telah disalib demi tujuan menyelamatkan seluruh umat manusia. Ajaran ini juga jelas hasil proses masuknya ajaran agama romawi Kuno. Hari Minggu yang dianggap hari Suci bagi agama Kristian merupakan hasil pengaruh daripada Kepercayaan ini dan tanggal 25 Desember yang diperingati sebagai Natal, Sebenarnya merupakan tanggal kelahiran tuhan Matahari mereka yaitu “Mithra” dan jelas bukan tanggal lahir Nabi Isa.

Mulai tahun 1582 di Rheims, Bible diterjemahkan dari bahasa Latin berdasarkan Bible Versi Tyndale (yang digunakan Gereja Katolik Roma), juga dikenali sebagai Roman Chatolic Version. Ini merupakanversi bible yang tertua yang dikenal.

Sejak itu sebanyak 4 kali terjemahan telah dibuat. Pada tahun 1611 King James-I telah memerintahkan supaya dilakukan penulisan ulang karena terdapatnya pertentangan-pertentangan yang meragukan. Versi penulisan ulang ini kini dinamakan King James Version (KJV) yaitu dengan tidak memasukkan 7 buku kecil (bab). Versi ini selanjutnya dirilis ulang pada tahun 1881 dan diperbaharui pada tahun 1952 dan 1971. kedua Versi terakhir ini dinamakan Revised Standard Version (RSV).

Collin yaitu percetakan yang mengeluarkan Revised Standard Version (RSV) melaporkan bahwa:

“Meskipun begitu, Versi Raja James memiliki cacatan-cacat yang serius, dan cacat ini ada terlalu banyak dan terlalu serius sehingga satu penulisan ulang masih benar-benar diperlukan.”

Pada masa kini terdapat lebih kurang 1.500 naskah Bible pelbagai bahasa, telah diterjemahkan ke dalam bahasa ibu suatu negara dan ethniknya. Bagaimana pula jauhnya penyimpangan mengingat keterbatasan kosakata setiap bahasa? Dan manakah yang bisa dijadikan standar pengajaran?

Umat Kristian sendiri ada yang secara jujur dan arif mengakui bahwa Injil telah dinodai oleh tangan mereka sendiri. Bagaimanakah umat Kristian di Indonesia, apakah berani sejujur ini?

1. The Bible Society Of Singapore, Malaysia & Brunei 1987 Perjanjian Baharu Berita Baik Untuk Manusia Modern - Pendahuluan:

“…….Walaupun kandungan kitab-kitab ini berlainan, tetapi diseluruh kitab ini pokok fikirannya satu. Kesatuannya ialah bahwa kasih Allah telah dinyatakan kepada manusia dengan perantaraan Yesus Kristus."
“Tiap-tiap kitab didahului oleh pendahuluan, yang menerangkan pokokfikiran dan garis besar kitab itu. Ayat yang ditandai dengan [ ] bererti ayat tersebut tidak terdapat pada naskah perjanjian Baharu yang tertua dan terbaik."

Contoh ayat-ayat yang memiliki tanda [ ] dalam Perjanjian Baru:

1. Matius 6 : 13
[Engkaulah raja engkaulah,dan engkaulah yang mempunyai kuasa dan kemuliaan selama-lamanya]

2. Matius 23 : 14
[alangkah dasyatnya bagi kamu guru-guru Taurat dan orang Farisi: kamu munafik!, kamu memperdayakan janda-janda dan merampas rumah-rumah mereka, lalu berpura-pura berdoa panjang-panjang, sebab itu, hukuman kamu akan menjadi lebih berat!]

3. Markus 7 : 15
[Sebab itu, jika kamu bertelinga, dengarkanlah!]

4. Markus 10 : 44 & 46
[Di sana ulatnya tidak mati-mati dan apinya tidak padam-padam] 44 [Di sana ulatnya tidak mati-mati dan apinya tidak padam-padam] 46

5. Lukas 17 : 36
[Dua orang laki-laki yang sedang berada di ladang: seorang akan, seorang lagi ditinggalkan]

6. Lukas 22 : 19 – 20
”inilah tubuhku [yang diberikan untuk kamu. Buatlah sedemikian untuk memperingati aku. "…. cawan ini ialah perjanjian Allah yang Baharu, yang dimenteraikan dengan darahku, darah yang ditumpahkan untuk kamu]

7. Lukas 22 : 43 – 44
[Seorang malaikat tampak kepadanya dan menguatkannya karena penderitaan nya lebih tekun lagi dia berdoa, sehingga peluhnya menitik ke tanah seperti darah]

8. Lukas 23 : 17
[Pada tiap perayaan paskah, Pilatus melepaskan seorang tahanan bagi rakyat]

Bukti di atas merupakan sebagian saja yang telah ditambah sehingga timbul pertanyaan: berapa banyakkah sebenarnya jumlah ayat yang telah ditambah, atau bahkan dikurangi? Tidak ada yang mengetahuinya secara pasti

Sejarah telah jujur dan nyata membuktikan bahwa Injil telah mengalami banyak perubahan selama berabad-abad. The Revised Standard Version 1952 & 1971, The New American Standart Bible dan The New World Transalation Of The Holly scriptures telah menghapuskan beberapa ayat dalam The King James Version. Reader’s Digest telah mengurangi isi kandungan Kitab Perjanjian Lama sebanyak 50 % dan Kitab Perjanjian Baru sebanyak 25 %. Persoalan yang kemudian timbul adalah:

Dari manakah datangnya ayat-ayat di atas?
Siapa yang mengarang ayat tersebut?
Sebenarnya ayat mana saja yang masih perlu diuji kesahihannya?

Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. (QS. Al Imran[3]:78)

Contoh peristiwa besar yang bertentangan dengan akal atau ayat yang saling bertentangan di antaranya adalah:

1. Nabi Daud berzina dengan istri orang lain

“Dan Nabi Daud mengantar para utusan, dan mengambilnya (isteri Uriah); lalu ia datangi dan tidur bersama maka setelah perempuan itu membersihkan dirinya, lalu kembali ke rumahnya. Dan wanita itutelah hamil, lalu mengirim dan memberitahu Daud dan katanya saya bersama bayi.” (II Samuel 11: 4-5)

Mungkinkah ini ayat dari Allah? Atau ditulis oleh rasul suci ? Pikirkanlah!

2. Nabi Nuh Mabuk dan Bugil

”Dan Shem dan Japhet mengambil sehelai pakaian, dan meletakan di atas bahu mereka, dan berjalan undur ke belakang dan menutup tubuh bapanya yang telanjang dan muka mereka membelakangi bapa mereka agar tidak melihat tubuh bapa mereka yang bugil itu. Dan Nuh tersadar dari araknya, dia tahu apa yang telah dilakukan oleh kedua anaknya.” (Kejadian 9 23-24)

Apakah Allah mengutus Nabi Nuh yang digambarkan berperilaku seperti itu? Pikirkanlah! Mungkinkah ini penyelewengan yang dilakukan Yahudi untuk menyesatkan kaum kristian?

3. Kematian Yudas Pengkhianat, bandingkan!

“… Bila Yudas melihat Yesus telah dijatuhkan hukuman mati, dia menyesal lalu dia mengembalikan 30 uang perak upahnya kepada imam Yahudi; dan berkata : Aku telah berdosa mengkhianati orang yang tidak berdosa sehingga dihukum mati. Yudas melempar uang itu ke dalam bilik sembahyang , lalu dia menggantungkan diri." (Matius 27 : 3-5)

"Apa yang terjadi yaitu dengan uang yang diterima Yudas dari perbuatannya yang jahat itu, dia membeli sebidang tanah. Di situ dia tersungkur mati. Badannya terbelah dan perutnya terburai. Semua orang yang tinggal di Yerusalem mendengar kejadian ini.” (Kisah Para Rasul 1: 18-19)

4. Misteri Malkisedik

“Adapun Malkisedik itu, yaitu raja di Salem dan Imam Allah Taala, yang sudah berjumpa dengan Ibrahim tatkala Ibrahim kembali daripada menewaskan raja-raja lalu diberkatinya Ibrahim.”

“Kepadanya juga Ibrahim sudah memberi bagian sepuluh esa. Makna Malkisedik itu kalau diterjemahkan, pertama-tama artinya raja keadilan, kemudian pula raja di Salem, yaitu raja damai.” Yang tiada berbapak dan tiada beribu, dan tiada bersilsilah dan tiada berawal atau berkesudahan hidupnya, melainkan ia disamakan dengan Anak Allah, maka kekallah ia imam selama-lamanya.” (Ibrani 7 : 1-3)

Jelas sekarang, bahwa Malkisedik seorang raja di Salem tanpa bapa dan ibu, malah tiada silsilahnya. Apakah cerita yang disebutkan dalam Kitab Injil ini benar ayat dari Allah atau cuma dongeng purba atau dongeng sebelum bobo buat adik bayi kita supaya tertidur?

Jika umat Kristian memuja kehebatan Yesus, memujanya sebagai anak tuhan, bahkan Tuhan itu sendiri - yang tidak berawal serta berakhir - maka kenapa Malkisedik yang sakti mandraguna ini tidak diangkat sebagai salah satu cabang Tuhan juga? mungkin bisa menjadi tokoh ke-4 memainkan peranan Tuhan.

Yesus ternyata tewas dibanding Malkisedik, Yesus masih dilahirkan oleh Mariam atas kekuasaan Tuhan Bapa, sementara Malkisedik tidak memiliki Bapa dan tidak memiliki ibu sama sekali, silsilahnya pun tidak ada.

Jika memang Malkisedik ini kekal. Dimana beliau sekarang berada dan apa yang tengah ia lakukan? Jadi masih mungkinkah kitab ini dipercaya, atau yang mempercayainya masih serupa mereka yang mempercayai keris, tanpa ilmu pengetahuan, hanya kebutaan?

Alkitab


Kitab Suci/Holy Bible dalam agama kristen terbagi dalam dua bagian, yaitu: Old Testament (Perjanjian Lama) dan New Testament (Perjanjian Baru). Literatur kristen dalam bahasa Indonesia menyebut salinan kitab suci ini dengan “Alkitab”.

Biblia, yang merupakan Kitab Suci dalam agama Yahudi, disebut oleh pemeluk kristen sebagai Perjanjian Lama dan merupakan bagian dari kitab suci agama kristen. Sedangkan Biblia tersebut terbagi atas tiga bagian, yakni: Torah dan Nebiim dan Kethubiim.

Kitab suci agama Yahudi itu disebut juga "Perjanjian“. Inti isinya termaktub dalam Sepuluh Perintah (Ten Commadments) seperti termuat dalam Keluaran (20: 1-12) dan dalam Ulangan (5:1-21), yang merupakanperjanjian Yahuwa dengan bani Israil.

Sepuluh Perintah itu termuat dalam dua buah Luh, yang dibawa turun oleh Nabi Musa dari puncak sebuah bukit batu di semenanjung Sinai, yang pada puncak yang terpandang suci itu Nabi Musa menerimakanperjanjian dari Allah Maha Kuasa (Yahuwa)

Di dalam hubungan perjanjian Yahuwa dengan bani Israil itu, Kitab Suci Al-Qur’an dari agama Islam menyebut „Perjanjian“ tersebut dalam berbagai Surah dengan al-Mitsaq , (Baqarah, 27; Ra’ad, 27; Nisak, 153; Maidah, 15; Baqarah, 63, 84,93; dan berbagai Surah lainnya), yang bermakna: Perjanjian.

Karena pihak kristen berpendirian bahwa ketetapan yang diberikan Allah Maha Kuasa kepada Jesus (Isa Al-Masih) itu pun merupakan perjanjian, maka lahir dua istilah dalam dunia kristen, yaitu : Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Perjanjian Baru (New Testament)
Perjanjian Baru merupakan kitab suci yang paling azasi dalam agama kristen sekalipun dunia kristen itumengakui kitab suci agama Yahudi merupakan bagian dari kitab sucinya juga.

Perjanjian Baru itu terbagi atas empat bagian:

1. Gospels (himpunan Injil) terdiri atas empat Injil
  • Injil Matius, karya Matius.
  • Injil Markus, karya Markus.
  • Injil Lukas, karya Lukas.
  • Injil Yahya, karya Yahya.
2. Acts of Apostles (Kisah Rasul-Rasul) terdiri atas sebuah kitab saja, yang merupakan karya Lukas

3. Epistles (himpunan Surat) terdiri dari 14 buah Surat Paulus (Rum, Korintus Pertama, Korintus Kedua, Galatia, Epesus, Pilipi, Kolose, Tesalonika Pertama. Tesalonika Kedua, Timotius Pertama, Timosius Kedua, Titus, Pilemon, Ibrani, 1 buah Surat Yakub (James), 2 buah Surat Peterus, 3 buah Surat Yahya, 1 buah Surat Yahuda.

4. Apocalypse (Wahyu) terdiri’ atas sebuah kitab saja, yang merupakan karya Yahya.

Injil Matius93 halaman
Injil Markus60  halaman
Injil Lukas97 halaman
Injil Yahya74 halaman
Kisah Rasul-Rasul90 halaman
Surat Paulus216 halaman
Surat-Surat Lain43 halaman
Kitab Wahyu45 halaman
JUMLAH718
 halaman

Perbandingan luas isi dari keempat bagian Injil itu, dengan meminjam Kitab Perjanjian Baru cetakan1955 yang diterbitkan Gedung Alkitab di Jakarta, tercatat sebagai berikut:

Melihat perbandingan luas isi di atas dapat disimpulkan bahwa himpunan Surat-Surat Paulus itumerupakan bagian yang sangat dominan di dalam Perjanjian Baru. Hal, ini tentu saja, mengundang tanya; siapakah sesuangguhnya Paulus itu?

Synoptic Gospels


Keempat Injil di atas itu adalah tulisan empat tokoh mengenai peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Jesus, semenjak lahir sampai menjalankan missinya dalam wilayah Galelia (Palestina Utara) dan terakhir dalam wilayah Judea (Palestina Selatan).

Tiga Injil yang pertama (Matius, Markus, Lukas) itu disebut dengan Synoptic Gospels, yakni Injil-Injil yang hampir bersamaan isinya. Sekalipun dijumpai perbedaan-perbedaan kecil di sana sini mengenai urutan Silsilah, urutan Kejadian, ragam Peristiwa, akan tetapi dalam rangka keseluruhannya hampir bersamaan.

Kalangan Sarjana-sarjana-Bible (Biblical Scholars), yang melakukan penelitian secara intensif terhadap satu persatu Injil itu, menyimpulkan bahwa masing-masing penulis Injil sama-sama memungut dari suatu Sumber Asal, akan tetapi Sumber-Asal (Q) itu sudah tidak dijumpai kini dan tidak dikenal sama sekali.

Sebaliknya Injil Yahya mempunyai cara sendiri di dalam mengisahkan kehidupan beserta missi dari Jesus itu. Baikpun urutan Kejadian maupun ragam peristiwa agak jauh berbeda dengan 3 Injil yang disebut Synoptic Gospels itu.

Perbedaan lainnya bahwa 3 lnjil yang pertama itu bercerita dalam bentuk yang sederhana dan mudah dipahami, akan tetapi Injil Yahya telah dipenuhi oleh ungkapan-ungkapan filosofis. Perbedaan lainnya yang sangat tajam sekali ialah mengenai lama missi yang dijalankan Jesus dalam wilayah Galelia dan wilayah Judea itu. 3 Injil pertama bercerita bahwa Jesus Kristus itu menjalankan missinya dalam masa satu kali Perayaan Paskah, lalu tertangkap pada masa perayaan Paskah itu di Jerusalem. Jadi, Jesus menjalankan missinya dalam tempo lebih kurang satu tahun saja.

Tetapi Injil Yahya bercerita bahwa Jesus Kristus itu menjalankan missinya dalam masa tiga kali Perayaan Paskah, dan terakhir ditangkap dalam Perayaan Paskah di Jerusalem. Jadi menurut Yahya, Jesus Kristus menjalankan missinya dalam tempo 3 tahun, bukan satu tahun seperti keterangan ketiga Injil yang tergolong Synoptic Gospels itu.

Keempat Injil itu disusun penulisnya di dalam bahasa Grika kuno (Yunani). Sedangkan Jesus Kristus lahir dan hidup dalam lingkungan masyarakat Yahudi di Palestina, yang dewasa itu berada di bawah kekuasaan imperium Roma, dan menjalankan missinya dalam lingkungan masyarakat Yahudi itu, yang dewasa itu cuma mengenal dan mempergunakan bahasa Arainik yaitu suatu dialek dari bahasa Ibrani (Yahudi).

Nazarenes dan Christians


Pengikut Jesus yang pertama sekali terdiri atas kelompok-kelompok Yahudi dalam wilayah Galelia maupun Judea, yang oleh kalangan Sarjana-sarjana Bible (Biblical Sholan) disebut dengan Early Christians, yakni Orang kristen yang pertama sekali.

Pada masa hidup Jesus sendiri maupun masa berikutnya belum dikenal sebutan orang kristen (Christianis). Mereka itu cuma disebut oleh kalangan lainnya, terutama oleh pihak-pihak yang menantang Jesus, dengan sebutan Nazarenes. Yakni para pengikut Nazareth. Hal itu disebabkan Jesus sekalipun dilahirkan di Bethlehem, akan tetapi keluarganya menetap di kota-kecil Nazareth dalam wilayah Galelia.

Oleh sebab itulah para mukmin pertama itu disebut pihak lawannya dengan pengikut orang Nazareth atau Nazarenes. Dari sebutan Nazarenes itulah lahir sebutan Nashara dalam bahasa Arab dan sebutan Nasrani dalam bahasa Indonesia.

Sedangkan sebutan Christians (Kristen) baru muncul pada masa belakangan, jauh sepeninggal Jesus. Sebutan itu bermula lahir di kota besar Antiokia di Syria Utara, sewaktu Barnabas dan Paulus menjalankan missinya di kota besar itu, yang mempunyai kedudukan sebagai ibukota imperium Roma untuk wilayah belahan Timur.

Disebabkan Barnabas dan Paulus di dalam missinya tidak henti-hentinya menyatakan dan menegaskan bahwa Jesus itu adalah Christos (AI-masih) maka orang sekitarnya memanggilkan mereka itu dengan para pengikut Kristus (Christians). Dari situlah lahir sebutan Orang kristen di dalam bahasa Indonesia.

Jesus wafat, menurut A. Powell Davies di dalam The First Christian cetakan 1957 halaman 13, sekitar tahun 29 Masehi. Pendapat itu dikukuhkan oleh Hugh J. Schonfield dalam The Authentic New Testament cetakan 1958 halaman XIV.

Sedangkan peristiwa pada kota-besar Antiokia itu terjadi, menurut Hugh J. Schonfield, sekitar tahun 46-48 masehi. Jadi Iebih kurang dua puluh tahun sepeninggal Jesus barulah muncuI sebutan Christians (orang Kristen).

Early Christians & Gentile Christians


Pada akhirnya pecah sengketa sengit antara Barnabas dengan Paulus pada kota-kota besar Antiokia itu(Kisah Rasul-Rasul, 15 :39), dan juga Peteros dengan Paulus pada kota-besar Antiokia itu ia, 2: 11-21 ). Inti pokok yang menyebabkan sengketa itu tidak pernah dijelaskan di dalam Kisah Rasul-Rasul, akantetapi hal itu akan dicoba dijelaskan dalam uraian berikut.

Karena sengketa sengit itu Paulus bersama Silas meninggalkan kota-besar Antiokia untuk selama-lamanya (Kisah Rasul-Rasul, 15:40-41) menuju Asia Kecil dan Makedonia dan semenanjung Achaia (Grika) guna mengembangkan ajarannya dalam lingkungan orang Grika dan mereka itulah yang disebut dengan Gentile Christians (Orang kristen Asing).

Sebutan itu lahir dalam dunia kristen untuk membedakan kelompok Pengikut yang Baru itu dengan Kristen Petama, Early Christians, yakni para pengikut Jesus Kristus yang mula-mula dalam lingkungan masyarakat Yahudi di Palestina, yang disebut dengan Nazarenes itu.

Para pengikut yang pertama diyakini telah musnah sebagian besarnya pada masa pemberontakan total bangsa Yahudi di Palestina terhadap penindasan imperium Roma, yang berlangsung sepuluh tahun lamanya, yaitu antara tahun 65 sampai 75 masehi. Legiun X dari pihak Roma melakukan pembunuhan-pembunuhan massal (massacre) pada perkampungan-perkampungan Yahudi di seluruh Palestina, kecuali yang sempat melarikan diri ke lembah Mesopotamia dan Arabia Selatan dan berbagai wilayah lainnya.

Sewaktu Panglima Titus pada tahun 70 masehi berhasil merebut dan menguasai benteng pertahanan terakhir dari pihak Yahudi, yaitu Kota Suci Jerusalem, maka berlangsung pembunuhan massal lagi. Panglima Titus bertindak menghancurkan Bait Allah di atas bukit Zion, yakni Bait Allah yang terkenal megah dan agung itu, yang pada masa dulu bermula dibangun oleh Nabi Sulaiman dan dikenal dengan Kuil Sulaiman (Solomon’s Temple).

Panglima Titus mengumumkan wilayah Jerusalem dan sekitarnya dikuasai kini oleh pihak imperium Roma dan wilayah tersebut diberi nama dengan Aeliae Capitolae. Semenjak tahun 70 masehi itu setiap orang Yahudi tidak di izinkan memasuki wilayah Aelice Capitolae itu.

Semenjak pemberontakan total yang gagal itulah dikenal dalam sejarah bangsa Yahudi dengan Great Diaspora, yakni masa memencar tanpa tanah air. Pada masa yang sangat tragis itu diyakini kelompok-kelompok pengikut Jesus yang pertama-tama (Early Christians) ikut musnah. Kecuali kelompok kecil yang sempat meliputkan dirinya ke kota Pella di seberang sungai Jordan, yang pada masa belakangan dikenal dengan sekte Ebionites yang mempunyai Injil sendiri yang dikenal dalam sejarah dengan Ebionite Gospel (Injil Ebionites), yang isinya jauh berbeda dengan Injil-Injil yang menjadi pegangan dunia kristen pada masa berikutnya dan kini.

Karena kelompok yang pertama-tama dapat dikatakan telah musnah pada masa pemberontakan itu,maka berkembanglah kelompok pengikut yang baru, dibawah ajaran Paulus, yaitu Gentile Christians (Orang Kristen Asing).
 

Sumber: fatimah.org

Kitab Iman Bab: Islam itu didirikan atas lima perkara.


Kitab Iman
Bab 1: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , "Islam itu didirikan atas lima perkara."[ 1 ] Iman itu adalah ucapan dan perbuatan. Ia dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)" (al-Fath: 4), "Kami tambahkan kepada mereka petunjuk."(al-Kahfi: 13), "Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk." (Maryam: 76), "Orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya" (Muhammad: 17), "Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya" (al-Muddatstsir: 31), "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya." (at-Taubah: 124), "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah keimanan mereka." (Ali Imran: 173), dan "Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan (kepada Allah)." (al-Ahzab: 22) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah adalah sebagian dari keimanan.
1.[2] Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Adi bin Adi sebagai berikut, "Sesungguhnya keimanan itu mempunyai beberapa kefardhuan (kewajiban), syariat, had (yakni batas/hukum), dan sunnah. Barangsiapa mengikuti semuanya itu maka keimanannya telah sempurna. Dan barangsiapa tidak mengikutinya secara sempurna, maka keimanannya tidak sempurna. Jika saya masih hidup, maka hal-hal itu akan kuberikan kepadamu semua, sehingga kamu dapat mengamalkan secara sepenuhnya. Tetapi, jika saya mati, maka tidak terlampau berkeinginan untuk menjadi sahabatmu." Nabi Ibrahim 'Alaihissallam pernah berkata dengan mengutip firman Allah, "Walakin liyathma-inna qalbii" 'Agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]'. (al-Baqarah: 260)
2.[3] Mu'adz pernah berkata kepada kawan-kawannya, "Duduklah di sini bersama kami sesaat untuk menambah keimanan kita."

3.[4] Ibnu Mas'ud berkata, "Yakin adalah keimanan yang menyeluruh."

4.[5] Ibnu Umar berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat takwa yang sebenarnya kecuali ia dapat meninggalkan apa saja yang dirasa tidak enak dalam hati."

5.[6] Mujahid berkata, "Syara'a lakum" (Dia telah mensyariatkan bagi kamu) (asy-Syuura: 13), berarti, "Kami telah mewasiatkan kepadamu wahai Muhammad, juga kepadanya[7] untuk memeluk satu macam agama."
6.[8] Ibnu Abbas berkata dalam menafsiri lafaz "Syir'atan wa minhaajan", yaitu jalan yang lempang (lurus) dan sunnah.

7.[9] "Doamu adalah keimananmu sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya, "Katakanlah, Tuhanku tidak mengindahkan (memperdulikan) kamu, melainkan kalau ada imanmu." (al-Furqan: 77). Arti doa menurut bahasa adalah iman.

5. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Islam dibangun di atas lima dasar: 1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah; 2) menegakkan shalat; 3) membayar zakat; 4) haji; dan 5) puasa pada bulan Ramadhan.'"

[1] Ini adalah potongan dari hadits Ibnu Umar, yang di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam bab ini.

[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab al-Iman nomor 135 dengan pentahkikan saya, dan sanadnya adalah sahih. Ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Iman sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh.

[3] Di-maushul-kan juga oleh Ibnu Abi Syaibah nomor 105 dan 107, dan oleh Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dalam Al-Iman juga nomor 30 dengan pentahkikan saya dengan sanad yang sahih. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad.

[4] Di-maushul-kan oleh Thabrani dengan sanad sahih dari Ibnu Mas'ud secara mauquf, dan diriwayatkan secara marfu' tetapi tidak sah, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh.

[5] Al-Hafizh tidak memandangnya maushul. Akan tetapi, hadits yang semakna dengan ini terdapat di dalam Shahih Muslim dan lainnya dari hadits an-Nawwas secara marfu. Silakan Anda periksa kalau mau di dalam kitab saya Shahih al-Jami' ash-Shaghir (2877).

[6] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid darinya.

[7] Yakni Nuh 'Alaihissallam sebagaimana disebutkan dalam konteks ayat, "Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama-Nya) orang yang kembali (kepada-Nya). " (asy-Syuura: 13)
[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Tafsirnya dengan sanad sahih darinya (Ibnu Abbas).
[9] Di-maushul-kan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas juga.

Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press (HaditsWeb)

Kitab Iman Bab: Perkara-Perkara Iman

Shahih Bukhari
-Imam Bukhari-
Kitab Iman 
Bab 2: Perkara-Perkara Iman dan firman Allah, "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. "(al-Baqarah: 177) Dan firman Allah, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman." (al-Mu'miniin: 1)
 
6. Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Iman itu ada enam puluh lebih cabangnya, dan malu adalah salah satu cabang iman."[10]

[10] Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya dengan lafal Sab'uuna 'tujuh puluh', dan inilah yang kuat menurut pendapat saya, mengikuti pendapat Al-Qadhi Iyadh dan lainnya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah (17).
Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press (HaditsWeb)

Kitab Permulaan Turunnya Wahyu

Shahih Bukhari
-Imam Bukhari-
Kitab Permulaan Turunnya Wahyu
 
Bab 1: Bagaimana Permulaan Turunnya Wahyu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya." 
 
l. Dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab Radhiyallahu 'anhu (berpidato 8/59) di atas mimbar, 'Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, '(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu riwayat: amal itu dengan niat 6/118) dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya 1/20) kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya (dalam riwayat lain: mengawininya 3/119), maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah."
2. Aisyah Radhiyallahu 'anha mengatakan bahwa Harits bin Hisyam Radhiyallahu 'anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , "Wahai Rasulullah, bagaimana datangnya wahyu kepada engkau?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku bagaikan gemerincingnya lonceng, dan itulah yang paling berat atasku. Lalu, terputus padaku dan saya telah hafal darinya tentang apa yang dikatakannya. Kadang-kadang malaikat berubah rupa sebagai seorang laki-laki datang kepadaku, lalu ia berbicara kepadaku, maka saya hafal apa yang dikatakannya." Aisyah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Sungguh saya melihat beliau ketika turun wahyu kepada beliau pada hari yang sangat dingin dan wahyu itu terputus dari beliau sedang dahi beliau mengalirkan keringat"
3. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata, "[Adalah 6/871] yang pertama (dari wahyu) kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mimpi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi melainkan akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh. Kemudian beliau gemar bersunyi. Beliau sering bersunyi di Gua Hira. Beliau beribadah di sana, yakni beribadah beberapa malam sebelum rindu kepada keluarga beliau, dan mengambil bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah. Beliau mengambil bekal seperti biasanya sehingga datanglah kepadanya (dalam riwayat lain disebutkan: maka datanglah kepadanya) kebenaran. Ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah malaikat (dalam nomor 8/67) seraya berkata, 'Bacalah!' Beliau berkata, 'Sungguh saya tidak dapat membaca. Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah. Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata, 'Sungguh saya tidak dapat membaca:' Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata, 'Sungguh saya tidak bisa membaca' Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan, "Iqra' bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min'alaq. Iqra' warabbukal akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam. 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dengan membawa ayat itu dengan perasaan hati yang goncang (dalam satu riwayat: dengan tubuh gemetar). Lalu, beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid, lantas beliau bersabda, 'Selimutilah saya, selimutilah saya!' Maka, mereka menyelimuti beliau sehingga keterkejutan beliau hilang. Beliau bersabda dan menceritakan kisah itu kepada Khadijah, 'Sungguh saya takut atas diriku.' Lalu Khadijah berkata kepada beliau, 'Jangan takut (bergembiralah, maka) demi Allah, Allah tidak akan menyusahkan engkau selamanya. (Maka demi Allah), sesungguhnya engkau suka menyambung persaudaraan (dan berkata benar), menanggung beban dan berusaha membantu orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong penegak kebenaran.' Kemudian Khadijah membawa beliau pergi kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza (bin Qushai, dan dia adalah) anak paman Khadijah. Ia (Waraqah) adalah seorang yang memeluk agama Nasrani pada zaman jahiliah. Ia dapat menulis tulisan Ibrani, dan ia menulis Injil dengan bahasa Ibrani (dalam satu riwayat: kitab berbahasa Arab. dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab) akan apa yang dikehendaki Allah untuk ditulisnya. Ia seorang yang sudah sangat tua dan tunanetra. Khadijah berkata, Wahai putra pamanku, dengarkanlah putra saudaramu!' Lalu Waraqah berkata kepada beliau, Wahai putra saudaraku, apakah yang engkau lihat?' Lantas Rasulullah saw: menceritakan kepadanya tentang apa yang beliau lihat. Lalu Waraqah berkata kepada beliau, 'Ini adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Musa! Wahai sekiranya saya masih muda, sekiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu....' Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, 'Apakah mereka akan mengusir saya?' Waraqah menjawab, 'Ya, belum pernah datang seorang laki-laki yang (membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia ditolak (dalam satu riwayat: disakiti / diganggu). Jika saya masih menjumpai masamu, maka saya akan menolongmu dengan pertolongan yang tangguh.' Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dan wahyu pun bersela, [sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersedih hati karenanya - menurut riwayat yang sampai kepada kami[1] - dengan kesedihan yang amat dalam yang karenanya berkali-kali beliau pergi ke puncak-puncak gunung untuk menjatuhkan diri dari sana. Maka, setiap kali beliau sudah sampai di puncak dan hendak menjatuhkan dirinya, Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata, 'Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah Rasul Allah yang sebenarnya.' Dengan demikian, tenanglah hatinya dan mantaplah jiwanya. Kemudian beliau kembali pulang. Apabila dalam masa yang lama tidak turun wahyu, maka beliau pergi ke gunung seperti itu lagi. Kemudian setelah sampai di puncak, maka Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata seperti yang dikatakannya pada peristiwa yang lalu - 6/68]." [Namus (yang di sini diterjemahkan dengan Malaikat Jibril) ialah yang mengetahui rahasia sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain 124/4].

4. Ibnu Abbas Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling suka berderma [dalam kebaikan 2/228], dan paling berdermanya beliau adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpai beliau. Ia menjumpai beliau pada setiap malam dari [bulan 6/102] Ramadhan [sampai habis bulan itu], lalu Jibril bertadarus Al-Qur'an dengan beliau. Sungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah [ketika bertemu Jibril - 4/81] lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang dilepas."

[1] Saya (Al-Albani) berkata, "Yang berkata, 'Menurut riwayat yang sampai kepada kami" adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, perawi asli hadits ini dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. Maka, perkataannya ini memberi kesan bahwa tambahan ini tidak menurut syarat Shahih Bukhari, karena ini dari penyampaian az-Zuhri sendiri, sehingga tidak maushul, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari. Karena itu, harap diperhatikan!"
Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press (HaditsWeb)

Mushthalah Hadits

PENDAHULUAN
  1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an.
  2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alshari untuk membukukan hadits.
  3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha’if, dan perkataan para sahabat.
  4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.
  5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu hammad.
  6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih Bukhari dan Muslim.
PEMBAHASAN
Ilmu Hadits:
ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Hadits:
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).
Sanad:
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.
Matan:
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.
PEMBAGIAN HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya:
  1. Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan
  2. Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha’if
Penjelasan:
HADITS SHAHIH:
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:
  1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
  2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
  3. Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
  4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
  5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits
Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS HASAN:
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).
Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.
Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS HASAN SHAHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:
  • Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih, maka jadilah dia Hadits hasan shahih.
  • Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.
HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.
TINGKATAN HADITS SHAHIH
  • Hadits muttafaqqun ‘alaihi
  • Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
  • Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
  • Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim
Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.
HADITS DHA’IF
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.
Hukum Hadits dha’if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dha’if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha’if dalam fadailul a’mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada kitab “Mushthalahul Hadits”
Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan derajatnya.
Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir hingga kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits secara berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada yang perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.
Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya, baik dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat kepribadiannya), maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat hadits yang diriwayatkannya.
Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur perawinya hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos verifikasi dan dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits itu dikatakan sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat di bawahnya disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara perawinya yang punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai kepada kita melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.
Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan amal ibadah.
Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak sampai jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan putus atau munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang sama sekali bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan hadits palsu atau maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali tidak boleh dijadikan dasar hukum dalam Islam.
Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau tidak, bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih Bukhari atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits dha’if juga bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk membuat daftar hadits dha’if.
Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang hadits banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah yang berjumlah 11 jilid.

Takdir Manusia (3/3)

Manusia mempunyai kemampuan terbatas  sesuai  dengan  ukuran
yang  diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini, misalnya,
tidak dapat terbang. Ini merupakan salah  satu  ukuran  atau
batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia tidak
mampu melampauinya,  kecuali  jika  ia  menggunakan  akalnya
untuk  menciptakan  satu  alat, namun akalnya pun, mempunyai
ukuran yang tidak mampu dilampaui.  Di  sisi  lain,  manusia
berada  di bawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang kita
lakukan pun  tidak  terlepas  dari  hukum-hukum  yang  telah
mempunyai  kadar  dan  ukuran  tertentu.  Hanya  saja karena
hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan
memilih -tidak sebagaimana matahari dan bulan misalnya- maka
kita  dapat  memilih  yang  mana  di  antara   takdir   yang
ditetapkan   Tuhan   terhadap  alam  yang  kita  pilih.  Api
ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angin dapat menimbulkan
kesejukan  atau  dingin;  itu  takdir  Tuhan  -manusia boleh
memilih api yang membakar atau angin yang sejuk. Di  sinilah
pentingnya  pengetahuan  dan  perlunya  ilham  atau petunjuk
Ilahi. Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:
 
"Wahai Allah, jangan  engkau  biarkan  aku  sendiri  (dengan
pertimbangan nafsu akalku saja), walau sekejap."
 
Ketika  di  Syam  (Syria, Palestina, dan sekitarnya) terjadi
wabah, Umar  ibn  Al-Khaththab  yang  ketika  itu  bermaksud
berkunjung  ke  sana  membatalkan rencana beliau, dan ketika
itu tampil seorang bertanya:
 
"Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Tuhan?"
 
Umar r.a. menjawab,
 
"Saya lari/menghindar dan  takdir  Tuhan  kepada  takdir-Nya
yang lain."
 
Demikian juga ketika Imam Ali r.a. sedang duduk bersandar di
satu tembok yang ternyata rapuh,  beliau  pindah  ke  tempat
lain.  Beberapa  orang  di  sekelilingnya  bertanya  seperti
pertanyaan di atas. Jawaban Ali  ibn  Thalib,  sama  intinya
dengan   jawaban   Khalifah   Umar   r.a.  Rubuhnya  tembok,
berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan  hukum-hukum  yang
telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia
akan menerima akibatnya. Akibat  yang  menimpanya  itu  juga
adalah  takdir,  tetapi  bila  ia  menghindar dan luput dari
marabahaya  maka  itu  pun  takdir.  Bukankah  Tuhan   telah
menganugerahkan   manusia  kemampuan  memilah  dan  memilih?
Kemampuan ini  pun  antara  lain  merupakan  ketetapan  atau
takdir  yang  dianugerahkan-Nya Jika demikian, manusia tidak
dapat luput dari  takdir,  yang  baik  maupun  buruk.  Tidak
bijaksana  jika  hanya  yang  merugikan  saja  yang  disebut
takdir,  karena  yang  positif  pun  takdir.  Yang  demikian
merupakan  sikap 'tidak menyucikan Allah, serta bertentangan
dengan petunjuk Nabi Saw.,'  "...  dan  kamu  harus  percaya
kepada  takdir-Nya  yang  baik  maupun  yang  buruk." Dengan
demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak
menghalangi  manusia untuk berusaha menentukan masa depannya
sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi
 
Apakah Takdir Merupakan Rukun Iman?
 
Perlu digarisbawahi bahwa dari sudut pandang studi Al-Quran,
kewajiban  mempercayai  adanya  takdir tidak secara otomatis
menyatakannya sebagai satu di antara rukun iman  yang  enam.
Al-Quran  tidak  menggunakan  istilah  "rukun" untuk takdir,
bahkan  tidak  juga  Nabi  Saw.  dalam  hadis-hadis  beliau.
Memang,  dalam  sebuah  hadis  yang diriwayatkan oleh banyak
pakar hadis, melalui sahabat  Nabi  Umar  ibn  Al-Khaththab,
dinyatakan   bahwa   suatu   ketika  datang  seseorang  yang
berpakaian sangat  putih,  berambut  hitam  teratur,  tetapi
tidak  tampak pada penampilannya bahwa ia seorang pendatang,
namun, "tidak  seorang  pun  di  antara  kami  mengenalnya."
Demikian  Umar r.a. Dia bertanya tentang Islam, Iman, Ihsan,
dan saat kiamat serta tanda-tandanya. Nabi  menjawab  antara
lain dengan menyebut enam perkara iman, yakni percaya kepada
Allah,  malaikat-malaikat-Nya,  kitab-kitab-Nya,  Rasul-
rasulNya, hari  kemudian, dan "percaya  tentang takdir-Nya
yang baik dan yang buruk." Setelah sang penanya pergi, Nabi 
menjelaskan bahwa,
 
"Dia itu Jibril, datang untuk mengajar kamu, agama kamu."
 
Dari  hadis  ini,  banyak  ulama  merumuskan enam rukun Iman
tersebut.
 
Seperti dikemukan di atas, Al-Quran tidak  menggunakan  kata
rukun,  bahkan  Al-Quran  tidak  pernah menyebut kata takdir
dalam satu rangkaian  ayat  yang  berbicara  tentang  kelima
perkara  lain  di  atas.  Perhatikan  firman-Nya dalam surat
Al-Baqarah (2): 285,
 
"Rasul percaya tentang apa yang  diturunkan  kepadanya  dari
Tuhannya, demikian juga orang-orang Mukmin. Semuanya percaya
kepada   Allah,   malaikat-malaikat-Nya,    kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian."
 
Dalam QS Al-Nisa' (4): 136 disebutkan:
 
"Wahai  orang-orang  yang beriman, (tetaplah) percaya kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang diturunkan kepada
Rasul-Nya,  dan  kitab  yang  disusunkan sebelum (Al-Quran).
Barangsiapa yang tidak percaya kepada  Allah,  malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya,  Rasul-rasul-Nya,  dan  hari kemudiam, maka
sesungguhnya dia telah sesat sejauh-jauhnya."
 
Bahwa kedua ayat di atas tidak menyebutkan  perkara  takdir,
bukan  berarti  bahwa  takdir tidak wajib dipercayai. Tidak!
Yang  ingin   dikemukakan   ialah   bahwa   Al-Quran   tidak
menyebutnya sebagai rukun, tidak pula merangkaikannya dengan
kelima perkara lain yang disebut dalam hadis Jibril di atas.
Karena  itu, agaknya dapat dimengerti ketika sementara ulama
tidak menjadikan  takdir  sebagai  salah  satu  rukun  iman,
bahkan dapat dimengerti jika sementara mereka hanya menyebut
tiga hal pokok, yaitu keimanan kepada Allah,  malaikat,  dan
hari  kemudian.  Bagi penganut pendapat ini, keimanan kepada
malaikat mencakup keimanan tentang apa yang mereka sampaikan
(wahyu Ilahi), dan kepada siapa disampaikan, yakni para Nabi
dan Rasul.
 
Bahkan  jika  kita  memperhatikan   beberapa   hadis   Nabi,
seringkali  beliau hanya menyebut dua perkara, yaitu percaya
kepada Allah dan hari kemudian.
 
"Siapa yang percaya kepada Allah  dan  hari  kemudian,  maka
hendaklah  ia  menghormati tamunya. Siapa yangpercaya kepada
Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia  menyambung  tali
kerabatnya.   Siapa  yang  percaya  kepada  Allah  dan  hari
kemudian, maka hendaklah ia berkata benar atau diam."
 
Demikian salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh  Bukhari
dan Muslim melalui Abu Hurairah.
 
Al-Quran  juga  tidak  jarang  hanya  menyebut dua di antara
hal-hal yang wajib  dipercayai.  Perhatikan  misalnya  surat
Al-Baqarah (2): 62,
 
"Sesungguhnya  orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
Nasrani, Shabiin (orang-orang yang  mengikuti  syariat  Nabi
zaman  dahulu,  atau orang-orang yang menyembah bintang atau
dewa-dewa), siapa saja di  antara  mereka  yang  benar-benar
beriman  kepada  Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh,
maka mereka akan menerima  ganjaran  mereka  di  sisi  Tuhan
mereka,  tidak  ada  rasa  takut atas mereka, dan tidak juga
mereka akan bersedih."
 
Ayat ini  tidak  berarti  bahwa  yang  dituntut  dari  semua
kelompok yang disebut di atas hanyalah iman kepada Allah dan
hari kemudian, tetapi bersama keduanya  adalah  iman  kepada
Rasul,   kitab  suci,  malaikat,  dan  takdir.  Bahkan  ayat
tersebut dan semacamnya hanya menyebut dua hal pokok, tetapi
tetap  menuntut  keimanan  menyangkut  segala  sesuatu  yang
disampaikan oleh Rasulullah Saw., baik  dalam  enam  perkara
yang  disebut  oleh  hadis  Jibril  di  atas, maupun perkara
lainnya yang tidak disebutkan.
 
Demikianlah pengertian takdir dalam  bahasa  dan  penggunaan
Al-Quran.

Takdir Manusia (2/3)

Takdir dalam Bahasa Al-Quran
 
Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal  dari
akar  kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi
kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah  telah
menakdirkan   demikian,"  maka  itu  berarti,  "Allah  telah
memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,  atau
kemampuan maksimal makhluk-Nya."
 
Dari  sekian  banyak  ayat  Al-Quran  dipahami  bahwa  semua
makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka  tidak
dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun
dan menunjukkan mereka arah  yang  seharusnya  mereka  tuju.
Begitu  dipahami  antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat
Al-A'la (Sabihisma),
 
"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,  yang  menciptakan
(semua  mahluk)  dan  menyempurnakannya, yang memberi takdir
kemudian mengarahkan(nya)" (QS Al-A'la [87]: 1-3).
 
Karena itu ditegaskannya bahwa:
 
"Dan matahari beredar di tempat peredarannya Demikian itulah
takdir  yang  ditentukan  oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi
Maha Mengetahui" (QS Ya Sin [36]: 38).
 
Demikian pula bulan,  seperti  firman-Nya  sesudah  ayat  di
atas:
 
"Dan    telah    Kami    takdirkan/tetapkan    bagi    bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke  manzilah
yang  terakhir)  kembalilah  dia  sebagai bentuk tandan yang
tua" (QS Ya Sin [36]: 39)
 
Bahkan  segala  sesuatu  ada  takdir  atau  ketetapan  Tuhan
atasnya,
 
"Dia  (Allah)  Yang  menciptakan  segala  sesuatu,  lalu Dia
menetapkan     atasnya     qadar     (ketetapan)      dengan
sesempurna-sempurnanya" (QS Al-Furqan [25]: 2).
 
"Dan  tidak  ada  sesuatu  pun  kecuali  pada  sisi  Kamilah
khazanah (sumber)nya; dan Kami tidak  menurunkannya  kecuali
dengan ukuran tertentu" (QS Al-Hijr [15]: 21).
 
Makhluk-Nya  yang  kecil  dan  remeh  pun diberi-Nya takdir.
Lanjutan  ayat  Sabihisma  yang  dikutip  di  atas  menyebut
contoh, yakni rerumputan.
 
"Dia    Allah    yang   menjadikan   rumput-rumputan,   lalu
dijadikannya rumput-rumputan itu kering kehitam-hitaman" (QS
Sabihisma [87]: 4-53)
 
Mengapa  rerumputan  itu  tumbuh  subur, dan mengapa pula ia
layu dan kering. Berapa kadar kesuburan  dan  kekeringannya,
kesemuanya   telah   ditetapkan  oleh  Allah  Swt.,  melalui
hukum-hukum-Nya yang berlaku pada alam raya ini. Ini berarti
jika   Anda  ingin  melihat  rumput  subur  menghijau,  maka
siramilah   ia,   dan   bila   Anda   membiarkannya    tanpa
pemeliharaan,  diterpa panas matahari yang terik, maka pasti
ia  akan  mati  kering  kehitam-hitaman  atau  ghutsan  ahwa
seperti bunyi ayat di atas. Demikian takdir Allah menjangkau
seluruh makhluk-Nya. Walhasil,
 
"Allah telah menetapkan bagi segala  sesuatu  kadarnya"  (QS
Al-Thalaq [65]: 3)
 
Peristiwa-peristiwa  yang terjadi di alam raya ini, dan sisi
kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu,  pada  tempat
dan  waktu  tertentu,  dan itulah yang disebut takdir. Tidak
ada sesuatu yang terjadi  tanpa  takdir,  termasuk  manusia.
Peristiwa-peristiwa  tersebut  berada  dalam pengetahuan dan
ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat
disimpulkan  dalam  istilah  sunnatullah,  atau  yang sering
secara salah kaprah disebut "hukum-hukum alam."
 
Penulis tidak sepenuhnya cenderung mempersamakan sunnatullah
dengan   takdir.  Karena  sunnatullah  yang  digunakan  oleh
Al-Quran adalah untuk hukum-hukum Tuhan yang  pasti  berlaku
bagi   masyarakat,   sedang   takdir   mencakup  hukum-hukum
kemasyarakatan  dan   hukum-hukum   alam.   Dalam   Al-Quran
"sunnatullah"  terulang  sebanyak  delapan kali, "sunnatina"
sekali, "sunnatul awwalin" terulang  tiga  kali;  kesemuanya
mengacu   kepada   hukum-hukum   Tuhan   yang  berlaku  pada
masyarakat. Baca misalnya QS  Al-Ahzab  (33):  38,  62  atau
Fathir 35, 43, atau Ghafir 40, 85, dan lain-lain.
 
Matahari,  bulan,  dan  seluruh  jagat raya telah ditetapkan
oleh Allah takdirnya yang tidak bisa mereka tawar,
 
"Datanglah (hai langit dan bumi) menurut  perintah-Ku,  suka
atau  tidak  suka!"  Keduanya  berkata,  "Kami datang dengar
penuh ketaatan."
 
Demikian  surat   Fushshilat   (41)   ayat   11   melukiskan
"keniscayaan takdir dan ketiadaan pilihan bagi jagat raya."
 
Apakah  demikian  juga  yang berlaku bagi manusia? Tampaknya
tidak sepenuhnya sama.

Takdir Manusia (1/3)

Ketika Mu'awiyah ibn Abi Sufyan  menggantikan  Khalifah  IV,
Ali ibn Abi Thalib (W. 620 H), ia menulis surat kepada salah
seorang sahabat Nabi, Al-Mughirah  ibn  Syu'bah  menanyakan,
"Apakah  doa  yang  dibaca  Nabi  setiap selesai shalat?" Ia
memperoleh jawaban bahwa doa beliau adalah,
 
"Tiada Tuhan selain  Allah,  tiada  sekutu  bagi-Nya.  Wahai
Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang engkau beri,
tidak juga ada yang mampu memberi apa yang  Engkau  halangi,
tidak berguna upaya yang bersungguh-sungguh. Semua bersumber
dari-Mu (HR Bukhari).
 
Doa ini dipopulerkannya untuk  memberi  kesan  bahwa  segala
sesuatu  telah  ditentukan  Allah,  dan  tiada usaha manusia
sedikit pun. Kebijakan mempopulerkan doa ini,  dinilai  oleh
banyak  pakar sebagai "bertujuan politis," karena dengan doa
itu para penguasa Dinasti Umayah  melegitimasi  kesewenangan
pemerintahan  mereka,  sebagai  kehendak Allah. Begitu tulis
Abdul Halim Mahmud mantan Imam Terbesar Al-Azhar Mesir dalam
Al-Tafkir Al-Falsafi fi Al-Islam (hlm- 203).
 
Tentu   saja,   pandangan   tersebut   tidak  diterima  oleh
kebanyakan ulama.  Ada  yang  demikian  menggebu  menolaknya
sehingga secara sadar atau tidak -mengumandangkan pernyataan
la qadar (tidak ada takdir).  Manusia  bebas  melakukan  apa
saja,  bukankah  Allah  telah menganugerahkan kepada manusia
kebebasan memilih dan memilah? Mengapa manusia harus dihukum
kalau  dia  tidak  memiliki  kebebasan  itu?  Bukankah Allah
sendiri menegaskan,
 
"Siapa yang  hendak  beriman  silakan  beriman,  siapa  yang
hendak kufur silakan juga kufur" (QS Al-Kahf [18]: 29).
 
Masing-masing    bertanggung    jawab    pada   perbuatannya
sendiri-sendiri.  Namun   demikian,   pandangan   ini   juga
disanggah.  Ini  mengurangi  kebesaran  dan kekuasaan Allah.
Bukankah Allah Mahakuasa? Bukankah
 
"Allah menciptakan kamu  dan  apa  yang  kamu  lakukan"  (QS
Al-Shaffat [37]: 96).
 
Tidakkah  ayat  ini berarti bahwa Tuhan menciptakan apa yang
kita lakukan? Demikian  mereka  berargumentasi.  Selanjutnya
bukankah Al-Quran menegaskan bahwa,
 
"Apa  yang  kamu  kehendaki, (tidak dapatterlaksana) kecuali
dengan kehendak Allah jua" (QS Al-Insan [76]: 30).
 
Demikian sedikit dari banyak  perdebatan  yang  tak  kunjung
habis   di  antara  para  teolog.  Masing-masing  menjadikan
Al-Quran sebagai  pegangannya,  seperti  banyak  orang  yang
mencintai si Ayu, tetapi Ayu sendiri tidak mengenal mereka.
 
Kemudian  didukung  oleh  penguasa yang ingin mempertahankan
kedudukannya, dan dipersubur oleh keterbelakangan umat dalam
berbagai  bidang, meluaslah paham takdir dalam arti kedua di
atas, atau paling tidak, paham yang mirip dengannya
 
Yang jelas, Nabi dan  sahabat-sahabat  utama  beliau,  tidak
pernah  mempersoalkan takdir sebagaimana dilakukan oleh para
teolog itu. Mereka sepenuhnya  yakin  tentang  takdir  Allah
yang   menyentuh  semua  makhluk  termasuk  manusia,  tetapi
sedikit  pun  keyakinan   ini   tidak   menghalangi   mereka
menyingsingkan   lengan  baju,  berjuang,  dan  kalau  kalah
sedikit pun mereka tidak menimpakan kesalahan kepada  Allah.
Sikap  Nabi  dan  para sahabat tersebut lahir, karena mereka
tidak memahami ayat-ayat Al-Quran secara parsial: ayat  demi
ayat,   atau  sepotong-sepotong  terlepas  dari  konteksnya,
tetapi memahaminya secara utuh, sebagaimana  diajarkan  oleh
Rasulullah Saw.

Nabi Muhammad saw. menurut Al-Qur'an. III

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam  naluri,
fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat
dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan  Tuhan  dan
kedudukan   istimewa  di  sisi-Nya,  sedang  yang  lain  tidak
demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu  yang  sama
jenisnya  dengan  batu  yang  di  jalan,  tetapi  ia  memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh  batu-batu  lain.  Dalam
bahasa  tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah
basyariyah bukan  pada  insaniyah."  Perhatikan  bunyi  firman
tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.
 
Atas  dasar  sifat-sifat  yang agung dan menyeluruh itu, Allah
Swt. menjadikan beliau sebagai  teladan  yang  baik  sekaligus
sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)
 
"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi
yang  mengharapkan  (ridha)  Allah  dan   ganjaran   di   hari
kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).
 
Keteladanan  tersebut  dapat  dilakukan  oleh  setiap manusia,
karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji  yang  dapat
dimiliki oleh manusia
 
Dalam  konteks  ini,  Abbas  Al-Aqqad,  seorang  pakar  Muslim
kontemporer menguraikan bahwa manusia  dapat  diklasifikasikan
ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun
beribadah.
 
Sejarah hidup Nabi  Muhammad  Saw.  membuktikan  bahwa  beliau
menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.
Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta
pemikiran-pemikirannya  sungguh  mengagumkan setiap orang yang
bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim  akan  kagum
berganda  kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui
kacamata ilmu  dan  kemanusiaan,  dan  kedua  kali  pada  saat
memandangnya dengan kacamata iman dan agama.
 
Banyak  fungsi  yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Saw.,
antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan)  (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara
pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.
 
Di sini fungsi beliau sebagai  syahid/syahid  akan  dijelaskan
agak mendalam.
 
Demikian  itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu
menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Saw.)
menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)
 
Kata  syahid/syahid  antara  lain  berarti "menyaksikan," baik
dengan   pandangan   mata   maupun   dengan   pandangan   hati
(pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada
posisi  tengah,  agar  mereka  tidak  hanyut   pada   pengaruh
kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam
ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada  di
antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi
saksi dalam  arti  patron/teladan  dan  skala  kebenaran  bagi
umat-umat  yang  lain,  sedangkan  Rasulullah  Saw.  yang juga
berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan  teladan
bagi  umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata
tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. akan  menjadi  saksi
di  hari  kemudian  terhadap  umatnya dan umat-umat terdahulu,
seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa'  (4):
41:
 
Maka  bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami
menghadirkan  seorang  saksi  dari  tiap-tiap  umat  dan  Kami
hadirkan  pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka
(QS Al-Nisa, [4]: 41).
 
Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih  oleh  mereka  yang
menelusuri  jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka
mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka
yang  menurut  Ibnu  Sina  disebut  "orang  yang  arif," mampu
memandang rahasia Tuhan  yang  terbentang  melalu  qudrat-Nya.
Tokoh  dari  segala saksi adalah Rasulullah Muhammad Saw. yang
secara tegas  di  dalam  ayat  ini  dinyatakan  "diutus  untuk
menjadi syahid (saksi)."
 
Sikap Allah Swt. terhadap Nabi Muhammad Saw.
 
Dari  penelusuran  terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa
para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. telah diseru  oleh  Allah
dengan  nama-nama  mereka;  Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,
dan sebagainya. Tetapi terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah Swt.
sering  memanggilnya  dengan  panggilan  kemuliaan, seperti Ya
ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan
panggilan-panggilan  mesra,  seperti  Ya  ayyuhal muddatstsir,
atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut). Kalau
pun  ada  ayat  yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi
dengan gelar kehormatan.  Perhatikan  firman-Nya  dalam  surat
Ali-'Imran (3): 144, Al-Ahzab (33): 40, Al-Fat-h (48): 29, dan
Al-Shaff (61): 6.
 
Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa  Al-Quran  berpesan
kepada kaum mukmin.
 
"Janganlah  kamu  menjadikan  panggilan kepada Rasul di antara
kamu, seperti panggilan sebagian  kamu  kepada  sebagian  yang
lain... (QS Al-Nur [24]: 63).
 
Sikap  Allah  kepada  Rasul  Saw.  dapat  juga  dilihat dengan
membandingkan sikap-Nya terhadap Musa a.s.
 
Nabi Musa a.s. bermohon agar Allah  menganugerahkan  kepadanya
kelapangan  dada,  serta  memohon agar Allah memudahkan segala
persoalannya.
 
"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku  dan  mudahkanlah  untukku
urusanku (QS Thaha [20]: 25-26).
 
Sedangkan  Nabi  Muhammad  Saw. memperoleh anugerah kelapangan
dada tanpa  mengajukan  permohonan.  Perhatikan  firman  Allah
dalam  surat  Alam  Nasyrah,  Bukankah  Kami telah melapangkan
dadamu? (QS Alam Nasyrah [94]: 1).
 
Dapat diambil kesimpulan  bahwa  yang  diberi  tanpa  bermohon
tentunya   lebih   dicintai   daripada   yang  bermohon,  baik
permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.
 
Permohonan Nabi Musa a.s. adalah  agar  urusannya  dipermudah,
sedangkan   Nabi  Muhammad  Saw.  bukan  sekadar  urusan  yang
dimudahkan Tuhan, melainkan beliau  sendiri  yang  dianugerahi
kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi
-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu  menyelesaikannya.
Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad
dalam surat Al-A'la (87): 8:
 
"Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."
 
Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena  satu
dan  lain  sebab-tidak  mampu  menghadapinya. Tetapi jika yang
bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan
tetap akan terselesaikan.
 
Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja.
Juga dengan  keistimewaan  kedua,  yaitu  "jalan  yang  beliau
tempuh  selalu  dimudahkan  Tuhan"  sebagaimana tersurat dalam
firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke  jalan  yang  mudah."
(QS Al-A'la [87]: 8).
 
Dari  sini  jelas  bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad
Saw. melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa  a.s.,  karena
beliau  tanpa  bermohon  pun  memperoleh  kemudahan  berganda,
sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh  anugerah  "kemudahan
urusan" setelah mengajukan permohonannya.
 
Itu  bukan  berarti  bahwa  Nabi Muhammad Saw. dimanjakan oleh
Allah, sehingga beliau tidak akan  ditegur  apabila  melakukan
sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.
 
Dari  Al-Quran  ditemukan  sekian banyak teguran-teguran Allah
kepada beliau, dari yang sangat tegas hingga yang lemah lembut
 
Perhatikan teguran firman Allah  ketika  beliau  memberi  izin
kepada beberapa orang munafik untuk tidak ikut berperang.
 
"Allah   telah  memaafkan  kamu.  Mengapa  engkau  mengizinkan
mereka? (Seharusnya izin itu engkau berikan) setelah  terbukti
bagimu  siapa  yang  berbohong dalam alasannya, dan siapa pula
yang berkata benar (QS Al-Tawbah [9]: 43)
 
Dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penegasan bahwa  beliau
telah dimaafkan, baru kemudian disebutkan "kekeliruannya."
 
Teguran  keras  baru  akan  diberikan  kepada  beliau terhadap
ucapan yang mengesankan bahwa beliau mengetahui  secara  pasti
orang  yang  diampuni Allah, dan yang akan disiksa-Nya, maupun
ketika  beliau  merasa  dapat  menetapkan  siapa  yang  berhak
disiksa.
 
"Engkau  tidak  mempunyai  sedikit  urusan pun. (Apakah) Allah
menerima tobat mereka atau menyiksa mereka (QS Ali 'Imran [3]:
128).
 
Perhatikan  teguran  Allah  dalam surat 'Abasa ayat 1-2 kepada
Nabi Muhammad Saw., yang tidak mau melayani  orang  buta  yang
datang  meminta  untuk  belajar  pada  saat  Nabi  Saw. sedang
melakukan  pembicaraan  dengan  tokoh-tokoh  kaum  musyrik  di
Makkah
 
"Dia  (Muhammad)  bermuka  masam  dan  berpaling, karena telah
datang seorang buta kepadanya..."
 
Teguran ini dikemukakan dengan  rangkaian  sepuluh  ayat,  dan
diakhiri dengan:
 
"Sekali-kali  jangan  (demikian).  Sesungguhnya  ajaran-ajaran
Allah adalah suatu peringatan" (QS 'Abasa [80]: 11).
 
Nabi berpaling dan  sekadar  bermuka  masam  ketika  seseorang
mengganggu konsentrasi dan pembicaraan serius pada saat rapat;
hakikatnya dapat dinilai sudah  sangat  baik  bila  dikerjakan
oleh  manusia biasa. Namun karena Muhammad Saw. adalah manusia
pilihan, sikap dernikian itu dinilai kurang tepat, yang  dalam
istilah Al-Quran disebut zanb (dosa).
 
Dalam  hal  ini ulama memperkenalkan kaidah: Hasanat al-abrar,
sayyiat al-muqarrabin, yang berarti "kebajikan-kebajikan  yang
dilakukan  oleh orang-orang baik, (dapat dinilai sebagai) dosa
(bila diperbuat oleh) orang-orang yang dekat kepada Tuhan."
 
                          --oo0oo--
 
Disadari sepenuhnya bahwa uraian tentang  Nabi  Muhammad  Saw.
amat  panjang,  yang  dapat  diperoleh  secara tersirat maupun
tersurat dalam Al-Quran,  maupun  dari  sunnah,  riwayat,  dan
pandangan para pakar. Tidak mungkin seseorang dapat menjangkau
dan  menguraikan  seluruhnya,   karena   itu   sungguh   tepat
kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri,
 
"Batas  pengetahuan  tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah
seorang manusia, dan bahwa beliau adalah  sebaik-baik  makhluk
Allah seluruhnya."
 
Allahumma shalli wa sallim 'alaih. []